Genre film horor memang menjadi salah satu genre film yang paling digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini tak dapat dilepaskan dari pengalaman harian masyarakat Indonesia yang sangat dekat dengan kisah horor. Tak hanya itu, Indonesia juga dikenal memiliki kekayaan kisah 'perhantuan' mulai dari berbagai jenis hantu yang sudah tersohor sampai jenis hantu yang terkesan langka dan patut dilestarikan.
Tentu saja, artikel ini tidak akan mengulas lebih jauh mengenai kisah 'perhantuan' yang ada di Indonesia. Artikel ini akan mengulas lebih jauh bagaimana perbedaan film horor Indonesia yang tayang sebelum tahun 2000 dan setelahnya.
Sebelum membahas perbedaan, penulis akan mengungkap persamaan film horor Indonesia dari masa ke masa. Kesamaan film horor Indonesia yaitu pada penggunaan paradigma film. Paradigma film sebenarnya merupakan cara pandang kita pada sebuah film agar kita mudah memahami pesan yang diberikan dalam film.
Menurut hemat penulis, film horor Indonesia banyak menggunakan paradigma fungsionalisme. Film yang menggunakan paradigma ini biasanya memunculkan dunia yang tak teratur atau tak sesuai dengan kondisi yang seharusnya. Di dalam film, akan terdapat aktor yang terus menerus membuat kondisi menjadi tak teratur. Namun di sisi lain, ada juga aktor yang berusaha untuk membuat kondisi menjadi normal kembali.
Selain itu, hampir semua film horor memiliki karakteristik yang sama yaitu terciptanya suasana yang mencekam dan mengancam sehingga membuat penonton merasa takut dan cemas. Film horor juga dikenal dengan munculnya unsur-unsur dalam film yang tak dapat dijelaskan secara logis. Namun, apakah film horor selamanya sesuai dengan karakteristik itu? Jawabannya, belum tentu.
Berbicara mengenai film Indonesia, tak dapat dilepaskan dari kecenderungan masyarakat Indonesia yang menganggap film horor Indonesia sangat terkait dengan seks, komedi, dan religi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Karl Heider dalam bukunya Indonesian Cinema: National Culture On Screen. Ia berpendapat bahwa film horor Indonesia sangat dekat dengan seks, komedi, dan religi.
Melalui tulisan ini, saya ingin memperkuat argumen saya mengenai film horor Indonesia yang tak lagi melulu soal seks, komedi, dan religi. Nah, untuk membedahnya saya akan membandingkan dua film yang sama-sama bergenre horor yaitu Film Sundel bolong (1981) dan Film Pengabdi Setan 2 (2022). Saya akan melihat bagaimana nuansa horor diracik dalam kedua film ini.
Pertama, film horor tak melulu soal seks. Kalau melihat ke belakang, film horor tahun 1980-an memiliki plot yang hampir serupa. Pada umumnya bercerita mengenai seorang perempuan yang awalnya baik-baik saja, namun menerima perlakuan tidak adil dari laki-laki. Kemudian perempuan itu meninggal dan bangkit kembali menjadi sosok hantu yang menyeramkan untuk balas dendam.
Hal tersebut sama dengan plot Film Sundel Bolong (1981). Film ini mengisahkan seorang tokoh bernama Alisa yang diperankan oleh Suzanna. Alisa diperkosa hingga hamil oleh Rudi. Alisa akhirnya meninggal karena pendarahan saat melakukan percobaan aborsi. Arwah Alisa kemudian bergentayangan dan balas dendam.
Dalam film horor tahun 1980-an, perempuan selalu ditempatkan tidak berdaya pada awalnya. Perempuan selalu menjadi pihak yang terluka dan ditindas oleh laki-laki. Isu ketertindasan perempuan ini juga hampir selalu dikaitkan dengan seks.