Mohon tunggu...
Yohanes Kafiar
Yohanes Kafiar Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pemerhati Gejolak Sosial

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Harus Memilih (Part 3)

10 Oktober 2022   21:10 Diperbarui: 10 Oktober 2022   21:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pikiran Melayang Tanpa Arah (Leandro de Calvarho/pixabay)

Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku. Hari yang sangat bersejarah dalam hidupku. Ya, hari ini, aku diterima di salah satu perusahaan kapal pesiar asal Perancis. Minggu depan aku harus berangkat ke Perancis untuk memulai pelayaran perdana. Kapal perusahaan ini mengambil rute Eropa dan Amerika. Setahun yang lalu, aku telah wisuda dan bangga sebagai seorang sarjana sastra Inggris. Aku lalu melamar pada salah satu agen kapal pesiar. Aku diterima dengan syarat mengikuti pendidikan ikatan dinas selama setahun. Seusai menamatkan pendidikan, agen mempromosikan aku ke beberapa perusahaan kapal pesiar. Aku diterima di Perusahaan kapala pesiar asal Perancis. Karena menggunakan jasa agen dan ikatan dinas, maka gajiku akan dipotong dua puluh persen oleh pihak agen setiap bulan. Pemotongan ini hanya berlaku setahun, selanjutnya hak gaji diterima utuh.

Ada sesuatu yang membuatku bertambah bahagia. Aku akan mewujudkan janjiku bersama Endang ketika kami akan berpisah di desa dahulu. Aku masih ingat pesannya, "aku akan menunggu dan menunggu. Jarak dan waktu akan membuktikan kesetiaanku padamu. Cintaku yang tulus merupakan energi dan kekuatan untuk melawan rintangan dan godaan. Aku yakin pasti kau kembali, menjumputku, menyongsong masa depan." Ya saat ini akan ku buktikan kepadanya bahwa aku akan menjemputnya untuk menyongsong masa depan. Aku ingin membawanya mengelilingi benua Eropa dan Amerika. Aku ingin membuatnya bahagia.

Pesawat telah mendarat di kota kelahiranku. Aku bergegas mencari tumpangan. Sebuah taksi mikrolet kucegat untuk mengantarku. Aku menuju desa. Sudah kubulatan tekad bahwa setiba di desa nanti, kedua orang tuaku harus meminang pujaan hatiku, Endang Kusuma. Rasa rindu ini saking menggebu-gebu, rindu pada suasana desa, rindu pada buah hatiku. Taksi perlahan-lahan memasuki desa. Kulihat sebuah tenda dan kursi-kursi diatur rapi di sebuah halaman rumah. Ada apa gerangan? Ah, mungkin saja ada tetangga yang merayakan HUT atau barangkali ada keluarga yang sedang berduka.

Taksi berhenti di halaman rumahku. Aku menenteng kopor, berjalan menuju rumah. Ibu yang sedang santai di teras, menyambutku dengan air mata sukacita. "Ayah masih di ladang nak,"ibu menjelaskan. Ketiga adikku sontak berhamburan ke teras menyambutku. "bang mana oleh-olehku, bang. Iya sebentar!

Setelah puas melepas kangen, aku mengeluarkan oleh-oleh dari tas kopor. Baju, tas, serta sepatu 'barbie' kesukaan ketiga adikku. Mereka kegirangan lalu hilang entah kemana. Sekejap mereka telah muncul kembali di hadapaku, mengenakan pakaian 'barbie'. Bang lihat, aku cantik kan? mereka serobot bertanya. Mereka minta penilaian dariku, layaknya seorang juri fashion show.

Hari telah petang. Mentari menyelinap di balik gunung. Seorang pria paruh baya berjalan gontai menuju rumah. Pak Yalli, Ayahku pulang dari ladang. Aku menyambutnya di halaman rumah. Ku peluk dan cium tangannya. Kelelahan yang mendera ayah, seketika berubah menjadi kebahagian. Wajahnya berseri-seri.

Kami sekeluarga duduk di meja makan, ibu telah menyiapkan makanan khas kesukaanku. Sayur asam, ikan bandeng, sambal terasi. Kami makan dengan lahapnya, saat-saat seperti inilah  yang aku kangen. Waktu seperti inilah yang aku harapkan. Makan sambil ngobrol bersama keluarga, mengeluarkan segala unek-unek dan isi hati. Sungguh suatu kebahagiaan yang tak ternilai, tak bisa diukur dengan materi apa pun.

Pak! .... Ibu! ...

Aku telah diterima di salah satu perusahaan kapal Pesiar asal Perancis. Minggu depan aku harus berangkat ke sana untuk memulai pelayaran perdanaku. Seketika suasana menjadi hening. Ibu dan ayah menangis dan merangkul tubuhku. Sekali lagi mereka mengeluarkan air mata sukacita. Aku merasa senang karena telah membuat kedua orang tuaku merasa bahagia, meskipun aku belum membalas budi mereka. Wajah ayah dan ibu sangat ceria malam ini. Belum pernah kulihat aura mereka secerah ini.

Pak!....Ibu.... Bonny ingin menyampaikan sesuatu. Ibu dan ayah tiba-tiba terdiam, dan menatapku. Ayo katakan nak! Ayah mempersilahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun