Saat Lakers menjadi juara, meski LeBron James atau Anthony Davis, setidaknya masih ada Caruso dan Schroder yang mampu menjaga ritme permainan.
Ketiga, hal yang menurut saya paling masuk akal adalah kurang konsistensinya Lakers dalam menjaga momentum saat bertanding dan hilangnya mental pemenang.
Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pertandingan yang dilalui Lakers dengan melakukan Turnover atau kesalahan yang sangat fatal, hingga pada akhirnya berhasil dimanfaatkan oleh tim lawan dengan sangat baik.
Imbasnya, mereka menjadi ketar-ketir, permainan jadi berantakan dan momentum pun sering direbut oleh tim lawan.
Keempat, perekrutan Russell Westbrook yang menjadi kontroversi bagi fans Lakers. Pebasket yang berposisi sebagai point guard ini sejatinya miliki kualitas yang mumpuni.
Sayangnya, seperti di artikel saya sebelumnya, eks pemain Oklahoma City thunder dan Houston Rockets ini merupakan sosok One Man Show, sehingga sangat sulit baginya untuk bisa bekerja sama dengan baik.
Saya tidak mengatakan Westbrook pemain yang buruk, hanya saja perannya di Lakers benar-benar tidak terlihat seperti masa keemasannya kala memperkuat Thunder terutama di musim 2016-17, di mana dirinya saat itu mampu mencetak rata-rata 31,6 point per pertandingan.
Saat itu, Westbrook memang menjadi kunci seorang diri bagi Thunder, di mana semua bola diarahkan kepadanya.
Bersama Lakers, pemain berusia 33 tahun ini harus bekerjasama dengan pemain bintang lainnya, seperti LeBron James, Anthony Davis, Carmelo Anthony, dan Dwight Howard yang tentunya mempunyai karakter berbeda-beda.
Andai saja Westbrook berada dalam kualitas terbaiknya dan bisa menjadi pembeda kala ia bermain untuk Thunder mungkin ceritanya agak sedikit berbeda.
Namun bagaimanapun juga, dalam pertandingan tentu ada yang menang, ada yang kalah. Musim ini jelas bukanlah musim terbaik bagi Lakers dan para pemain mereka pun mengakuinya jika mereka gagal tampil maksimal.