Mohon tunggu...
Yohanes Ishak
Yohanes Ishak Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Olahraga, Hiburan, dan lain-lain

1 Korintus 10:13 || Jika ingin bekerjasama atau menulis ulang konten yang saya buat, silahkan hubungi email: Yohanes.Ishak92@gmail.com ||

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Cara "Aneh" Chelsea Juara Liga Champions: Pecat Pelatih Overrated!

31 Mei 2021   17:09 Diperbarui: 31 Mei 2021   17:44 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarkah Chelsea harus memecat pelatihnya di tengah musim jika ingin menjadi juara Liga Champions?

Euforia Chelsea menjadi juara Liga Champions masih belum memudar.

Ya, The Blues berhasil menjadi raja Eropa di tahun 2021 usai mengalahkan tim unggulan Man City di babak final dengan skor 1-0 melalui gol Kai Havertz.

Sebagai fans Chelsea, tentu saya sangat merasa senang, karena kesuksesan ini benar-benar seperti mengulang atau kemenangan di tahun 2012 lalu.

Kala itu, tim London Biru juga sama sekali tak diunggulkan saat melawan Bayern Munchen.

BACA JUGA: Chelsea Juara Liga Champions, Bukti Underdog Bisa Jadi Pemenang

BACA JUGA: Man City Gagal Juara Liga Champions, Bukti Unggulan Tak Selalu Menang

Terlebih, babak final juga digelar di rumah Munchen sendiri, yakni di Allianz Arena.

Perjalanan Bayern Munchen di tahun 2012 dan Man City di tahun 2021 di Liga Champions juga sama-sama apik.

Bahkan, sejak awal musim keduanya juga sudah diunggulkan menjadi kandidat kuat menjadi juara Liga Champions.

Sedangkan Chelsea, baik di tahun 2012 maupun tahun 2021 sama sekali tidak.

Jangankan diunggulkan menjadi juara, bisa lolos ke semifinal saja sudah bagus.

Mungkin terdengar aneh, kok saya pendukung Chelsea malah tidak menjagokan klubnya menjadi juara?

Bukannya tidak mendukung sampai juara, tetapi saya melihat dari sisi realistis saja.

Hal itu saya dasari dengan melihat dari kedalaman skuat dan mental yang dimiliki pemain Chelsea di tahun 2012 dan 2021.

Lalu bagaimana akhirnya Chelsea yang tak diunggulkan pada akhirnya bisa menjadi juara? Apakah faktor keberuntungan? Jika membicarakan keberuntungan mungkin ada tapi sedikit.

BACA JUGA: Chelsea Juara Liga Champions, Ini Daftar Pemenang Sejak Era 2000-an

BACA JUGA: Villarreal Berpesta, Inilah Daftar Juara Liga Europa Era 2000-an

Namun ada satu persamaan yang bisa saya lihat yang termasuk unik.

Sesuai dengan judul yang saya berikan, yaitu memecat pelatih di tengah musim.

Chelsea memang sudah terbiasa memecat pelatih sebelum musim pelatih dari tahun ke tahun dan belum bisa menjadi juara Liga Champions.

Nah, yang uniknya adalah pelatih yang dipecat di tengah musim harus pelatih yang overrated alias terlalu disanjung atau dipuji.

Mari kita lihat di tahun 2012. Kala itu, Chelsea mendatangkan pelatih muda berbakat yang dinilai bisa memberikan banyak kesuksesan untuk The Blues bernama Andre Villas-Boas.

Kala itu, Villas-Boas terbilang sukses bersama FC Porto pada musim 2010-11, di mana seluruh gelar domestik Portugal berhasil didapatkannya termasuk kompetisi kasta kedua Eropa, yakni Liga Europa.

Nama Andre Villas-Boas (AVB) pun dinilai bisa mengikuti jejak pelatih fenomenal dari Portugal lainnya, yakni Jose Mourinho.

Chelsea pun berhasil mendapatkannya dan berharap Villas-Boas bisa memberikan kejayaan ke tim London Barat.

Sejumlah pakar sepak bola pun banyak yang menilai jika AVB bakal menjadi pelatih terlama di Stamford Bridge.

BACA JUGA: Man City Kena "Kutukan" Final Perdana di Liga Champions

BACA JUGA: Jelang Euro 2020: Inilah Stadion Sepak Bola Termegah di Eropa

Terlebih pada awal musim sejumlah hasil positif mampu ditorehkannya bersama tim London Biru.

Tak ayal, sejumlah sanjungan dan pujian pun melayang ke Andre Villas-Boas.

Sayangnya, memasuki pertengahan musim Chelsea mulai kehilangan arah dan gagal mendapatkan hasil memuaskan.

Ditambah usia Villas-Boas yang hanya selisih satu hingga tiga tahun dengan para pemain senior Chelsea seperti, Didier Drogba, Frank Lampard, dan Petr Cech membuat banyaknya perbedaan pendapat.

Akhirnya, pada Februari 2012 Villas-Boas pun dipecat dan digantikan oleh asistennya yang juga legenda Chelsea, Roberto Di Matteo.

Siapa yang sangka, meneruskan tugas berat tak membuat Di Matteo menyerah. 

Ia bahkan berhasil meraih double winner di akhir musim yakni Piala FA dan Liga Champions.

Di tahun 2021 pun demikian, legenda Chelsea yang kala itu ikut mengangkat trofi Liga Champions dan menjadi kapten, Frank Lampard juga menjadi pelatih yang perlahan menyandang status overrated.

Status ini didapat di musim 2020-21 ini. Pasalnya, ia datang ke Chelsea sebagai pelatih pada musim 2019-20.

BACA JUGA: Juara LaLiga, Atletico Harus Boros Sedikit dan Pertahankan Bintang

BACA JUGA: Juara LaLiga, Buah Kesabaran dari Atletico Madrid dan Diego Simeone

Kala itu, ia masih dianggap terlalu dini dan belum berpengalaman melatih klub sebesar Chelsea.

Ditambah, pada awal kedatangannya Chelsea terkena larangan transfer yang membuatnya tak bisa mendatangkan banyak pemain.

Hal itu nyatanya tak membuat Lampard menjadikan masalah utama. Sebaliknya, ia banyak mempromosikan pemain muda dari akademi.

Dengan skuat seadanya, Chelsea menempati urutan keempat di akhir klasemen Liga Primer Inggris dan menjadi runner-up Piala FA.

Sebuah prestasi yang sebetulnya patut diapresiasi bagi pelatih belum berpengalaman, ditambah dengan skuat seadanya tapi bisa tembus Liga Champions.

Hasil inilah yang pada akhirnya membuat Lampard mulai banyak menuai pujian.

Ia bahkan sempat diprediksi bisa sukses melatih Chelsea sama seperti saat ia masih menjadi pemain.

Sayangnya, setelah mendatangkan banyak pemain dengan harga yang mahal, mulai dari Hakim Ziyech, Timo Werner, Edouard Mendy, Kai Havertz, dan Thiago Silva performa Chelsea tak jauh berbeda dengan awal kedatangannya.

Bahkan, Chelsea harus turun peringkat dan menempati keurutan ke delapan di klasemen Liga Primer Inggris.

BACA JUGA: Atletico Madrid Juara, Ini Daftar Kampiun La Liga Spanyol Era 2000-an

BACA JUGA: Sergio Aguero Jadi Pengganti atau Tandem Messi di Barcelona?

Ada yang membela, ada yang mengkritik, ada juga yang keduanya membela dan mengkritik.

Saya sendiri termasuk di nomor tiga, yaitu membela dan mengkritik.

Saya membela Lampard bukan karena dia pemain idola saya, tetapi karena menilai Lampard masih butuh waktu dan memang sulit untuk bisa mendapatkan hasil yang baik.

Apalagi, pemain baru yang didatangkan juga masih harus beradaptasi di awal kedatangannya.

Saya mengkritik karena Lampard sudah tahu formasi yang ia gunakan selalu gagal, tapi masih ngotot untuk memakai cara yang sama.

Hingga akhirnya, Lampard pun dipecat dan digantikan oleh pelatih yang sedikit lebih berpengalaman, yakni Thomas Tuchel.

Awal kedatangan Tuchel juga sempat diragukan, karena pelatih asal Jerman ini dibilang sukses bersama PSG yang bermain di Ligue 1 Prancis, di mana kompetisinya tak seketat Liga Primer Inggris.

Liga Champions pun tak menjadi tujuan juara karena memang fokus Chelsea saat itu adalah bisa mendapatkan tempat di musim depan di kompetisi Liga Champions.

Menariknya, Tuchel ternyata mampu membuat para pemain yang baru didatangkan ke Chelsea termasuk dirinya seakan-akan sudah bermain cukup lama.

BACA JUGA: Inter Milan Raih Scudetto, Ini Daftar Juara Serie A Era 2000an

BACA JUGA: Man City Juara Liga Primer Inggris, Ini Daftar Kampiun Era 2000an

Bagaimana tidak? Kekompakan para pemain Chelsea dalam membangun serangan dan menjaga lini pertahanan sama baiknya.

Tuchel berhasil membungkam para pengkritik dan yang meragukannya dengan trofi Liga Champions.

Tak hanya itu, Tuchel juga berhasil mengalahkan para seniornya yang sudah dianggap sebagai pelatih hebat di dunia.

Mulai dari Jose Mourinho, Pep Guardiola, Zinedine Zidane, Diego Simeone, hingga Carlo Ancelotti.

Berbagai pujian pun dilayangkan kepadanya dan apakah nantinya Tuchel bakal menjadi pelatih overrated selanjutnya dan tengah musim depan bakal dipecat?

Untuk kali ini, saya rasa tidak. Nama Thomas Tuchel lebih mentereng dan berpengalaman jika dibandingkan dengan Villas-Boas dan Frank Lampard.

Semoga saja, pada musim panas nanti Thomas Tuchel bisa mendatangkan sejumlah pemain baru untuk membuat skuat Chelsea semakin solid dan bisa meraih banyak gelar juara.

Lalu dimanakah letak perbedaan Chelsea di tahun 2012 dengan Chelsea di tahun 2021? 

Menurut saya, para pemain Chelsea di tahun 2012 memiliki banyak pemain senior berpengalaman yang mempunyai mental juara.

BACA JUGA: Mantap! Chelsea Beri Tuchel Jajan 3 Triliun Rupiah

BACA JUGA: Mengenang Suka-Duka Pengalaman Kerja Jadi Reporter

Nama-nama seperti Frank Lampard, Didier Drogba, Ashley Cole, dan Petr Cech yang sudah bermain cukup lama jelas membuat Chelsea di tahun 2012 memiliki semangat juang yang tinggi. 

Sementara Chelsea di tahun 2021 memiliki banyak pemain muda, artinya sedang masuk dalam masa transisi.

Mental juara dan mental pemenang yang baru dibentuk membuat semangat para pemain muda Chelsea, seperti Mason Mount, Reece James, Timo Werner, Christian Pulisic, dan juga Kai Havertz membuat The Blues memiliki masa depan yang terbilang cerah.

Semoga saja para pemain ini bisa dipertahankan sang juara bertahan Liga Champions, Chelsea karena kekompakan mereka sudah mulai terlihat dan semoga saja terus terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun