Berbagai macam jenis berita dan juga opini yang berkaitan erat dengan peristiwa tersebut, tersedia dengan sangat mudah serta dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja di media sosial.
Salah satu topik hangat dan menarik adalah topik tentang Pawang Hujan pada MotoGP. Keberadaan pawang hujan dalam kegiatan bergengsi seantero itu nyatanya mengundang banyak perhatian publik. Tak sedikit manusia-manusia Indonesia merespon ritual tersebut sebagai sesuatu yang "kuno" dan memalukan.
Memandang aktivitas pawang hujan sebagai sesuatu yang memalukan adalah gambaran dari pelita dengan kuantitas minyak yang sedikit. Suatu gambaran yang menunjukkan bahwa manusia belum mampu menggunakan matanya sebagai pelita yang sungguh-sungguh membawa cahaya cinta dan bukan derita.
Aktivitas yang dilakukan oleh pawang hujan merupakan bagian dari kearifan lokal suatu budaya. Ini adalah kekayaan tradisi dan budaya yang sudah melekat erat dalam diri manusia Indonesia. Bersamanya memuat kesatuan, dan menjadi bagian integral yang tak bisa dilepas begitu saja dari manusia Indonesia.
Maka ketika aktivitas pawang hujan dikatakan sebagai sesuatu yang memalukan, maka secara tidak langsung kita menampar diri kita sendiri; kita mengatakan bahwa diri kita juga memalukan; kita menolak keberadaan diri kita sendiri sebagai makhluk hidup yang berbudaya. Kita malu pada diri kita sendiri.
Nah, kita mesti mengubah cara pandang kita; kita mesti mengisi lebih banyak pelita kita dengan minyak agar benderangnya kian terang, sehingga kita tidak tersesat pada jalan yang gelap. Apa yang dilakukan oleh Si Pawang Hujan pada waktu itu sejatinya merupakan sesuatu yang patut untuk diapresiasi.
Ritual yang pawang hujan lakukan secara tidak langsung memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki ragam dan budaya dan kearifan lokal yang unik. Bahwa sebagai sebuah kearifan lokal, aktivitas pawang hujan bukanlah sesuatu yang rendah, tidak bernilai dan mistis.
Aktivitas atau ritual pawang hujan mesti dianggap sebagai suatu kekayaan yang patut dibanggakan dan dilestarikan, bukan sebagi benalu yang dianggap memalukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H