Mohon tunggu...
Yohanes Bosco Otto
Yohanes Bosco Otto Mohon Tunggu... Lainnya - PNS Penyuluh Agama Katolik Kantor Kementerian Agama Kota Pangkalpinang Babel

Berbuatlah mulai dari hal kecil

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Standar Nasional Pendidikan

28 Maret 2023   09:00 Diperbarui: 28 Maret 2023   09:03 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

  • STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
  • Kata standar dalam Kamus Pelajar berarti "sesuatu yang dipakai sebagai contoh atau ukuran yang baik, patokan mutu, atau kriteria minimal" (Depdiknas, 2003: 645).
  • Tuijnman dan  Postlethwaite (1994: 2) mengemukakan:
  • A standard refers to the degree of excellence required for particular purposes, a measure of what is adequate, a socially and practically desired level of performance (cf. Livingston, 1985). An education standard can be described as the specification of a desired level of content mastery and performance.
  • Suatu standar menunjuk pada taraf atau tingkat keunggulan yang diinginkan untuk suatu tujuan khusus, suatu takaran kecukupan, suatu level kinerja yang dihasratkan, baik secara sosial maupun praktis.
  • Kata Nasional berarti mencakup seluruh wilayah suatu bangsa, dalam hal ini Republik Indonesia. Istilah pendidikan telah dikenal dalam berbagai bidang kehidupan, di semua negara dan bangsa. Ada banyak pendapat tentang pendidikan. Namun intisarinya menurut pendapat penulis adalah suatu proses dengan menggunakan input dan sumber daya tertentu untuk mencapai perubahan pada peserta didik yang berdampak perubahan dan kemajuan suatu bangsa.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pemerintah mendefinisikan bahwa: "Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi delapan items, yakni kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian." Peraturan Pemerintah ini kemudian diperbaharui dengan Perarturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan merupakan kunci untuk mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Cakupan SNP terdiri dari 8 (delapan) standar, yaitu: (i) standar kompetensi lulusan; (ii) standar isi; (iii) standar proses; (iv) standar penilaian pendidikan; (v) standar tenaga kependidikan; (vi) standar sarana dan prasarana; (vii) standar pengelolaan; dan (viii) standar pembiayaan.



  • Secara konseptual, standar pendidikan dapat dilihat sebagai spesifikasi outcomes yang berkaitan dengan tujuan-tujuan pendidikan spesifik, yang sering diatur secara nasional oleh pemerintah pusat dan disempurnakan secara terencana, terarah dan berkesinambungan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan, baik lokal, nasional, maupun global.


    • Konsep yang digunakan dalam penelitian ini, ialah definisi operasional dan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam kaitan ini, peneliti tidak dapat memberikan definisi operasional tersendiri karena yang ingin dievaluasi atau dikaji adalah standar yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  • Pentingnya Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan. 
  • Standar Nasional Pendidikan mempunyai fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Tujuannya adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (SNP, 2005).
  • Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, maka pemenuhan standar nasional pendidikan tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya. Beberapa alasan dapat dikemukakan di sini.
  • Pertama, secara filosofis pemenuhan standar nasional pendidikan mempunyai makna mengangkat harkat dan martabat bangsa. Harkat dan martabat bangsa ditentukan oleh kualitas aspek-aspek kehidupan bangsa. Kualitas aspek-aspek kehidupan itu dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia. Hal ini dicapai melalui proses pendidikan yang berstandar.
  • Kedua, secara ekonomis pemenuhan standar nasional pendidikan bernilai di satu pihak adalah rate of return investasi pendidikan, dan di lain pihak bernilai investasi human capital yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta produktivitas berbagai aspek pembangunan suatu bangsa, karena dikelola oleh sumber daya manusia yang unggul dan handal.
  • Ketiga, secara politis dapat mengembangkan rasa patriotisme atau cinta tanah air, meningkatkan daya saing bangsa, kesetaraan dengan bangsa lain, ukuran kemajuan bangsa, dan kualitas serta kemakmuran bangsa. Secara sosial mengindikasikan meningkatnya cultur dan perababan manusia dimana disharmonisasi dapat semakin direduksi; pertikaian, permusuhan, dan anarkisme semakin ditanggulangi oleh manusia yang terdidik hasil proses pendidikan yang berstandar nasional maupun internasional; dan secara kultural dapat mengembangkan wawasan akan kekayaan khasanah seni budaya, suku, adat istiadat, dan kekhasan masing-masing daerah dalam satu kesatuan bangsa.  

    • Dalam konteks satuan pendidikan (sekolah) keterpenuhan standar nasional pendidikan mempunyai dampak yang penting, terutama pada meningkatnya input, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif; meningkatnya kualitas proses dan output proses; meningkatnya peranserta masyarakat dan dunia usaha; serta meningkatnya sumber daya yang dibutuhkan dalam proses penyelenggaraan pendidikan.
    • Essensi Delapan Standar Nasional Pendidikan (PP Nomor 19 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional/Permendiknas).
  • Standar Isi (Kurikulum)

    Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (SNP: 2005)

    Sukmadinata, dalam Rosyadi (2007: 26) mengemukakan bahwa kurikulum sebagai sebuah sistem merupakan rangkaian konsep tentang berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara koheren dengan lainnya, dan bahwa kurikulum itu sendiri memiliki keterkaitan dengan semua unsur dalam sistem pendidikan secara komprehensif.

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (BSNP, 2006:5). Rosyadi mengemukakan untuk penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan harus memperhatikan beberapa acuan, yaitu: "peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat siswa; keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; tuntutan dunia kerja; perkembangan ipteks, dinamika perkembangan global" (Rosyadi, 2007:64).

    Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi, yang terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kompetensi sebagaimana dimaksud ini perlu mengacu kepada teori yang relevan. Teori yang relevan tentang kompetensi adalah teori Benjamin S Bloom yang dikenal dengan taksonomi bloom. Bloom sebagaimana dikemukakan oleh Wiles dan Bondi dalam Rosyadi (2007: 72) membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga kompetensi yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.

    • Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mengatur beberapa hal tentang isi (kurikulum) yang diuraikan selanjutnya. Pertama, satuan pendidikan dituntut melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan delapan muatan KTSP, yaitu mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri, pengaturan beban mengajar, kriteria ketuntasan minimal, kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Dalam mengembangkan kurikulum sekolah bersama-sama pihak terkait, yakni seluruh guru mata pelajaran, konselor, dan komite sekolah atau penyelenggara lembaga pendidikan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Pengembangan KTSP mesti disahkan oleh Dinas Pendidikan atau Departemen Agama.
    • Kedua, KTSP hendaknya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; beragam dan terpadu; tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; relevan dengan kebutuhan kehidupan; menyeluruh dan berkesinambungan; dan belajar sepanjang hayat; serta seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
    • Setelah dikembangkan KTSP dilaksanakan berdasarkan tujuh prinsip. Tujuh prinsip itu ialah pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya; kurikulum hendaknya dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan;
    • Pelaksanaan kurikulum di sekolah mesti memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tunanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. Kurikulum hendaknya dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada;
    • Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar, dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal dan mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri yang diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
    • Keempat, dalam Permendiknas tersebut diharapkan sekolah memiliki kurikulum muatan lokal yang penyusunan dan pengembangannya melibatkan beberapa pihak, yakni kepala sekolah, guru, komite sekolah atau penyelenggara lembaga pendidikan, Dinas Pendidikan kabupaten/kota atau Departemen Agama, dan instansi terkait di daerah. Dan untuk pengembangan diri peserta didik sekolah dituntut untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan layanan konseling.
    • Kelima, setelah kurikulum dikembangkan, sekolah menjabarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ke dalam indikator-indikator untuk setiap mata pelajaran, dan dalam proses menerapkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan ketentuan beban belajar, yakni satu jam pelajaran tatap muka selama 40 menit, jumlah jam pembelajaran per minggu minimal 32 jam, dan jumlah minggu efektif per tahun minimal 34 minggu. Beban belajar untuk sekolah menengah pertama atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS), beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul dari BNSP. Kemudian sekolah menjadwalkan awal tahun pelajaran, minggu efektif, pembelajaran efektif, dan hari libur pada kalender akademik yang dimiliki. Untuk meningkatkan kemampuan peserta didik memahami materi setiap guru mata pelajaran hendaknya memberikan penugasan terstruktur kepada siswa dan merancang tugas mandiri tidak struktur untuk mencapai kompetensi tertentu.

      • Keenam, sebagai pedoman operasional guru dalam kegiatan pembelajaran, maka kurikulum yang telah dikembangkan itu harus memiliki silabus. Pengembangan silabus mata pelajaran oleh guru menggunakan tujuh langkah, yaitu mengkaji dan menentukan standar kompetensi; mengkaji dan menentukan kompetensi dasar; mengidentifikasi materi pokok pembelajaran; mengembangkan kegiatan pembelajaran; merumuskan indikator pencapaian kompetensi; dan menentukan jenis penilaian; serta menentukan alokasi waktu dan sumber belajar.
      • Ketujuh, sejak Pendidikan nasional digulirkan kurikulum sudah berkali-kali berubah. Saat ini kita menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar. Karakteristik kurikulum Merdeka Belajar adalah pengembangan soft skills dan karakter, focus pada materi esensial, pembelajaran bersifat fleksibel. Kemudian tiga pilihan implementasi kurikulum Merdeka secara mandiri adalah mandiri belajar, mandiri berubah dan mandiri berbagi.
      • Standar Proses 
    • Salah satu faktor yang sangat ikut menentukan kualitas hasil pendidikan pada satuan pendidikan tertentu ialah proses pembelajaran yang dikelola oleh guru. Proses pembelajaran merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh guru dan peserta didik dalam kelas untuk mencapai kompetensi suatu materi yang telah dirancang. Demi menjamin kualitas proses pembelajaran dimaksud, pemerintah menetapkan standar proses yang merupakan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (Permendiknas Nomor 41, 2007).

      Sebagai landasan model pembelajaran, UNESCO mencanangkan empat pilar proses pembelajaran yakni learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.  Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran tidak memposisikan peserta didik sebagai pendengar tetapi sebagai subyek yang aktif dan kreatif melakukan proses untuk perkembangannya.

      Bloom dalam Harsanto (2007: 18) mengemukakan bahwa cakupan proses pembelajaran berbasis kompetensi mengandaikan adanya kesadaran bahwa belajar bukan hanya kegiatan kognitif, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik mampu bereksistensi, melakukan sesuatu yang bernilai bagi dirinya pihak lain, mampun berpikir, dan mengembangkan hidupnya bersama orang lain.

      Maka, proses pembelajaran pada satuan pendidikan hendaknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Permendiknas 41, 2007).

      HALAMAN :
      1. 1
      2. 2
      3. 3
      4. 4
      Mohon tunggu...

      Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
      Lihat Pendidikan Selengkapnya
      Beri Komentar
      Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

      Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun