Mohon tunggu...
Yohanes Bara Wahyu Riyadi
Yohanes Bara Wahyu Riyadi Mohon Tunggu... Penulis -

Bekerja di Majalah BASIS dan Majalah UTUSAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuhan Sebagai Babu

25 Oktober 2017   15:44 Diperbarui: 25 Oktober 2017   15:57 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benedictus WIdi Handoyo bersama tunangannya, Griffin Theresia.

Hingga pada 2015 dalam komunitas Magis ia mendapatkan materi Sarana dan Tujuan dari seorang Jesuit. "Tujuan manusia diciptakan adalah memuliakan Tuhan, semua hal di dunia ini adalah sarana untuk memuliakan-Nya. Bagi sebagian orang, sehat adalah sarana untuk berkarya dan memuliakan Tuhan. Untukku, sakit adalah sarana untuk memuliakan Tuhan," kisah Widi. Ia menambahkan, dengan sakit ia bisa memberikan semangat bagi banyak orang sakit untuk terus  melanjutkan hidup, juga mengingatkan yang sehat untuk tetap menjaga kesehatan.

"Akhirnya setiap berdoa, aku tidak pernah lagi meminta, aku hanya mengucap syukur karena diberi hidup saja aku sudah maturnuwun. Tuhan kasih pekerjaan ya syukur, kalau tidak ya aku tidak akan ngoyo cari, demikian juga dalam hal pasangan hidup. Karena pekerjaan dan pasangan hidup memang penting, tapi hidup lebih penting," pasrah Widi. Sebab menurutnya jika kita berdoa lebih banyak untuk meminta, sama halnya menganggap Tuhan sebagai babu yang bisa diperintah seenaknya.

Tanpa itensi apapun, Widi sempat menulis kisahnya itu dalam media online dan keajaibanpun terjadi, "Ada perempuan yang baca dan mencariku, dia minta pertemanan Facebook, tanpa teman bersama dan aku gak kenal dia siapa. Dia tanya-tanya tentang cuci darah lalu aku tawarkan untuk datang melihat, dan dia datang, kami kenalan lalu sekarang kami pacaran. Ketika kita sudah pasrah 100% pada Tuhan, caranya selalu ajaib bantu kita. Demikian juga soal pekerjaan, tiba-tiba ada panggilan kerja dan memberikan kelonggaran waktu untuk cuci darah." Ceritanya.

Bagi Widi, menjadi penyintas gagal ginjal perlu dukungan banyak orang, "Mamaku selalu dukung aku, selain doanya yang sangat kuat, mama selalu memberikan kesempatan padaku untuk terus berkarya asalkan bisa jaga diri, karena perlakuan kasihan dan menganggap lemah penyintas justru membuatnya semakin sakit. Orang cacat sekalipun harus diberi kesempatan yang sama, karena mereka pasti tahu cara bertahan hidup," akunya.

Pria yang kini bekerja sebagai freelancer IT mengungkapkan, kehendak untuk tetap hidup harus datang dari diri sendiri, sebab menurutnya penyintas gagal ginjal ada yang hanya bertahan 3 bulan karena tidak menerima kenyataan dan melanggar pantang, "Kami hanya boleh minum maksimal 500 ml sehari, tidak boleh makan yang mengandung fosfat dan kalium, ya harus patuh. Jangan hanya kalau ada yang mengawasi," tutur Widi. Sebab, alat cuci darah hanya menggantikan 25% fungsi ginjal, "Ginjal sehat itu seperti auto pilot,serba otomatis. Gagal ginjal itu seperti pilot manual, semua dikendalikan oleh otak kita untuk selektif dan atur pola makan dan minum." Tambah Widi.

Widi berpesan pula untuk senantiasa bersyukur melalui hal-hal yang sederhana, "Bagi kami penderita gagal ginjal pipis itu anugerah, bagi yang tuna netra melihat itu impian, bagi yang cacat tangannya menyentuh adalah impian. Buat yang masih bisa merasakan semua itu marilah bersyukur, jangan kehilangan dulu baru bersyukur, konyol itu. Tuhan bisa ditemukan dalam segalanya, bisa menemukan Dia dari pipismu itu, bisa dari kita bisa menyentuh sesuatu." Ajaknya. Bagaiman kita bisa memahami dan menerima Tuhan yang sangat besar dan agung, kalau diri sendiri yang kecil ini saja tidak bisa kita pahami.  Kalau sudah bisa sungguh menerima diri, jadi gampang menerima yang di atas, karena Dia hadir melalui diri kita. Tutup Widi.

(Diterbitkan dalam Majalah UTUSAN April 2017)

Yohanes Bara

Pringgokusuman, 15 Maret 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun