Mohon tunggu...
Yohanes Wijaya
Yohanes Wijaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Pernah belajar di Marsudirini Bogor, dan Seminari Stella Maris, menjadikan pribadi yang selalu berani mencoba untuk menemukan arti yang sesungguhnya dalam hidup. Terutama di dalam keterlibatannya dalam menulis sebagai penulis. Pernah mengikuti kunjungan di lembaga otoritas jasa keuangan, terlibat di program Aflatoun, IYD, pemberdaya kebersihan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemberkatan Pasangan Sesama Jenis di Gereja Katolik Apakah Sah?

3 Mei 2024   20:29 Diperbarui: 14 Mei 2024   11:22 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

lesbian, gay, biseksual, trans, dan queer(LGBTQ+) adalah fenomena yang membuat kancah media intenasional menyorotnya karena menyangkut penyimpangan moralitas dikalangan masyarakat. Banyak negara-negara melegalkan adanya lesbian, gay, biseksual, trans, dan queer (LGBTQ+) dengan dalih untuk membela kebebasan manusia dan negara-negara yang menolak akan hal ini dianggap sebagai penindas kebebasan manusia. Secara umum lesbian, gay, biseksual, trans, dan queer (LGBTQ+) merujuk pada singkatan dari Lesbian ,Gay ,Biseks, Transgender, Queer, dan orientasi seksual lainnya.

Pada Senin, 18 Desember 2023  mengutip pernyataan-pernyataan dari www.vaticannews.va  Badan Dekasteri Doktrin Iman telah mengeluarkan dokumen gereja bertajuk "Fiducia Supplicant". Dokumen ini berisi tentang persetujuan pemberkatan pasangan sesama jenis yang sudah disetujui oleh Paus Fransiskus  tetapi tanpa adanya unsur liturgi perkawinan dan tata perayaan sakramen perkawinan.

Menurut kutipan tersebut dikatakan bahwa adanya perbedaan makna pemberkatan dalam cakupan liturgi dan ritual bahkan juga membedakan dengan tindakan yang lebih mirip dengan tanda-tanda modern yang spontan. Kemudian, dalam hal ini perlu disorot juga apa hakikat dari perkawinan Katolik sendiri, perkawinan baru disebut sah dalam Gereja Katolik kalau pasangan yang menjalankan perkawinan adalah seorang pria dan seorang wanita dan yang sudah dibaptis (Bdk.KHK.Kan 1055 1).

Dalam hal ini manusia adalah rekan sekerja Allah dalam meneruskan karya keselamatan di dalam dunia hal ini sudah sangat gamblang dijelaskan. Sejak dari kisah penciptaan di mana Adam dan Hawa sebagai gambaran dari manusia pertama dan sekaligus dari citra Allah sendiri diberikan tugas untuk beranak cucu (lih.Kej 1:28) sudah sesuai kodratnya laki laki dan perempuan semestinya yang diinginkan Allah.

Banyak umat Allah menyetujui akan persoalan kodrati manusia itu sesuai dengan citra Allah dan sesuai dengan hakikatnya perempuan adalah perempuan dan laki-laki adalah laki-laki namun, dewasa ini kecenderungan untuk menyimpang dari hukum kodrat itu sudah amat liar.

Dalam dokumen libertatis nuntius  dikatakan  kebebasan manusia  bisa salah dan terbatas  mungkin orang seringkali terjebak ada sesuatu yang kelihatannya baik tanpa menimbang apa esensi dari yang kelihatannya baik itu. Masyarakat jaman sekarang hanya berhenti pada budaya  rasionalisme  yang sesungguhnya  segala sesuatu bisa tercapai dan bahkan benar hanya menurut akal budi hingga mudah terpenjara dalam kepemilikan pribadi sehingga memunculkan penolakan terhadap moralitas, nilai spiritual maupun nilai-nilai agama.

Banyak hal termasuk LGBT diputarbalikan terutama dalam aspek kebebasan Gereja, pasca Konsili Vatikan kedua patut disyukuri karena sudah mempunyai semangat pembaharuan (Ecclesia semper reformanda) Gereja senantiasa mencoba memperbaiki diri dan mengikuti perkembangan zaman bahkan meneliti tanda-tanda zaman dalam terang injil. 

Sejak itu lah Gereja juga membela soal hak-hak asasi manusia yang menjadi sorotan adalah orang-orang yang tersingkir. Realitas yang berada di masyarakat para LGBTQ dianggap para penular virus dan dijauhi para khalayak umum karena takut tertular. LGBTQ diandaikan seperti virus Covid-19 penularan virus-virus itu akan terjadi jika ada kontak fisik pertanyaanya apakah LGBTQ bisa menular lewat kontak fisik ?

Ada kemungkinan doktrin-doktrin LGBTQ akan menular lewat doktrinisasi saya lebih setuju. Tetapi, sebetulnya itu tergantung dari diri kita sendiri juga apakah kita kan teguh pada keyakinan kita sebagai manusia bermartabat sesuai dengan kodratnya atau sebaliknya?. Pada Dokumen dari kantor doktrin Vatikan sudah dijelaskan bahwa pemberkatan pasangan sesama jenis itu tidak akan melegitimasi situasi yang tidak biasa. Hal tersebut menjadi tanda bahwa Tuhan menyambut baik semua orang dan menghormati hak orang secara perlahan.

Pada Dokumen ini ditegaskan bahwa pemberkatan tidak disamakan dengan sakramen pernikahan heteroseksual. Hal ini yang perlu dipahami bersama sehingga tidak salah persepsi dan membuat asumsi sendiri yang tidak sesuai.  Dalam Katekismus Gereja Katolik no.1669 dapat dilihat secara jelas bedanya antara pemberkatan dengan sakramen dijelaskan bawasanya pemberkatan itu adalah tindakan memberikan berkat dan doa di luar liturgi sakramen. Gereja memiliki hak dan kewajiban untuk menghindari ritus apa pun yang mungkin bertentangan dengan keyakinan ini atau menyebabkan kebingungan (FS.5). Pada kasus LGBTQ pemberkatan ini bermaksud melarang pemberian berkat yang diberikan secara bersamaan dengan ritus atau liturgi sakramen perkawinan yang mencakup komponen seperti pakaian, gerak tubuh, atau kata-kata yang sesuai dengan sakramen perkawinan (FS.39).

Ada juga beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pasangan-pasangan itu diberkati yaitu kebijakan para imam harus dipertajam dalam hal ini bukan para imam yang berinisiatif untuk memberkati. Tetapi, dari dalam pasangan itu harus memiliki kesadaran diri yang penuh hingga memungkinkan mereka berbalik ke jalan yang benar mereka harus membuka diri kepada Allah dalam menjalani hidup yang lebih baik.

Para klerus juga dapat memohon agar orang-orang itu memiliki kedamaian, kesehatan, semangat kesabaran, dialog, dan saling menolong dan juga terang dan kekuatan Allah untuk dapat memenuhi kehendak-Nya sepenuhnya (FS.38). Perlu ditegaskan lagi para klerus hendaknya juga dibentuk untuk melakukan pemberkatan-pemberkatan secara spontan yang tidak ditemukan dalam Buku Berkat (FS.35).  Jadi, Persepsi orang banyak yang salah soal makna pemberkatan pasangan sesama jenis ini. Alangkah baiknya sebagai pembaca yang budiman harus membaca secara teliti ketegangan yang mungkin muncul di masyarakat gerejani membuat situasi memburuk.

Tak sedikit  yang malah menentang Gereja Katolik tanpa melihat dulu apa inti dari dokumen ini persepsi yang salah akan membuat situasi semakin memburuk meskipun pasangan sesama jenis secara terus terang menyimpang dari moralitas kristiani. Janganlah kita sebagai manusia yang menyadari akan kodrat manusia dan jati diri malah terbawa arus untuk menyingkirkan mereka hal ini bisa digolongkan sebagai pelanggaran HAM.

Sebagai manusia yang masih bisa berpikir secara sehat dan keadaan sebenarnya  sudah semestinya kita jangan memandang suatu persoalan dari satu sudut pandang di sini dimaksudkan juga bukan untuk melegalkan LGBTQ, tetapi juga menantang para khalayak untuk berefleksi apakah dengan menyingkirkan mereka dari masyarakat adalah solusi terbaik? Jawabanya belum tentu. Hal ini didasarkan oleh berbagai latar belakang kenapa ada permasalah LGBTQ kelompok mereka ini memiliki kecenderungan masalah psikologis kemungkinan terbesar adalah kebingungan mencari identitas dan peran mereka sebagai ciptaan Allah.

Mereka mencoba segala sesuatu yang cocok menurut mereka tetapi sudah terlampau jauh dari yang seharusnya kalau ada yang mengatakan "Lah, aku kan dari sananya sudah seperti ini". Pertanyaan dan pernyataan counter bisa kita tawarkan kepada mereka jangan mudah punya mental pasrah yang seperti itu pertanyaan "Memang menurutmu siapa dirimu?" akan membantu mereka pada penemuan akan jati diri yang sejati. Ini bukan hanya saja soal hukum dan moralitas tetapi  ini adalah persoalan bagaimana hukum dan moralitas bisa membuat hidup kita menjadi benar-benar dihidupi.

Sumber : Naskah Doktrin Gereja Katolik "Fiducia Supplicant" - Komsos Manado  www.vaticannews.va

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun