Mohon tunggu...
Yohanes Wijaya
Yohanes Wijaya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Pernah belajar di Marsudirini Bogor, dan Seminari Stella Maris, menjadikan pribadi yang selalu berani mencoba untuk menemukan arti yang sesungguhnya dalam hidup. Terutama di dalam keterlibatannya dalam menulis sebagai penulis. Pernah mengikuti kunjungan di lembaga otoritas jasa keuangan, terlibat di program Aflatoun, IYD, pemberdaya kebersihan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemberkatan Pasangan Sesama Jenis di Gereja Katolik Apakah Sah?

3 Mei 2024   20:29 Diperbarui: 14 Mei 2024   11:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Para klerus juga dapat memohon agar orang-orang itu memiliki kedamaian, kesehatan, semangat kesabaran, dialog, dan saling menolong dan juga terang dan kekuatan Allah untuk dapat memenuhi kehendak-Nya sepenuhnya (FS.38). Perlu ditegaskan lagi para klerus hendaknya juga dibentuk untuk melakukan pemberkatan-pemberkatan secara spontan yang tidak ditemukan dalam Buku Berkat (FS.35).  Jadi, Persepsi orang banyak yang salah soal makna pemberkatan pasangan sesama jenis ini. Alangkah baiknya sebagai pembaca yang budiman harus membaca secara teliti ketegangan yang mungkin muncul di masyarakat gerejani membuat situasi memburuk.

Tak sedikit  yang malah menentang Gereja Katolik tanpa melihat dulu apa inti dari dokumen ini persepsi yang salah akan membuat situasi semakin memburuk meskipun pasangan sesama jenis secara terus terang menyimpang dari moralitas kristiani. Janganlah kita sebagai manusia yang menyadari akan kodrat manusia dan jati diri malah terbawa arus untuk menyingkirkan mereka hal ini bisa digolongkan sebagai pelanggaran HAM.

Sebagai manusia yang masih bisa berpikir secara sehat dan keadaan sebenarnya  sudah semestinya kita jangan memandang suatu persoalan dari satu sudut pandang di sini dimaksudkan juga bukan untuk melegalkan LGBTQ, tetapi juga menantang para khalayak untuk berefleksi apakah dengan menyingkirkan mereka dari masyarakat adalah solusi terbaik? Jawabanya belum tentu. Hal ini didasarkan oleh berbagai latar belakang kenapa ada permasalah LGBTQ kelompok mereka ini memiliki kecenderungan masalah psikologis kemungkinan terbesar adalah kebingungan mencari identitas dan peran mereka sebagai ciptaan Allah.

Mereka mencoba segala sesuatu yang cocok menurut mereka tetapi sudah terlampau jauh dari yang seharusnya kalau ada yang mengatakan "Lah, aku kan dari sananya sudah seperti ini". Pertanyaan dan pernyataan counter bisa kita tawarkan kepada mereka jangan mudah punya mental pasrah yang seperti itu pertanyaan "Memang menurutmu siapa dirimu?" akan membantu mereka pada penemuan akan jati diri yang sejati. Ini bukan hanya saja soal hukum dan moralitas tetapi  ini adalah persoalan bagaimana hukum dan moralitas bisa membuat hidup kita menjadi benar-benar dihidupi.

Sumber : Naskah Doktrin Gereja Katolik "Fiducia Supplicant" - Komsos Manado  www.vaticannews.va

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun