Mohon tunggu...
Yohanes Djanur
Yohanes Djanur Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis Lepas. Menyukai sastra dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersama Adira Finance: Pesona Waerebo, Kopi dan Filantropi Global

7 November 2022   12:21 Diperbarui: 7 November 2022   12:32 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Merdeka.com/Adelia Syafitri

Sejenak menelisik jauh ke dalam pikiran, mencoba menemukan seberkas jawaban dari setiap pertanyaan jiwa melalui pena dan mata yang selalu melihat indah, dan seketika itu pula terlintas dalam pikiran nama Waerebo sebagai sebuah keindahan dan pesona di Timur Indonesia. Sebuah destinasi wisata desa yang terletak di ujung barat pulau Flores,tepatnya di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai-NTT, ternyata menyimpan pesona alam dan budaya yang eksotis.

Nama Waerebo dalam konteks kehidupan keseharian masyarakat lokal Manggarai sering identik dengan adat, sebab di kampung Waerebo masih terlihat jelas eksistensi jejak perjalanan dan peninggalan peradaban manusia Waerebo  yang dilukiskan melalui keaslian 7  bangunan rumah adat Manggarai berbentuk kerucut yang dalam bahasa Manggarai disebut Mbaru niang (Indonesia: rumah tinggal) dan sekaligus kehadiran komunitas masyarakat kampung adat Waerebo yang masih menganut adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang yang sudah berusia kurang lebih 1200 tahun.  

Karena keunikan dan juga warisan budaya yang tiada duanya, hunian adat di desa Waerebo mampu meraih Award of Excellence, anugerah tertinggi dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation 2012 dan secara resmi menetapkan Waerebo sebagai salah satu situs warisan Budaya dunia. Sejak dari saat itulah nama desa adat Waerebo kian populer di telinga dan mata para wisatawan lokal maupun mancanegara. 

Populernya wisata kampung adat Waerebo ternyata memberikan kesejukan dan kesuburan di dalam upaya mentransformasikan nilai-nilai luhur kearifan lokal budaya Manggarai ke dalam pentas seni kehidupan dunia modern. Oleh karena itu, banyak wisatawan atau filantoper global yang berkunjung  menikmati alam dan meresapi makna kultural di balik senyuman, arsitektur bangunannya yang khas dan upacara sambutan selamat datang dalam balutan busana songke dan tata cara adat Manggarai yang kaya akan makna filosofis. 

Dalam konteks ini, waerebo semacam oase di tengah Padang gurun globaliasi dan modernisasi. Waerebo hadir sebagai air penyejuk dahaga kemanusiaan yang mulai terkikis oleh badai hedonisme zaman yang semakin menjalar ke seluruh sisi kehidupan masyarakat global.

Waerebo sebagai objek wisata desa unggulan tentu mendapat tempat yang istimewa di hati para wisatawan dan filantroper global. Selain keindahan alam dan budaya yang eksotis, ternyata di wae rebo juga menyimpan 'candu' bagi setiap insan penikmat kopi. Kopi sepertinya telah menjadi 'welcome drink' bagi siapa saja yang berkunjung di desa adat Waerebo.

Desa adat Waerebo dan kopi adalah dua entitas yang tak terpisahkan dari sebuah perjalanan peradaban manusia di Waerebo. Selain kayu kopi dijadikan sebagai kayu bakar untuk memasak, ternyata kopi merupakan komoditas utama perekonomian masyarakat setempat. Kopi telah menjadi unsur pokok di dalam menopang kebutuhan ekonomi primer sehari-hari, seperti membeli beras dan lauk pauk. Sekaligus menjadi sumber utama pembiayaan kebutuhan sekolah bagi anak-anak di desa Waerebo. Namun, semenjak dibukanya akses wisata adat pada tahun 2008 silam oleh tokoh adat dan pemerintah setempat, berlahan-lahan roda perekonomian masyarakat mulai bertumpuh pada sektor pariwisata hingga sampai detik ini.

Secara geografis, desa adat Waerebo berada di atas ketinggian 1300 mdpl sehingga memungkinkan tumbuhan tropis seperti Kopi tumbuh dan berkembang cukup baik. Hal ini juga berpimplikasi pada jenis Kopi yang tumbuh di alam Waerebo, yaitu jenis kopi Robusta dan Arabika. Robusta yang biasanya tumbuh diatas ketinggian 1000 mdpl dan ada juga kopi Arabika yang hidup di 1500 mdpl. Beda kedua kopi tersebut terdapat dari ciri rasa yang dihasilkan dan bentuk buahnya.

Dengan kondisi geografis demikian, tak heran Waerebo sungguh-sungguh menyajikan pesona alam dengan balutan budaya lokal yang khas dipadu dengan cita rasa kopi yang pas adalah rumah filosofis  bagi setiap pengelana kata, rumah sosiologis bagi mereka yang meracik keadilan, rumah ret-ret bagi mereka yang memburuh ketenangan jiwa dan oase bagi insan global.

Berbicara tentang eksistensi pariwisata masa kini dengan segala aspek perkembangan dan peradaban manusia modern, hal yang perlu dipikirkan sebenarnya adalah refleksi dan rekonsiliasi. Mengapa? Sebab dengan refleksi dan rekonsiliasi para insan global kembali menemukan jalan pulang dari penat dan hiruk-pikuknya geliat kehidupan modern. Refleksi dan Rekonsiliasi adalah suatu upaya untuk kembali menumbuhkan rasa kemanusiaan yang hilang, di dalam rangka memperbaiki ekosistem lingkungan hidup yang mulai rusak, akibat deras dan lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai aspek kehidupan masyarakat global. Salah satunya adalah ileggal logging, di mana hutan dimusnakan untuk dijadikan alat komoditi oleh sebagian kapitalis dengan menggerakan peralatan-peralatan berat yang super canggih.

Lantas, apa relevansinya antara kopi dengan pencarian makna filosofis dari kegiatan wisata kampung adat Waerebo untuk tatanan kehidupan global yang lebih harmonis dan humanis?

Di dalam literasi kehidupan dunia modern, aktifitas menikmati secangkir kopi adalah telah menjadi semacam candu dan hobby. Selain itu, kopi juga telah menjadi semacam media bagi terbukanya dialetika sebagai warga negara dan warga global. Kopi dijadikan sebagai booster di dalam merangkai dan menggapai ruang imajinasi, sehingga kreasi bisa membumi dari langit pikiran ke alam nyata kehidupan. Dari ruang ide menuju praksis tindakan. 

Terbukti, sampai hari ini  kopi sering digandrungi oleh masyarakat global, terlebih khusus wisatawan yang sering melakukan eksplorasi hanya sekedar menikmati cita rasa kopi dari berbagai belahan dunia. Tak terkecuali kopi Waerebo yang menyajikan cita rasa yang khas di setiap kopi tubruknya. Dan penggiat Kopi Waerebo telah menjadi kopi Waerebo sebagai  produk unggulan UMKM yang kerap disukai oleh wisatawan lokal maupun mancanegara ketika berkunjung ke Waerebo atau daerah-daerah lain seputar Kota Labuan Bajo. 

Foto: kataomed.com
Foto: kataomed.com

Nuansa pariwisata Waerebo dengan segala pesona alam dan daya magis kearifan budaya lokal adat setempat adalah tempat sekaligus pijakan utama bagi insan global mulai kembali merangkai pita kemanusiaan dan solidaritas alam lingkungan. Human Ethic dan Ethic of care di dalam tataran konseptual sekiranya harus teraktualisasi di dalam kehidupan sehari-hari melalui praksis yang dalam budaya khas Waerebo disebut lonto cama-cama, di mana wisatawan dalam posisi duduk melingkar dengan suguhan kopi panas, entah di pagi hari atau menjelang sore hari, bersenda gurau membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan historis peradaban ata (Indonesia:orang) Waerebo atau ata Manggarai pada umumnya ataupun hanya sekedar melepas penat dari rangkaian perjalanan trekking untuk tiba di desa setempat.

Foto: Tatkala.co
Foto: Tatkala.co

Kolaborasi entitas alam seketika berada di Waerebo adalah suatu karya dan harta berharga bagi siapa saja yang berkunjung. Berada di Waerebo adalah semacam perjalanan menembus waktu. Di mana kita dijembatani menuju peradaban manusia lokal Waerebo yang dimulai dari ratusan tahun yang lampau dan telah melewati hampir 60 generasi (1 generasi  rata-rata berkisar 60-70 tahun).

Sekilas napak tilas suku asli yang mendiami kampung Waerebo terlihat jelas di dalam ciri khas arsitektur bangunan rumah adat kerucut berbahan kayu dan beratapkan ijuk dan alang-alang. Dikutip dari berbagai sumber, konon garis keturunan orang Waerebo berasal dari suku Minangkabau, Sumatra Barat,yaitu Empo Maro. Bersama saudaranya, Bimbang, mereka datang ke Flores menggunakan perahu layar. Mereka berlabuh di Nangapaang. Dari situ, mereka menuju arah utara dan tiba di wilayah yang bernama Todo. Singkat cerita, Maro dan keluarganya tiba di wilayah Golo Pando yang kelak berganti nama menjadi Wae Rebo.

Waerebo adalah saksi sejarah dan jembatan menuju perjalanan filosofis tentang makna pulang dari perjalanan pergi, makna datang entah dari mana berasal dan harapan untuk membuat  kerinduan untuk kembali. Waerebo dengan segala keanekaragaman, kekhasan adat dan budaya lokalnya tentu memberikan arti seribu mimpi lewat canda tawa dan setegus hangat kopi khas bagi penikmat wisatanya. Waerebo adalah wisata kearifan lokal yang menentramkan jiwa sang petualang sekaligus jawaban dari setiap keraguan makna tentang kita sebagai insan global.

http://adira.id/e/fkl2022-blogger

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun