Mohon tunggu...
Yohanes Djanur
Yohanes Djanur Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis Lepas. Menyukai sastra dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersama Adira Finance: Pesona Waerebo, Kopi dan Filantropi Global

7 November 2022   12:21 Diperbarui: 7 November 2022   12:32 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Merdeka.com/Adelia Syafitri

Lantas, apa relevansinya antara kopi dengan pencarian makna filosofis dari kegiatan wisata kampung adat Waerebo untuk tatanan kehidupan global yang lebih harmonis dan humanis?

Di dalam literasi kehidupan dunia modern, aktifitas menikmati secangkir kopi adalah telah menjadi semacam candu dan hobby. Selain itu, kopi juga telah menjadi semacam media bagi terbukanya dialetika sebagai warga negara dan warga global. Kopi dijadikan sebagai booster di dalam merangkai dan menggapai ruang imajinasi, sehingga kreasi bisa membumi dari langit pikiran ke alam nyata kehidupan. Dari ruang ide menuju praksis tindakan. 

Terbukti, sampai hari ini  kopi sering digandrungi oleh masyarakat global, terlebih khusus wisatawan yang sering melakukan eksplorasi hanya sekedar menikmati cita rasa kopi dari berbagai belahan dunia. Tak terkecuali kopi Waerebo yang menyajikan cita rasa yang khas di setiap kopi tubruknya. Dan penggiat Kopi Waerebo telah menjadi kopi Waerebo sebagai  produk unggulan UMKM yang kerap disukai oleh wisatawan lokal maupun mancanegara ketika berkunjung ke Waerebo atau daerah-daerah lain seputar Kota Labuan Bajo. 

Foto: kataomed.com
Foto: kataomed.com

Nuansa pariwisata Waerebo dengan segala pesona alam dan daya magis kearifan budaya lokal adat setempat adalah tempat sekaligus pijakan utama bagi insan global mulai kembali merangkai pita kemanusiaan dan solidaritas alam lingkungan. Human Ethic dan Ethic of care di dalam tataran konseptual sekiranya harus teraktualisasi di dalam kehidupan sehari-hari melalui praksis yang dalam budaya khas Waerebo disebut lonto cama-cama, di mana wisatawan dalam posisi duduk melingkar dengan suguhan kopi panas, entah di pagi hari atau menjelang sore hari, bersenda gurau membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan perjalanan historis peradaban ata (Indonesia:orang) Waerebo atau ata Manggarai pada umumnya ataupun hanya sekedar melepas penat dari rangkaian perjalanan trekking untuk tiba di desa setempat.

Foto: Tatkala.co
Foto: Tatkala.co

Kolaborasi entitas alam seketika berada di Waerebo adalah suatu karya dan harta berharga bagi siapa saja yang berkunjung. Berada di Waerebo adalah semacam perjalanan menembus waktu. Di mana kita dijembatani menuju peradaban manusia lokal Waerebo yang dimulai dari ratusan tahun yang lampau dan telah melewati hampir 60 generasi (1 generasi  rata-rata berkisar 60-70 tahun).

Sekilas napak tilas suku asli yang mendiami kampung Waerebo terlihat jelas di dalam ciri khas arsitektur bangunan rumah adat kerucut berbahan kayu dan beratapkan ijuk dan alang-alang. Dikutip dari berbagai sumber, konon garis keturunan orang Waerebo berasal dari suku Minangkabau, Sumatra Barat,yaitu Empo Maro. Bersama saudaranya, Bimbang, mereka datang ke Flores menggunakan perahu layar. Mereka berlabuh di Nangapaang. Dari situ, mereka menuju arah utara dan tiba di wilayah yang bernama Todo. Singkat cerita, Maro dan keluarganya tiba di wilayah Golo Pando yang kelak berganti nama menjadi Wae Rebo.

Waerebo adalah saksi sejarah dan jembatan menuju perjalanan filosofis tentang makna pulang dari perjalanan pergi, makna datang entah dari mana berasal dan harapan untuk membuat  kerinduan untuk kembali. Waerebo dengan segala keanekaragaman, kekhasan adat dan budaya lokalnya tentu memberikan arti seribu mimpi lewat canda tawa dan setegus hangat kopi khas bagi penikmat wisatanya. Waerebo adalah wisata kearifan lokal yang menentramkan jiwa sang petualang sekaligus jawaban dari setiap keraguan makna tentang kita sebagai insan global.

http://adira.id/e/fkl2022-blogger

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun