Seorang teman mengirimkan sebuah video di WAG tentang adu mulut Ferdy Lepe dan Vande Raring. Saya cukup kaget dengan isi video itu karena keduanya adalah figur publik. Ferdy Lepe merupakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sedangkan Vande Raring merupakan seorang tokoh agama atau tepatnya seorang imam Societas Verbi Divini (SVD). Ia juga bekerja sebagai dosen di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero. Bahkan lebih dari itu, ia juga aktif di lembaga JPIC (Justice, Peace, and Integrity of Creation) untuk membela hak-hak masyarakat kecil.
Video yang saya tonton itu tidak menginformasikan situasi lebih terang atas masalah pokok yang sedang terjadi. Karena itu, saya coba mencari-cari informasi yang lebih lengkap di berbagai berita online. Akhirnya saya mendapati beberapa informasi penting terkait video itu. Ternyata Vande terlibat adu mulut dengan Ferdi karena ia bersama sejumlah pedagang Pasar Alok melakukan protes yang berujung pada penyegelan portal masuk dan keluar Pasar Alok.
Dikutip dari Harian Kompas.com, Pada Selasa (21/1/2025) sejumlah pedagang Pasar Alok Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengajukan protes kepada pemerintah daerah (pemda) Kabupaten Sikka dengan melakukan penyegelan portal masuk dan keluar pasar Alok. Penyegelan itu merupakan wujud reaksi terhadap pembatalan yang dilakukan pihak pemda kabupaten Sikka atas rencana pertemuan para pedagang dengan Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Parera. Pertemuan itu rencananya untuk membahas berbagai masalah yang dialami para pedagang Pasar Alok sejak dibangunnya portal masuk dan keluar Pasar Alok.
Pada hari berikutnya, tindakan penyegelan portal itu ditanggapi oleh pemda dengan mengadukannya kepada Polres Sikka. Mereka mengambil langkah hukum untuk menindaki para pelaku penyegelan. Langkah hukum itu ditempuh pada Rabu (22/1/2025), sehari setelah aksi penyegelan dilakukan. "Pasar Alok itu fasilitas publik untuk kepentingan  masyarakat banyak. Kami sudah buat kronologinya dan kami sudah laporkan ke Polres Sikka hari ini", kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sika, Ferdy Lepe.
Menarik untuk berkomentar atas tindakan pemda Kabupaten Sikka di atas. Begitukah sejatinya pemerintah menanggapi protes warganya? Mendesakkah kepolisian hadir untuk memberi tindakan hukum kepada para pelaku penyegelan portal? Pertnyaan-pertanyaan itu penting untuk dijawab dengan tepat agar warga dan pemerintah serta aparat hukum dapat menjadi piranti-piranti negara yang berjuang bersama demi menciptakan keadaan negara yang adil, makmur, dan sejahtera.
Menurut saya pemerintah tidak perlu gegabah mengadu ke Polres sebagai tanggapan atas protes para pedagang. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dituliskan bahwa salah satu fungsi pemerintah Kabupaten adalah menyediakan sarana dan prasarana umum. Namun jangan lupa bahwa di poin sebelumnya dari UU tersebut, pemerintah kabupaten juga berfungsi menjamin penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Kecuali itu, juga untuk menanggulangi masalah sosial.
Ketika pemerintah hanya cukup membangun portal sebagai sarana umum, tetapi itu tidak optimal menjamin keamanan yang harusnya menjadi tujuan dari sarana itu, berarti pemerintah tidak komprehensif menjalankan fungsinya. Pasca dibuatnya portal Pasar Alok, nyatanya pencurian masih sering terjadi. Karena itu, hemat saya masalah keamanan dan kesejahteraan rakyat mestinya menjadi fokus perhatian utama untuk menanggapi protes para pedagang.
Tindakan penyegelan portal Pasar Alok mungkin saja sebagai tindakan melanggar hukum apabila merujuk pada ketentuan Pasal 523 UU No. 1 Tahun 2023 tentang perusakan sarana pelayanan publik. Namun itu harus dipastikan lagi, bagaimana kondisi sarana yang disegel, apakah rusak atau tidak.
Polisi wajib menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum karena merupakan salah satu tugas pokoknya. Namun, salah satu tugas pokok lainnya yang tidak boleh dilupakan begitu saja oleh kepolisian berdasarkan Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sebelum Polres Sikka menindaki dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah pedagang Pasar Alok, apakah kepolisian sudah menjamin keamanan para pedagang selama ini?
Sebetulnya salah satu masalah utama yang dikeluhkan para pedagang Pasar Alok selama ini adalah lemahnya jaminan keamanan pasar. Artinya jika saja keamanan pasar diperhatikan Polres Sikka, besar kemungkinan masalah protes atas portal pasar Alok tidak terjadi.
Pemda Kabupaten Sikka berhak mengadukan tindakan pelanggaran hukum ke Polres Sikka, sekaligus wajib menyadari bahwa jauh sebelumnya para pedagang Pasar Alok mengharapkan perlindungan dari negara atas Pasar Alok. Kepolisian tidak boleh tebang pilih dalam menjalankan fungsi, karena taruhannya adalah kredibilitas kepolisian sendiri. Jangan sampai terkesan hanya berpihak kepada penguasa, tapi melupakan rakyat jelata.
Patut untuk dicermati lebih lanjut bagaimana sampai para pedagang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pengguna Pasar Alok (FORKOMPAK) akhirnya melakukan penyegelan portal. Itu hanya merupakan puncak dari ketidakpuasan mereka atas sikap pemda Kabupaten Sikka yang tak kunjung menanggapi keluhan mereka terkait situasi pelik yang terjadi di Pasar Alok pasca pembangunan portal itu. Aneka masalah bermunculan. Para pedagang mengalami penurunan keuntungan, bahkan ada pedagang yang bangkrut akibat kekurangan pembeli.Â
Apa maksud dibuatnya portal di pasar? Berdasarkan keterangan berbagai sumber, fungsi umum dari adanya portal otomatis adalah demi meningkatkan keamanan. Dapat dipastikan bahwa pemda Kabupaten Sikka membangun portal di Pasar Alok dimaksudkan untuk menjamin keamanan pasar, mengingat salah satu masalah serius di pasar tersebut adalah maraknya kehilangan akibat pencurian. Mirisnya, meskipun portal itu sudah dibangun, para pedagang masih mengeluhkan masalah keamanan. Pencurian masih sering terjadi.
Portal yang sudah dibangun rupanya tidak efektif untuk mengatasi masalah keamanan Pasar Alok. Justru hanya memicu masalah-masalah baru. Salah satunya adalah penurunan jumlah pembeli yang ikut menurunkan penghasilan para pedagang. Dengan kata lain, portal Pasar Alok merupakan solusi yang bikin rugi. Awalnya itu dibuat sebagai solusi menjamin keamanan dan ketertiban aktivitas pasar, tapi kemudian itu tidak terwujud. Yang terjadi justru dituduh menyebabkan para pedagang merugi.
Terkait penurunan keuntungan pedagang akibat pembangunan portal, pernah terjadi juga di Pasar Tradisional Modern Kota Bengkulu. Hal itu diungkapkan oleh Bayu Firmansyah dalam skripsinya yang berjudul Pendapatan Pedagang Pasar Tradisional Modern Sebelum dan Sesudah Pemasangan Portal Parkir Otomatis Kota Bengkulu. Di akhir kajiannya, ia menyimpulkan bahwa pendapatan pedagang sesudah pemasangan portal mengalami penurunan. Sebelumnya rata-rata para pedagang mendapat minimal Rp 30.000 atau maksimal Rp 800.000 per hari. Sedangkan setelah pemasangan portal, rata-rata pendapatan mereka minimal Rp 20.000 atau maksimal Rp 700.000 per hari. Data tersebut merupakan hasil wawancaranya kepada 20 pedagang yang menjual ermacam-macam jenis dagangan di situ.
Apakah hasil penelitian Firmansyah di atas dapat membenarkan keluhan yang diungkapkan para pedagang Pasar Alok terkait menurunnya penghasilan mereka pasca adanya portal di Pasar Alok? Tentu saja harus dilakukan kajian yang mendalam. Tidak menutup kemungkinan bahwa penuruan jumlah keuntungan para pedagang disebabkan adanya portal tersebut. Lebih dari itu, ketika portal pasar tidak menjamin keamanan pasar, berarti keberadaan portal itu bukan solusi keamanan yang patut dipertahankan. Adanya berbagai masalah lain yang timbul pasca adanya portal, juga harus menjadi pertimbangan kuat untuk menghentikan adanya portal tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI