Ternyata orang bisa terserang penyakit hanya karena tiap hari berada di tengah kebisingan. Misalnya orang yang tiap hari bekerja dalam kebisingan mesin pabrik atau orang yang tinggal dekat jalanan ramai. Penyakit yang disebabkan kebisingan itu disebut demensia.Â
Penderitanya mengalami gejala penurunan daya ingat. Demensia lebih dominan menyerang lansia, tapi orang muda pun bisa terkena.
Kebisingan juga mengakibatkan masalah-masalah lain. Di antaranya masalah pendengaran yang disebut Noise Induced Hearing Loss (NIHL) yaitu terjadinya kerusakan sel-sel rambut pada koklea. Orang yang menderita penyakit ini kurang jelas mendengar suara yang lebih halus.
Selain NIHL, kebisingan juga mengaburkan fokus, terutama jika suara bising itu tidak teratur dan pekik.
Kebisingan diperlawankan dengan kesunyian. Kata sunyi dapat kita ganti dengan kata diam. Di Jerman, ada satu ungkapan imperatif terkait kata itu. Halt Die Klappe! Arti harafiahnya: tutuplah mulutmu atau diamlah! Jadi, kita harus mendiamkan mulut dan juga kesibukan kita.
'Kebisingan' umumnya menjadi bagian dari kehidupan yang cenderung sibuk. 'Kebisingan' itu tercipta karena tuntutan kerja, tingginya mobilitas, dan kebanjiran informasi. 'Kebisingan' itu tidak hanya memekikkan telinga tetapi juga mengacaukan pikiran. Dalam keadaan itu, kita perlu menemukan sumber ketenangan.
Kapan dan di mana situasi yang paling cocok untuk tenang? Jika tinggal dekat jalanan ramai, Anda bisa pergi menikmati situasi diam di tengah alam; seperti kebun, sawah, hutan atau sungai. Di sana Anda dapat menikmati kesunyian alam atau mendengar lembut desau angin.Â
Seandainya tempat tinggalmu agak jauh dari tempat ramai, tak perlu pergi ke tempat lain untuk diam. Di dalam rumah pun kondusif untuk itu.Â
Subuh atau malam hari menjadi waktu yang relatif cocok untuk berdiam. Ambil beberapa menit hingga sejam setiap hari. Berusahalah supaya bukan hanya mulut yang diam, melainkan juga pikiranmu. Anda boleh bermeditasi; meditasi alam, meditasi tubuh atau sebatas merasakan nafas yang keluar-masuk melalui hidung.
Berdiam mempunyai banyak manfaat. Pertama, kita mampu mendengarkan orang lain dengan baik. Ketika mulut diam, telinga lebih tajam menangkap apa yang sedang orang katakan. Kitapun menerima kehadirannya secara penuh.
Kedua, kita bisa mendengar suara-suara lembut nan indah yang tidak sempat kita dengar dalam kebisingan. Alam semesta ini telah menyediakan aneka suara yang siap menghibur dan mendamaikan batin kita.Â
Suara sepoi angin, sorakan jangkrik di malam hari, kicauan burung, gemercik air, dll. Dalam kebisingan, suara-suara itu tertelan oleh kerasnya suara mesin. Selain itu, banyaknya kesibukan yang bercokol dalam pikiran turut menenggelamkan suara-suara itu.Â
Ketiga, pikiran lebih jernih. Pikiran yang penuh dengan berbagai soal ibarat air keruh yang perlu didiamkan. Lama-kelamaan akan jernih kembali. Saat kita mendiamkan pikiran, akan tercipta kejernihan memandang kehidupan. Berbagai masalah pun mampu diatasi dengan tenang.Â
Keempat, kita bisa menyadari diri. Pikiran, mulut, dan tindakan yang tidak mau diam membuat kita tidak menyadari keadaan diri kita yang sesungguhnya. Kita tidak merasakan betapa hebatnya kerja sistem tubuh kita. Kita tidak sadar betapa Tuhan selalu mencintai kita lewat sesama dan semesta.
Agar semua manfaat itu kita alami, kita perlu tegas memerintah diri kita: Halt Die Klappe!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H