Mohon tunggu...
YOGYANTORO
YOGYANTORO Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Penulis

Lahir di Trenggalek, 02 Mei 1985. Alumnus Universitas Negeri Malang, Malang, STKIP PGRI Tulungagung, Tulungagung dan Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterkaitan Antara Peran Guru Sebagai Coach di Sekolah dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan PSE

20 Mei 2023   23:56 Diperbarui: 21 Mei 2023   08:07 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Pengalaman masa lalu saya adalah bahwa saya adalah saksi hidup tentang potret pendidikan di daerah-daerah pinggiran di Kalimantan. Karakteristik, kemampuan dan semangat belajar anak-anaknya berbeda dengan mereka yang terlahir dan besar di pulau Jawa. Negara harus hadir di tempat-tempat seperti ini. Mereka anak-anak pinggiran yang acap kali termarginalkan adalah saudara sebangsa. Sejauh apapun jarak desa-desa tempatku mengajar dari ibukota, tetaplah sama yaitu Indonesia.

Kegiatan Refleksi Setelah Diskusi Kelompok 
Kegiatan Refleksi Setelah Diskusi Kelompok 

Darah saya tetap darah muda. Bara api dalam jiwa saya harus tetap menyala. Itulah tekad saya untuk tidak pernah berhenti dan tak boleh ada yang menghentikan langkah saya untuk maju dan makin menderu menginspirasi sepanjang waktu. Berjibaku untuk negeri Indonesia melalui pendidikan. Thomas Alva Edison dikenang karena karyanya menciptakan bola lampu. Demikian pula tokoh-tokoh yang lain. Guru pun juga akan punya karya yang akan senantiasa dikenang oleh anak-anak didiknya. Cerita atau dongeng dari guru akan tetap terngiang. Penjelasan tentang materi pelajaran tak lekang dimakan zaman. Inspirasi yang pernah diberikan oleh guru juga akan tetap abadi sampai dibawa mati. Itulah mahakarya seorang guru yang akan tetap bisa dikenang meskipun seiring berlalunya waktu. Kemilau sang guru yang tulus dan ikhlas berbagi ilmu akan tetap abadi.

Itupula yang menginspirasi saya untuk tidak pernah berhenti mengembangkan diri salah satunya dengan mengikuti PPGP di sela-sela kesibukan saya mengajar dan mendidik anak-anakku di kelas. Saya terus berusaha untuk berkaca dari Bu Mus, yang digambarkan secara kasat mata oleh Andrea Hirata dalam buku Laskar Pelangi. Bu Mus selalu tampak berbahagia ketika mengajar, pandai bercerita, tegas dan berwibawa. Guru seperti Bu Mus adalah guru tanpa pamrih, ikhlas, dan mejadi sumur ilmu pengetahuan di ladang gersang. Konstribusinya bagaikan manfaat yang diberikan oksigen untuk memberi nafas kehidupan makhluk di bumi. Seorang guru yang menekankan pengajaran sebagai proses memotivasi, memberi inspirasi dan menyalakan api semangat agar tidak pernah padam. Mengantarkan siswa-siswanya yang berada di pedalaman Bangka Belitung menjadi bintang di angkasa. Jika Bu Mus mempunyai bintang-bintang yang kini bertebaran diangkasa, saya pun sebagai guru juga memiliki bintang-bintang kejora yaitu siswa-siswa saya.

Hal yang akan saya terapkan di masa depan adalah menjadi guru yang berperan sebagai manajer dan bertanggung jawab mengembangkan sekolah salah satunya  melalui school branding. Saya sebagai GGP tidak boleh berpikir biasa-biasa saja (ordinary thinking) tetapi dituntut menuangkan pemikiran dan ide-ide dalam konteks kreatif. Contohnya kita dapat  beberapa sekolah di Banjarmasin atau Palangkaraya menyulap rawa-rawa menjadi kolam ikan untuk mengajarkan aspek-aspek prakarya seperti budidaya, kerajinan, rekayasa dan pengolahan dan menjadikannya sebagai program unggulan yang dikenal masyarakat. SMPN 38 Medan menciptakan school branding dengan menampilkan slogan “Character Building Everyday” dengan produk sekolah seperti 7S (Senyum,Sapa,Salam, Sopan, Santun, Semangat, dan Sepenuh Hati) dan Gerakan Pungut Sampah (GPS). Sedangkan SMPN 3 Malang mengangkat semboyan “Bina Taruna Adiloka” yang artinya menempa generasi muda untuk menjadi manusia-manusia terbaik. Semboyan tersebut lalu diterjemahkan dalam visi sekolah yaitu Unggul dalam IPTEK, Terampil dan Mandiri berdasarkan IMTAQlalu diimplementasikan melalui empat inisiatif yang menjadi program sekolah di SMPN 3 Malang diantaranya Bank Sampah Sekolah, Klinik Sampah Dokter Gamal, Orang Tua Berbagi Keahlian, dan Pemberdayaan Alumni Sekolah.

Peran sebagai pemimpin yang dapat mengembangkan diri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajeman sekolah dan pengembangan sekolah dapat diwujudkan melalui kepemimpinan yang dicirikan dengan kemampuan mendefinisikan visi untuk sekolah, menyusun rencana yang bersifat inklusif,membangun hubungan kerja atas dasar kepercayaan (trust) dan menjadi model yang bisa beradaptasi dan bergerak dinamis (New Leaders, 2011: Listening to North Carolina’s Educators, 2013). Sekolah tidak fokus pada hambatan melainkan fokus pada inkuiri apresiatif yaitu strategi perubahan kolaboratif yang berbasis kekuatan, pembangunan jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan dan pengembangan keterampilan untuk mengelola hubungan dan komunikasi dengan berbagai pihak secara efektif. Pengelolaan atau manajemen sekolah perlu mengusung konsep dua dimensi utama yaitu korporasi kewirausahaan dan inovatif organisasi.

Banyak sekolah yang masih memiliki sarana prasarana yang minim dan hal ini tentu berdampak pada kualitas proses pembelajaran. Sekolah-sekolah tersebut masih belum memenuhi 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana yang terungkap dalam Rapor Mutu Penjaminan Mutu Pendidikan. Kebanyakan dari kita  berpikir bahwa untuk memperbaiki ruang kelas atau kebutuhan fasilitas belajar harus menunggu alokasi BOS dan anggaran yang bersal dari Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD). Namun kita sebagai CGP tidak perlu menunggu terpenuhinya 8 SNP termasuk standar sarana dan prasarana untuk mencapai mutu sekolah. Hal ini karena sebagai CGP yakin bahwa kita adalah manusia kreatif yang dapat berperan sebagai activator, browser, creator, executor, financer (fasilitator) atau disingkat ABCDEF (Hendarman, 2015).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun