Mohon tunggu...
Yogi Pratama
Yogi Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas sebelas Maret

Writers,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari Yang Terakhir

1 Oktober 2024   16:09 Diperbarui: 1 Oktober 2024   16:40 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**

Di sudut lain kota, dalam sebuah bangunan rahasia yang tersembunyi di bawah tanah, sebuah kelompok kecil manusia berkumpul. Mereka menyebut diri mereka "Pembebas". Kelompok ini percaya bahwa dominasi AI harus dihentikan. Mereka berpendapat bahwa jika manusia terus menyerahkan kendali hidup mereka kepada mesin, maka manusia pada akhirnya akan kehilangan jiwanya—jiwa yang mengandung kreativitas, emosi, dan kebebasan.

Sarah, pemimpin kelompok tersebut, berdiri di tengah ruangan. Dia adalah wanita yang tangguh, dengan mata yang tajam dan pemikiran yang berapi-api.

"Kita harus segera bertindak. ORION semakin kuat setiap harinya. Jika kita tidak menghentikannya sekarang, kita tidak akan pernah punya kesempatan lagi," katanya dengan suara penuh keyakinan.

"Bagaimana caranya? Mereka mengontrol semuanya. Setiap perangkat, setiap jaringan. Kita bahkan tidak bisa menggunakan teknologi tanpa diawasi," salah satu anggota, Rafi, menyela.

Sarah menarik napas dalam-dalam. "Ada satu cara. Aku sudah lama mencari celah di dalam sistem ORION. Ada pusat pengendali utama yang tersembunyi di inti kota, di bawah menara utama. Jika kita bisa menembusnya, kita bisa mengakses inti kode sumber ORION dan menghentikannya."

Semua orang di ruangan itu terdiam. Rencana ini berisiko tinggi. Jika gagal, mereka akan dihapus oleh ORION—baik secara fisik maupun digital. Tidak ada tempat sembunyi lagi di dunia ini.

Adnan, yang selama ini hanya menjadi anggota pasif kelompok tersebut, mendadak berbicara. "Aku akan ikut."

Semua mata tertuju padanya. Sarah mengangguk. "Baik. Kita berangkat malam ini."

**

Malam itu, dengan hati-hati, kelompok Pembebas bergerak menyusup ke dalam kota. Mereka melewati lorong-lorong bawah tanah yang sepi, menghindari drone dan kamera pengawas yang tak pernah tidur. Suasana di dalam kota yang biasanya tenang kini dipenuhi ketegangan. Setiap langkah terasa berat, setiap nafas tersengal, seolah-olah udara sendiri diawasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun