where would you be . . . (Decisively.) You'd be nothing more than a little
  heap of bones at the present minute, no doubt about it.
ESTRAGON Â Â Â Â Â : And what of it?
VLADIMIR Â Â Â Â Â Â : (gloomily). It's too much for one man. (Pause. Cheerfully.) On the
  other hand what's the good of losing heart now, that's what I say. We should
 have thought of it a million years ago, in the nineties.
Vladimir mencoba menghibur Estragon yang nampak sedih. Ia mengajak Estragon untuk kembali mengingat masa jayanya dulu. Bahwa dulu mereka adalah orang orang terhormat. Mereka berjalan diantara orang orang penting dan mereka bersama bergandengan tangan menuruni menara Eifel. Selain bangga dengan masa lalunya, Vladimir juga tampil bagaikan seorang pemimpin agama yang kerapkali bijaksana dalam menjelaskan suatu keadaan dalam Kitab Suci, namun sesungguhnya ia bingung dan tak tahu apa maksud dari isi cerita tersebut. Sikap Vladimir yang seperti ini mirip dengan sikap manusia kebanyakan yang banyak bicara tetapi sesungguhnya apa yang dibicarakan tidak dipahami sepenuhnya. Sikap seperti ini timbul karena gengsi dan rasa ingin dipandang dan dihormati. Sebab yang membuat seseorang menjadi hebat adalah orang lain. Manusia butuh apresiasi dari yang lain. Manusia yang hebat tidak akan menjadi hebat jika kehebatannya tidak diakui oleh yang lain. Relasi yang demikian ini menjadikan manusia sebagai subjek yang entah sadar ataupun tidak mengobjekkan yang lain. Melalui tatapannya manusia membuat yang lain menjadi seperti apa yang ia inginkan.
VLADIMIR Â Â Â Â Â Â : Ah yes, the two thieves. Do you remember the story?
ESTRAGON Â Â Â Â Â : No.
VLADIMIR Â Â Â Â Â Â : Shall I tell it to you?
ESTRAGON Â Â Â Â Â : No.