Mohon tunggu...
Yogi Nugraha
Yogi Nugraha Mohon Tunggu... Akuntan - NIM 55521120045 Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis III: Reformasi Perpajakan dan Fiscal Adjustment

20 September 2022   16:52 Diperbarui: 20 September 2022   18:12 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuan utama dari administrasi pajak adalah untuk mengumpulkan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang perpajakan dengan biaya yang efektif dan sesuai dengan standar integritas yang tinggi. 

Dalam Mencapai tujuan ini, petugas pajak menerapkan berbagai tindakan untuk membantu wajib pajak mematuhi persyaratan undang-undang perpajakan dan untuk menegakkan kepatuhan, ketika wajib pajak gagal melakukan kepatuhan secara sukarela. Kedua perangkat tersebut berperan dalam strategi reformasi administrasi perpajakan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2000, administrasi perpajakan Indonesia memiliki banyak kelemahan. Kerangka hukum dan tata kelola yang buruk, kekurangan dalam pengaturan organisasi dan kepegawaian, layanan dan program penegakan wajib pajak yang tidak efektif, dan sistem informasi yang ketinggalan zaman sangat mengurangi efektivitas dan efisiensi DJP dalam mengumpulkan pajak. 

Kelemahan-kelemahan tersebut mengakibatkan banyaknya penerimaan pajak yang hilang karena ketidakpatuhan wajib pajak dan juga menaikkan biaya berbisnis di Indonesia. Mengatasi masalah ini akan menjadi inti dari strategi reformasi DJP dan untuk memajukan program penyesuaian fiscal pemerintah.

Administrasi perpajakan dan penyesuaian fiskal bersinggungan ketika pelaksanaan program penyesuaian fiskal membutuhkan penguatan lembaga pajak suatu negara. 

Dalam kasus Indonesia, pihak berwenang Indonesia, selama beberapa tahun terakhir, memandang modernisasi DJP sebagai hal yang penting untuk kemajuan dua tujuan fiskal utama: (1) meningkatkan hasil pajak dan (2) mendorong iklim investasi. Memang, kedua tujuan ini telah menjadi landasan reformasi administrasi perpajakan Indonesia sejak tahun 2001.

Strategi jangka pendek, yang dirumuskan pada akhir tahun 2001, terdiri dari sejumlah kecil inisiatif yang dirancang untuk menghasilkan pendapatan yang cepat dalam penyesuaian fiscal dan juga untuk memulai proses modernisasi DJP. 

Strategi jangka menengah, yang dikembangkan pada tahun 2003 dan disempurnakan pada tahun-tahun berikutnya, memberikan serangkaian reformasi yang lebih komprehensif yang ditujukan untuk mengatasi kelemahan paling mendasar DJP. 

Secara keseluruhan, pelaksanaan reformasi berjalan baik meskipun hasil yang sangat positif dari reformasi jangka pendek diimbangi dengan kemajuan yang lebih bervariasi yang telah dicapai dalam menerapkan strategi jangka menengah (meskipun sifatnya berkelanjutan berkat adopsi)

Usulan Reformasi Perpajakan and Fiscal Adjustment

  • Reformasi di Bidang Peraturan Perundang-undangan Perpajakan 

Undang-undang perpajakan saat ini dinilai sudah tidak dapat mengikuti perkembangan yang terjadi karena disusun berdasarkan keadaan konvensional. Hal ini bisa dilihat dari perubahan undang undang dalam  beberapa tahun terkahir, dimana perubahan aturan sangat cepat berubah dikarenakan ada kritik dari berbagai kalangan. 

Sementara yang terjadi di lingkungan perpajakan menunjukkan adanya perkembangan kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya, ekonomi, dan politik mengalami perubahan yang sangat cepat, fundamental bahkan terkesan tidak beraturan, terkadang merusak tatanan yang ada atau yang sering disebut era disruption.

Mengingat undang-undang perpajakan merupakan komitmen politik dan mencerminkan hubungan interdependensi antara negara dan rakyat, maka hal yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana merumuskan undang-undang yang membangun pola hubungan dinamis dan konstruktif sebagai landasan membangun legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap negara di bidang perpajakan.  

Selain itu, karena negara juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan perpajakan internasional maka undang-undang pajak yang dirumuskan juga mampu menciptakondisikan terhadap daya saing guna mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif.  Dalam konteks ini, maka perlu dipertimbangkan regulatory costs dari suatu peraturan perpajakan yang harus ditanggung, baik oleh wajib pajak maupun pemerintah

  • Transformasi Kelembagaan dan Struktur Organisasi 

Kelembagaan perpajakan keberadaannya merupakan amanat konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama terutama pemerintah untuk menjadikan Lembaga perpajakan ini efektif dan efisien untuk melaksanakan misinya dalam menghimpun penerimaan pajak sebagai kontributor utama penerimaan negara.   Efektifitas Lembaga perpajakan akan ditentukan oleh bagaimana desain struktur organisasi dan bagaimana terminologi nomenklatur diformulasikan.  

Struktur organisasi yang dibuat seharusnya memperlihatkan benang merah (vertikal) mulai dari kantor pusat, kantor wilayah, kantor pelayanan pajak sampai ke unit terendah yang ada di desa (bila diperlukan) dan menggambarkan gradasi tugas dan fungsi.  Begitu pula pembentukan unit vertikal seyogyanya disesuaikan dengan sistem pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUDNRI 1945 sehingga mampu menciptakan collaborative governance yang dapat menghasilkan collaborative innovation. Dengan demikian, kebijakan dan administrasi perpajakan menjadi lebih responsif, adaptif dan kredibel, dan mampu menghasilkan evidence-based tax policy.

  • Transformasi Sumber Daya Manusia (SDM)

ssue yang paling utama terkait SDM adalah mentransformasikan human resources menjadi human capital.  Dalam rangka menuju human capital diperlukan budaya organisasi yang berintegritas, professional, bersinergi, inovatif, responsif dan melayani. Budaya organisasi tersebut hanya bisa terwujud apabila setiap anggota organisasi memiliki karakter yang kuat yang dapat dilihat dari sikap bertanggung jawab, dan jiwa korsanya.  Oleh karena itu, pelatihan yang berjenjang dan berkelanjutan harus dilakukan oleh organisasi dan diberikan secara terbuka bagi seluruh pegawai.

  • Transformasi Teknologi Informasi dan Database

Desain arsitektur TI harus memperhatikan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat, maka sistem TI perpajakan harus agile (tangkas) sehingga mampu (1) mengindentifikasi masalah dan/atau peluang, (2) bergerak menindaklanjutinya, dan (3) melakukan keduanya secara iteratif (terus menerus) tanpa henti dan dengan periode yang singkat. Adapun penyempurnaan yang dapat dilakukan, antara lain melalui: a) streamlining operasional perpajakan, b) meningkatkan sekuritas/keamanan, c) meningkatkan kapasitas/ kemampuan analisis, dan d) membangun pendekatan kepatuhan yang lebih baik.

  • Infrastruktur dan Anggaran

Infrastruktur dan anggaran merupakan variabel pendukung dilihat dari perspektif visi misi Lembaga perpajakan namun keberadaannya sangat menentukan terhadap jalannya organisasi.  Tanpa adanya dukungan yang memadai terhadap infrastruktur dan anggaran maka jangan pernah berharap organisasi bisa berjalan sesuai yang direncanakan dan berkinerja secara maksimal.  Dalam perpajakan, biaya (anggaran dan infrastruktur) yang dipergunakan untuk kegiatan operasional organisasi perpajakan guna mendapatkan penerimaan pajak sesuai dengan yang ditargetkan dikenal dengan istilah Cost Collection. Tidak ada formula yang baku dan dapat dijadikan acuan oleh suatu negara termasuk Indonesia untuk menentukan besaran cost collection namun lebih ditentukan oleh political will suatu negara. 

Kesimpulan

Pada akhirnya, semua reformasi perpajakan melalui tranformasi: a) kebijakan perpajakan, b) kelembagaan/struktur organisasi, c) SDM, d) teknologi informasi (termasuk juga sistem data), dan e) infrastruktur serta anggaran, harus dapat mendorong kepercayaan masyarakat yang akan meningkatkan tax legitimacy, sehingga akan tercipta kepatuhan kewajiban Perpajakan yang pada akhirnya akan mendorong ketahanan penerimaan pajak yang berkelanjutan dan inklusif. Karena aktivitas-aktivitas ekonomi merupakan sumber-sumber penerimaan negara baik dari sektor perpajakan maupun non perpajakan, dan potensi penerimaan negara akan bergantung pada aktivitas ekonomi masyarakat, maka kebijakan perpajakan harus didisain mengacu pada evidence-based tax policy yang memperhatikan keseimbangan antara suistainable and tax revenue productivity.

Referensi

  • DDTC Working Paper: Inovasi Kebijakan Penerimaan Negara dalam Dynamic Disruption, 2021
  • John Brondolo, Carlos Silvani, Eric Le Borgne, and Frank Bosch: Tax Administration Reform and Fiscal Adjustment: The Case of Indonesia (2001-07) : 2008

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun