Mohon tunggu...
Yoghi Bagus Prabowo
Yoghi Bagus Prabowo Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Dokter Gigi dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hati-Hati Sanksi Pidana terhadap Pelaku Pemalsuan Surat Swab Antigen di Masa Pandemi Covid

12 Maret 2022   11:26 Diperbarui: 12 Maret 2022   13:01 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: drg. Yoghi Bagus Prabowo, MH.Kes.

Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Pemeriksaan atau tes harus dilakukan untuk menentukan seseorang apakah terinfeksi virus corona atau tidak. Swab antigen adalah tes diagnostik cepat Covid-19 yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen virus corona pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan. Antigen ini akan terdeteksi ketika virus aktif bereplikasi.

Pemberlakuan kewajiban swab antigen kepada setiap orang bahkan setiap warga hendak melakukan perjalanan ataupun melaksanakan ekspedisi ke luar kota, agar tidak hanya mencegah penyebaran Covid-19, selain itu guna mengenali serta mengantisipasi apakah seorang terinfeksi Covid-19 ataupun tidak. 

Pemberlakuan ketentuan bawa pesan hasil swab antigen negative untuk warga yang hendak bepergian serta melaksanakan ekspedisi ke luar kota, sudah dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab dengan mengambil keuntungan dari suasana semacam ini buat keuntungan diri sendiri dengan metode melaksanakan pemalsuan hasil swab antigen negative, yang setelah itu surat hasil tersebut diperjual belikan kepada warga yang memerlukan. 

Memilah memakai surat hasil swab antigen negative palsu, oleh seorang yang hendak bepergian ataupun melaksanakan ekspedisi ke luar kota, pasti mempunyai bermacam alibi, salah satunya merupakan sebab malas buat melaksanakan swab antigen, sebab mau kilat memperoleh surat hasil swab antigen negatif tanpa butuh antri, setelah itu sebab harga yang lebih murah dari yang asli, dan pula sebab alibi yang lain.

Pada Pasal 263 KUHP menyatakan: (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Begitu pula yang terdapat pada Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa: (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap: 1. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan; (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Menurut R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentarnya pada setiap pasalnya mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin ketik, dan lain-lainnya.

Surat yang dipalsukan itu harus surat yang: 1. dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain); 2. dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya); 3. dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau 4. surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).

Adapun penjabaran dari bentuk-bentuk pemalsuan surat menurut Soesilo dilakukan dengan cara: 1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya.; 2. Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.; 3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.; 4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Unsur-unsur pidana dari tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah: 1. pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan; 2. penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata "dapat" maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup; 3. yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum.
Sudah dianggap "mempergunakan" misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan.
Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian.
Lebih lanjut, menurut Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, bahwa tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 KUHP lebih berat ancaman hukumannya apabila surat yang dipalsukan tersebut adalah surat-surat otentik. Surat otentik, menurut Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris.

Pertanggungjawaban pidana pemalsuan surat keterangan Swab Antigen Covid-19 harus dikaji secara mendalam apakah seorang dokter yang melakukannya sendiri dan apakah ada keterlibatan dari rumah sakit tempat dokter itu bekerja ikut terlibat dalam tindak pidana ini. Apabila seorang dokter yang melakukan sendiri tanpa melibatkan orang lain maka pertanggungjawabannya dapat dilihat dengan berpijak pada Wetboek van Strafrecht (KUHP) sebagai kitab atau sumber utama dalam bidang pidana Bentuk surat keterangan Swab Antigen Covid-19 medis adalah surat keterangan dari dokter sehingga dapat dikaitkan dengan Pasal pemalsuan dimana seorang dokter terbukti akan dijatuhkan hukuman paling lama empat tahun. Apabila ada keterlibatan pihak orang ketiga yakni yang dimaksud adalah pihak rumah sakit ikut serta melakukan tindak kejahatan pemalsuan maka bias dikenakan tindak pidana korporasi dimana rumah sakit juga harus bertanggung jawab terhadap kejadian tindak kejahatan ini pertanggungjawaban rumah sakit yakni berupa pidana denda tiga kali lipat yang dijatuhkan kepada individu.

Tindakan memalsukan surat itu menafsirkan seluruh bentuk tindakan yg dimaksudkan untuk huruf yg terdapat menggunakan mengubah mengganti menghapus sebagian atau seluruhnya menurut isi huruf dapat menemukan ketentuan ini sehubungan menggunakan kode pada Pasal 263 ayat (1) menekankan seseorang juga bisa dikatakan merogoh tindakan pemalsuan jika pihak lain menggunakan alfabet seperti isinya dan nir dipalsukan. Seseorang yang dieksekusi karena memalsukan dokumen dapat dihukum sampai 6 tahun penjara Pasal 267 (1) mengatur bahwa dokter menggunakan sengaja menaruh surat kabar atau surat fakta palsu bahwa nir ada penyakit yang bisa diancam dengan pidana penjara selama empat tahun.

Pemerintah diharapkan di masa pandemi Covid-19 memiliki peran dalam menegakkan hukum sangatlah penting selain dipakai sebagai sarana atau wadah organisasi atau hanya sebagai penyelenggara Negara selain itu juga diperlukan pemerhatian Seperti yang terjadi pada saat ini banyaknya tindak pidana yang merugikan semua pihak dan pemerintah seharusnya lebih selektif dalam menjalankan suatu aturan sehingga secara langsung dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Bagi tenaga medis supaya bersikap kooperatif karena tenaga medis adalah garda utama dan terdepan saat menanggulangi Virus Covid-19. Tenaga medis seharusnya bekerja profesional sesuai dengan kode etik yang sudah ditetapkan dan bekerja sesuai aturan yang berlaku sehingga dapat membantu satgas kesehatan dan pemerintah dalam meminimalisir penyebaran Virus Covid 19.

drg. Yoghi Bagus Prabowo, MH.Kes (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun