Dalam kesimpulannya, konsep Panopticon bekerja melalui pengawasan yang tak terlihat, menciptakan rasa takut, kontrol, dan penyesuaian diri pada individu.
Dalam masyarakat modern, penerapan konsep Panopticon melalui teknologi pengawasan semakin meluas. Contohnya, penggunaan CCTV di tempat umum atau pemantauan elektronik di tempat kerja menjadi hal yang umum. Meskipun tujuan penggunaan teknologi ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan mengontrol perilaku individu, namun juga timbul kekhawatiran terkait privasi individu dan penggunaan data yang adil.
Penting untuk menjaga keseimbangan antara keamanan dan privasi. Perlindungan privasi individu harus dijamin dengan mengatur penggunaan data yang dikumpulkan melalui pengawasan elektronik. Transparansi dalam penggunaan teknologi pengawasan dan pengaturan hukum yang jelas menjadi penting untuk meminimalkan penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi hak-hak individu.
Selain itu, dalam konteks Panopticon di luar lingkungan penjara, peran norma dan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat juga perlu dipertimbangkan. Konsep Panopticon secara inheren didasarkan pada asumsi bahwa norma dan aturan yang berlaku adalah benar dan adil. Namun, dalam prakteknya, norma dan aturan dapat bersifat subyektif, berubah-ubah, atau tidak memperhitungkan perbedaan individual.
Dalam beberapa kasus, konsep Panopticon telah menjadi kritik terhadap tatanan sosial yang otoriter atau pengawasan yang berlebihan. Beberapa teori sosial dan filsafat politik menggunakan konsep Panopticon untuk mengkritik struktur kekuasaan dan kontrol yang merugikan individu dan mendorong transformasi sosial yang lebih demokratis.
Dalam implementasi konsep Panopticon, penting untuk mempertimbangkan keseimbangan antara pengawasan yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan dengan perlindungan hak-hak individu, privasi, dan kebebasan. Pengawasan yang adil dan transparan harus menjadi prinsip panduan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi kebebasan individu.
Dalam kesimpulannya, konsep Panopticon melibatkan pengawasan yang tak terlihat dan menciptakan rasa takut, kontrol, dan penyesuaian diri pada individu. Konsep ini dapat diterapkan di berbagai institusi dan struktur sosial di luar penjara, seperti pabrik, sekolah, rumah sakit jiwa, dan kehidupan sehari-hari. Namun, penerapannya juga menimbulkan berbagai kekhawatiran, termasuk pelanggaran privasi, penyalahgunaan kekuasaan, dampak psikologis, dan keadilan norma dan aturan yang berlaku. Dalam menerapkan konsep Panopticon, penting untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan pengawasan dan perlindungan hak-hak individu serta mengedepankan prinsip-prinsip kebebasan, transparansi, dan penggunaan data yang adil.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, konsep Panopticon yang dirancang oleh Jeremy Bentham adalah konsep pengawasan yang mengedepankan pengawasan tak terlihat dan berkelanjutan untuk mencapai kontrol sosial yang efektif. Konsep ini melibatkan struktur fisik penjara yang dirancang sedemikian rupa sehingga tahanan selalu merasa dipantau, meskipun mereka tidak tahu apakah mereka benar-benar sedang dipantau pada suatu waktu tertentu.
Pemikiran dasar Bentham dalam merancang konsep ini terkait dengan pandangan bahwa manusia cenderung bertindak secara egois dan membutuhkan pengawasan yang ketat untuk mencegah kejahatan dan menjaga ketertiban. Bentham percaya bahwa dengan menciptakan rasa takut dan ketidakpastian, individu akan memilih untuk patuh terhadap aturan dan norma yang ada. Konsep ini mencerminkan pandangan Bentham tentang kekuasaan dan otoritas, di mana penjaga memiliki kontrol penuh atas tindakan dan perilaku tahanan.
Namun, konsep Panopticon juga menuai kritik dan kontroversi. Beberapa kritikus menganggapnya sebagai pelanggaran privasi dan kebebasan individu. Ada kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan dan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap individu yang berada dalam pengawasan. Selain itu, konsep ini juga menghadapi tantangan implementasi dan pertanyaan etis tentang batasan dan perlindungan individu dalam konteks pengawasan.