Kritik Terhadap Rule Based Policy: Taylor Rule
Taylor rule tetap menjadi dasar bagi Bank sentral dalam menentukan suku bunga acuan. Namun dalam perhitungannya, Taylor Rule menggunakan data historis yang diproyeksikan. Penggunaan data historis memang dapat memberikan suatu kesimpulan bahwa perilaku data masa depan mengikuti masa lalu (backward looking). Akan tetapi, seorang tokoh ekonom bernama Lukas memberikan pemahaman bahwa kebijakan masa depan tidak dapat dibangun berdasarkan data-data masa lalu (Lukas Critique).
Selain itu Taylor Rule juga penuh asumsi khususnya dalam penentuan output potensial dan output gap yang sepenuhnya juga ditentukan menurut data historis dalam model peralaman regresi atau model Hodrick-Prescott Filter (HP Filter). Tentu prediksi ini mengindahkan gejala ekonomi yang muncul dalam masa mendatang. Hal ini membuat Taylor Rule kurang adaptif terhadap gejala ekonomi (misalnya resesi).
Dalam praktik kebijakan moneter, terdapat batas bawah nol suku bunga (zero lower bound). Ketika suku bunga berada dibawah ZLB atau negatif, kebijakan moneter tidak lagi menjadi efektif untuk menstimulasi ekonomi. Bahkan memicu kerugian pada perbankan. Hal ini diterapkan di Jepang namun tidak banyak memberikan stimulasi bagi ekonomi. Dengan tidak efektifnya suku bunga negatif, Bank Sentral kemudian mengembangkan kebijakan moneter tidak konvensional seperti quantitative easing. Oleh karena itu pendekatan rule based perlu lebih adaptif dengan memasukkan kondisi shock ekonomi sehingga menghasilkan suku bunga kebijakan yang lebih adaptif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H