Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Gaji Anda Kecil dan Merasa Kurang? Baca Cerita Ini

22 September 2015   07:15 Diperbarui: 4 April 2017   16:11 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: http://buruhmigran.or.id/

Seorang yang sedang mengalami kesulitan keuangan mendatangai Imam Syafi’i dan mengadukan krisis finansial yang dialaminya. Ia bekerja sebagai buruh dengan gaji lima dirham. Dan gaji itu tidak mencukupi kebutuhannya. Harga sembako terus merangkak naik. Upahnya habis untuk “basa-basi”. Bayar sana, bayar sini.

Setelah mendengar keluh-kesah orang itu, sang imam memberikan saran yang aneh. Imam Syafi’i justru menyuruhnya untuk menemui bos-nya dan meminta pengurangan gaji menjadi empat dirham!.

Koq aneh sih? Wong lagi krisis ekonomi koq malah disuruh nyunat gaji sendiri? Harusnya nyuruh demo naik gaji donk! Tapi karena ini nasihat dari orang sholeh, orang itu pun pergi melaksanakan perintah Imam Syafi’i meskipun dia tidak paham apa maksud dari perintah itu.

Setelah beberapa lama kemudian orang itu kembali datang menemui Imam Syafi’i dan mengadukan kehidupannya yang tidak kunjung mendapat kemajuan. Lalu Imam Syafi’i memerintahkannya kembali untuk mendatangi orang yang telah mengupahnya dan meminta majikannya untuk mengurangi gajinya (lagi), menjadi tiga dirham!

Lelaki ini Cuma bisa geleng-geleng kepala. Hidup sudah susah, ini diminta untuk hidup semakin susah. Mengencangkan pinggang Jennifer Lopez yang bahenol sih enak, lha ini mengencangkan pinggang sendiri yang sudah kurus kering! Tapi lagi-lagi orang itu pun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafi’i dengan membawa perasaan keheranan bercampur rasa pasrah.

Beberapa hari kemudian orang itu kembali datang menemui Imam Syafi’i dan mengucapkan terima kasih atas nasihatnya yang tidak biasa. Dia bercerita, bahwa tiga dirham yang dia dapatkan justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan sekarang hidupnya menjadi lapang.

Dia bertanya, “Ada rahasia apakah di balik semua itu?”

Imam Syafi’i menjelaskan bahwa pekerjaan yang dijalaninya itu tidak berhak mendapatkan upah lebih dari tiga dirham. Dan kelebihan dua dirham itu telah “mencabut” keberkahan harta yang dimilikinya ketika tercampur dengan harta yang lainnya. Sang Imam lantas mengutip sebuah sya’ir:

“Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya harta itu mejadi banyak. Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu harta itu merusaknya”.

Gaji dan Kepuasan Kerja

Cerita diatas saya ambil dari Talking in The Heaven karya Agus Setiawan dan Faisal Kunhi. Pesan moralnya sederhana: gaji bukanlah tolak ukur "keberkahan" sebuah pekerjaan. Ada orang gajinya puluhan juta yang kerjaannya cuma datang rapat, duduk, diam, bergaya interupsi sana-sini, pake "nyambi" jadi tersangka korupsi, eh masih beralasan gajinya kurang.

Tapi ada juga pahlawan yang mengabdi di pelosok negeri. Statusnya bukan pegawai negeri. Tunjangannya minim sekali. Tanpa fasilitas disana-sini. Dan mereka melakukannya sepenuh hati tanpa mengharap balasan suatu hari nanti. Mereka mengerti: rezeki Tuhan tak mesti berbentuk materi.

Dalam studi manajemen, gaji memang berkorelasi dengan kepuasan kerja. Tapi tidak selamanya linear. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel Kahneman (2010), salah satu peraih Nobel ekonomi menunjukkan angka USD 75,000 adalah batasnya (untuk kasus Amerika). Jika pendapatan Anda dibawah 75rb dollar setahun, maka gaji adalah segalanya. Tapi jika Anda memiliki pendapatan diatas 75rb setahun (US dollar ya cuk, bukan IDR), maka “there’s something that money can’t buy”, dan Anda akan melakukan sesuatu bukan hanya semata-mata karena uang.

Berapa “angka pendapatan sehingga otak kita ga cuma mikir duit” di Indonesia?

Karena nilai 75rb USD sekitar 2x pendapatan perkapita, dan rata-rata pendapatan perkapita Jakarta adalah 135 juta, maka angka 270 juta adalah masuk akal. Artinya jika pendapatan kita selama setahun kurang dari 270 juta (22,5 juta per bulan), maka sangat wajar jika kita menjadi manusia mata duitan dan rela panas-panasan untuk berdemo dari pagi sampai sore hari demi kenaikan gaji.

Tapi daripada berorasi dan menutup jalan yang ujungnya malah bikin hidup orang lain susah, yang wajib kita lakukan adalah "memantaskan diri" untuk dibayar mahal. Dengan menciptakan nilai tambah yang bisa membantu dan mempermudah hidup orang lain.

Dan jika gaji Anda sudah puluhan juta dan kerjaan-nya cuma datang rapat, duduk, diam, sok interupsi sana-sini, jalan-jalan keluar negeri bawa family, sambil teriak-teriak minta kenaikan gaji, maka saran Imam Syafi’i diatas, patut untuk dicoba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun