Kejadian yang saya alami Kamis lalu (27 Agustus 2015) sungguh tidak menyenangkan. Saya berharap kasus ini tidak terulang dan Go-Jek mampu melakukan quality control, terutama untuk pembayaran non-cash.
Jadi ceritanya, saya memesan go-jek dari daerah Kebagusan dengan tujuan Gandaria. Saya memilih Go-Jek karena lebih fleksible, anti macet, dan terutama: masih punya kredit Go-Jek sehingga saya bisa naik gratis.
Setelah memesan sekitar jam 8.45, ada driver yang merespon. Saya pun menunggu. Sudah jam 9 lebih 15, koq belum sampai? Di cek di maps aplikasi, koq udah deket? Kenapa dia tidak menghubungi saya?
Akhirnya saya menelpon “oknum” ini, di aplikasi tertulis nama Hairul Anam dengan no order 16545540:
“Pak, dimana?”
“Di deket Melati Pak. Bapak dimana?”
“Saya di jalan Melati dekat gang mawar. Itu lho, gang ke arah pintu timur Ragunan. Kalau saya tunggu dekat Masjid gimana Pak?”
“Oh iya, masjid. Saya tahu.”
“Ok Pak, Masjid ya.”
Akhirnya saya berjalan ke masjid dekat rumah. Dan menunggu disana. Jam 9.20 koq belum ada juga? Ingin hati untuk men-cancel, tapi ingat ini kan rezeki orang. Saya cek di lokasi apps, koq malah tambah jauh?
Jam 9.25 saya telpon lagi, wah ternyata dia salah masjid! Dia menunggu di masjid dekat pintu timur Ragunan!. Rupanya ternyata nona komunikasi (miss communication) sodara-sodara!
“Pak, masjidnya Masjid Nurul Taubah Pak, jalan Kebagusan 3” saya menelpon kembali.
Dia pun mengiyakan untak datang. Saya tunggu sampe jam 9.30 loh koq tiba2 ada notifikasi klo sudah on the way??? Dan tiba-tiba order di terminate dan saldo go-jek saya berkurang!
Lemahnya Customer Service
Tentu saya dirugikan karena:
- Waktu terbuang percuma, menunggu hampir 45 menit dan terlambat meeting
- Kredit saya “dimakan” tanpa adanya service yang diberikan
Saya pun mencoba menghubungi call center yang ada di aplikasi untuk klarifikasi masalah. Tapi Cuma dijawab oleh ring back tone dan tak pernah ada jawaban dari operator. Sepertinya Go-Jek ingin konsumennya untuk selalu teringat petuah bijak:
“Hanya Tuhan tempat untuk mengadu”.
Selemah inikah perlindungan konsumen dari Go-Jek?
Padahal sekarang layanan ojek aplikasi sudah bermunculan. Ada Grab bike, hingga Blu Jek. Jika persaingan semakin ketat, apakah Go-Jek masih merasa jumawa sebagai first mover advantage? Layanan ojek aplikasi pertama? Atau hanya mengandalkan promo flat 15 ribu?
Hal ini juga menunjukkan lemahnya control dari Go-Jek untuk pembayaran non cash. Karena belum ada perlindungan bagi konsumen yang menggunakan kreditnya. Harusnya Go Jek memberikan fasilitas “klarifikasi” jika terjadi transaksi yang mencurigakan, seperti layanan kartu kredit. Intinya: hak-hak konsumen harus bisa terlindungi.
Kalau begini ceritanya, lebih aman pakai cash. Ojek ga datang ya ga usah bayar. Daripada dapat service palsu. Bisa-bisa jadi “Fake Ojek” #ehhh...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H