2. Hard vs Soft Sell
Hard sell disini bukan berarti menjual dengan kekerasan, tapi lebih pada pola komunikasi brand seorang blogger kepada pengikutnya. Hard sell is straightforward selling. Blogger akan menunjukkan produk/jasa, men-highlight kelebihan atau fiturnya, dan biasanya ditutup dengan call to action untuk membeli/berpartisipasi. Contoh:
“Eh tau ga sih Terasi XYZ? Itu lho terasi yang mengandung Omega 4 dengan vitamin Z kompleks. Bisa menyedapkan makanan sekaligus menyehatkan pikiran. Cobain deh, Cuma 10rb. Dapetin di IndoApril dan Betamaret terdekat ya! #terasi #terasiXYZ #hidupterasi #akucintaterasiXYZ”
Sedangkan soft sell adalah jualan “halus”. Brand akan di infuse senatural mungkin. Bahkan di beberapa post instagramer berbayar, mereka tidak menyebut merek, yang penting brand itu terlihat di gambar. Contoh:
“Lagi pingin masak ayam goreng presto pake sambel terasi nih. Pas belanja di G-ant terus nemu promo terasi baru. Ada yang udah pernah nyoba? #lunch #ayamgoreng #sambal #terasibaru”.
Penggunaan hard sell vs soft sell biasanya bergantung dari tujuan brand dan pilihan blogger itu sendiri. Karena ada beberapa blogger yang “anti berjualan garis keras”. Dalam artian, mereka tidak ingin fans mereka “diracuni” postingan bersponsor yang bisa mengurangi kredibilitas postingannya.
3. Post relationship
Yang tak kalah penting untuk diingat ketika seorang blogger mempromosikan sebuah brand, adalah hubungannya dengan brand setelah periode kerjasama itu berakhir. Pernah ada kejadian sebuah maskapai memberangkatkan blogger jalan-jalan. Saat pulang, ternyata pesawatnya delay. Dodolnya, si blogger yang kzl (kesel) mem-post ke media sosial. Terjadilah perang dunia ketiga antara maskapai dan blogger. Lha wong uda dikasih tiket gratis koq masih ngeluh kalo delay sebentar?
Hukum fisika yang berlaku: jangan pernah mendiskreditkan sebuah brand jika Anda masih ingin mendapatkan job dari dia.
---