Mohon tunggu...
Yoga PS
Yoga PS Mohon Tunggu... Buruh - Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Laki-laki yang ingin mati di pagi hari :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tuhan Tidak Datang Hari Ini

13 Juli 2011   08:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:42 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petang itu Konrad si tukang sepatu pulang kerja lebih awal. Ia lalu membersihkan seluruh rumah, terutama ruang tamu, memanggang roti, mengolah daging, dan menyiapkan minuman. Pendeknya, semua pekerjaan rumah yang selama ini jarang dilakukan, kini ia bereskan. Ia sengaja menyuruh sang istri dan anaknya untuk menginap dirumah mertua. Karena Konrad sedang menunggu tamu istimewa.

"Tuhan akan datang", begitulah pesan dalam mimpinya semalam. Mimpi itu sendiri hanyalah kegelapan dengan suara misterius yang mengatakan Tuhan akan bertamu kerumah Konrad esok sore. Entah dalam wujud apa. Dan sepanjang sore gerimis tak berhenti. Udara dingin sekali. Konrad terus menanti Tuhan sambil merebus teh. Namun Tuhan belum datang juga.

Konrad hanyut dalam pikirannya sendiri, kebaikan Tuhan begitu istimewa kepadanya. "Biar tak sekolah tinggi, aku bisa punya bengkel sepatu. Meski yatim piatu, aku diberi istri cantik dan sepasang anak. Meski tak tampan, senyumku disukai penduduk kota. Meski tak punya kenalan pejabat, usahaku maju terus". Konrad tenggelam dalam lamunan kilas-balik menampilkan seluruh babak kehidupannya, sambil terus memuji kebaikan Tuhan.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Pasti itu Tuhan!. Konrad bergegas membukanya. Ternyata tukang pos yang kehujanan. Konrad mempersilahkan Pak Pos berteduh dan menghidangkan teh yang disiapkannya untuk Tuhan. "Terima kasih Pak Konrad, teh yang nikmat ini menghangatkan tubuhku", kata tukang pos sambil pamit.

Saat mengantar Pak Pos keluar, Konrad melihat seorang gadis kecil menangis. Rupanya ia tersesat. Konrad memutuskan mengantar gadis ini sampai ke rumahnya. Ditempelkannya pesan dipintu dengan kertas merah jambu.

"Tuhan, tolong tunggu sebentar, ada keperluan mendadak. Aku segera kembali!"

Menjelang malam Konrad akhirnya pulang. Dari kejauhan terlihat pintu rumahnya terbuka. Rianglah hati Konrad.

"Tuhan sudah menungguku!" serunya dalam hati.

Tapi saat ia masuk ternyata tetangganya terbaring diruang tamu dengan penuh luka. Ia habis berkelahi dengan penjahat yang berniat merampok. Pria itu menggigil kena infeksi. Hingga jauh malam Konrad dan beberapa warga berjuang mengobati dan merawat luka-luka pria malang itu.

Malam semakin larut. Tetangganya telah pulang. Konrad sangat lelah. Ia merebahkan tubuhnya di kamar. Tapi ia berusaha tidak tidur. Tuhan belum juga datang menjelang dini hari. Sambil menunggu, Ia mulai bertanya-tanya soal mimpi misterius semalam. Mimpi itu pasti perbuatan setan. Terbukti Tuhan tidak datang hari ini.

Akhirnya ia tak kuat lagi. Konrad terlelap. Tak sengaja ia bermimpi aneh yang serupa. Kegelapan disertai suara misterius,

"Apa yang kau cari Konrad? Bukankah Tuhan datang hari ini?"

Tiba-tiba Konrad terbangun, fajar telah menyembul tinggi. "Aduh, Tuhan pasti datang selagi tidur, aku telah mengecewakan Tuhan, mengapa aku tertidur?" sesalnya. Karena mimpi tadi jelas-jelas berkata, Tuhan telah datang hari ini.

Sambil bangun dan berjalan gontai, Konrad berjalan ke arah ruang tamu. Dilihatnya cangkir bekas pak pos yang belum sempat dicuci, kertas pesan merah jambu untuk Tuhan, dan perban penuh darah yang digunakan untuk merawat tetangganya. Sinar matahari pagi menembus jendela dan mengenai kening Konrad. Tiba-tiba ia tersenyum. Seperti menemukan jawaban. Pencerahan.

Konrad tersadar. Rahmat dan kehadiran Tuhan ada dalam perbuatan. Perbuatan penuh kebaikan. Kebaikan sederhana lewat kerja-kerja yang sederhana. Sungguh sederhana...

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="ian Britton - FreeFoto.com"][/caption] (*Terinspirasi dari 8 Etos Kerja Professional karya Jansen Sinamo (2009). Beberapa bagian cerita sengaja saya ubah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun