Cerita dimulai di sebuah dari desa terpencil bernama Desa Wedon, yang terkenal dengan kejadian-kejadian aneh dan misterius. Warga desa percaya bahwa ada kutukan yang turun di desa tersebut, dan semua bermula dari pemakaman seorang warga yang meninggal secara tidak wajar. Pocong wedon adalah sosok arwah gentayangan yang bangkit dari kuburan karena dendam yang belum selesai.
Setelah kematian warga desa yang tidak ditangani dengan benar, banyak warga yang mulai merasakan kehadiran makhluk gaib. Pohon-pohon mati, udara menjadi lebih dingin, dan setiap malam terdengar suara langkah kaki yang berat di dekat pemakaman. Orang-orang yang lewat di dekat kuburan sering melihat sosok pocong yang melompat yang sangat cepatÂ
Teror Pocong wedon
Pocong wedon mulai menampakkan dirinya di rumah-rumah warga, terutama pada malam hari. Orang-orang yang melihatnya akan jatuh sakit atau bahkan meninggal dalam beberapa hari. Teror ini membuat warga desa semakin takut keluar malam. Para tetua desa mengatakan bahwa arwah tersebut akan terus menghantui desa sampai tali kafannya dilepaskan, tetapi tidak ada yang tahu di mana pocong itu dimakamkan.
Rahasia gelap desa
Seorang pemuda desa bernama Jaka, yang tidak percaya dengan cerita mistis, memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia mulai menggali sejarah desa dan menemukan bahwa ada kisah tentang pembunuhan keji yang pernah terjadi di desa itu puluhan tahun lalu. Ternyata, korban pembunuhan itu adalah leluhur dari sebagian besar warga desa, dan pocong wedon adalah arwah dari korban tersebut yang ingin menuntut balas.
Rian merasa ada sesuatu yang tidak beres. Rumah neneknya, yang biasanya penuh dengan kehangatan keluarga, kini tampak sepi dan kosong. Tidak ada bibinya yang selalu riang menyambut, tidak ada neneknya yang tersenyum ramah padanya, sepupunya yang masih tiga tahun berlarian memeluk lututnya, ataupun pamannya yang biasa membetulkan pacul di teras rumah.
Pintu rumah sedikit terbuka, dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Barang-barang di dalam rumah pun tampak seperti dibiarkan begitu saja, seolah-olah penghuninya pergi dengan tergesa-gesa. Perasaan panik mulai menjalari pikirannya. Ia membayangkan kemungkinan terburuk---mungkin neneknya benar-benar sekarat dan telah dibawa ke rumah sakit. Atau mungkin, ada sesuatu yang lebih mengerikan terjadi di sini.
Meskipun teman-temannya yang ikut menemaninya sudah merasa tidak nyaman dan ingin segera kembali ke kota, Rian bersikeras untuk tetap tinggal dan menunggu keluarganya pulang. Baginya, meninggalkan dusun itu tanpa mengetahui keadaan keluarganya adalah hal yang tidak bisa ia lakukan. Ia terus mencoba menghubungi bibinya, meskipun panggilan-panggilannya terus berujung pada nada sambung yang tak pernah tersambung. Rasa takut bercampur dengan ketidakpastian membuatnya merasa semakin tertekan.
Tak lama kemudian, muncul seorang bapak paruh baya dari arah hutan. Penampilannya membuat bulu kuduk Rian sedikit meremang. Tubuh bapak itu sangat kurus, seolah-olah hanya terdiri dari tulang yang dilapisi kulit tipis. Wajahnya penuh dengan kerutan yang menandakan usia, dan matanya cekung dengan tatapan yang sulit diartikan. Meski demikian, bapak itu menyapa mereka dengan ramah, menanyakan apa yang sedang Rian dan teman-temannya lakukan di dusun yang sepi itu
Rian sering mendengar cerita tentang pocong wedon dari neneknya saat ia masih kecil. Cerita itu selalu diceritakan dengan nada yang penuh misteri dan ketegangan, sehingga meskipun ia berusaha untuk tidak mempercayainya, ada sesuatu dalam nada suara neneknya yang membuatnya sedikit was-was. Pocong wedon, menurut neneknya, bukanlah pocong biasa. Konon, pocong ini memiliki tujuan tertentu, sering kali untuk menjemput seseorang yang sudah waktunya berpulang, namun ada juga yang percaya bahwa pocong wedon ini adalah pertanda buruk bagi yang melihatnya. Tapi tak sedikit yang menganggap pocong wedon bukanlah pocong, yang adalah peliharaan untuk mencelakakan seseorang.