Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Tahun-Tahun yang Menyala (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengapa Kau Memakai Topeng?

28 Desember 2023   05:09 Diperbarui: 28 Desember 2023   05:10 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Kau Memakai Topeng?

"Langit, aku bicara padamu setiap waktu yang telah ditentukan. Di saat pagi, siang, sore, petang, dan malam, aku sampaikan keinginan seperti kebanyakan orang. Namun, tak pernah sekalipun kau mau mendengar. Sedang seorang berdasi itu hanya bicara padamu sepekan sekali, tetapi kau selalu tertarik untuk mendengar dan mengabulkan permintaannya. Mulai hari ini aku akan berhenti bicara padamu!"

28 Desember 2023. Aku telah memutuskan untuk berhenti berbicara pada Langit. Sepertinya, Langit memang tidak memilih aku menjadi sahabatnya. Buat apa melakukan sesuatu bila harus bertepuk sebelah tangan?

Apa aku harus berhenti menjadi seorang bertopi? Menjadi seorang berdasi saja. Kerjaannya mudah. Menghabiskan waktu di meja umum dan bersenda gurau menghibur banyak orang. Sedang selama ini, aku harus ke sawah atau ladang untuk mengelola tanaman, terkadang harus melaut untuk mencari ikan.

Namun, aku takut jadi tertawaan paman.  "Kan, sudah ku bilang, jangan jadi seorang yang bertopi. Kau itu cocoknya jadi seorang berdasi. Ayahmu, kakekmu, buyutmu itu hidup begitu nyaman. Mumpung masih ada waktu, cepatlah berhenti!" ujar pamanku sembari mengejek pilihan hidupku sebagai orang bertopi.

Paman benar. Topi ini memang menutupku dari panasnya matahari dan menjadikanku orang yang bebas ke mana saja. Namun, tidak berhasil menutupi panasnya hatiku. Mungkin saja, memakai dasi bisa mendinginkan hati yang gundah.

Aku letakkan topi ini di tanah berpatok, siapa tahu bermanfaat bagi orang lain. Kini, aku berjalan ke hutan pekerjaan untuk meminta dasi pada Pak Pohon. Semua orang dewasa pasti pernah bertemu beliau. Setidaknya, Pak Pohon lebih ramah ketimbang Langit.

"Hai, manusia yang sedang gulana. Ada apa gerangan kau ke hutan pekerjaan?" tanya Pak Pohon.

"Pak Pohon yang baik hati, aku orang yang tiga belas tahun lalu menemuimu untuk meminta topi. Ternyata, menjadi orang bertopi bukan jalan hidupku. Apakah aku boleh meminta dasi seperti ayahku?"

"Oh, sayang sekali. Sejak bulan lalu, tidak ada lagi dasi yang tersisa. Betapa banyak orang dewasa yang meminta dasi untuk hidupnya. Mengapa kau tidak lagi memakai topi?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun