"Aku datang untuk menyemangatimu. Kau yang sekarang bukan seperti dulu. Tuhan memilihmu untuk suatu tujuan," ucap Pak Arif yang kini mulai menatap Pak Mar, sang kepala sekolah yang sejak kecil sudah bisa melihat makhluk tak kasatmata.
Tak hanya Pak Mar, setidaknya ada tiga makhluk lain yang ia tatap. Ayu, seorang peri dari lukisan di dinding UKS. Laras, kuntilanak merah yang bersembunyi di balik pintu kamar mandi ruang kepala sekolah. Terakhir, jin lelaki berpakaian Madura dengan celurit di tangannya tak luput dari pandangan Pak Arif.
"Banyak di antara manusia yang takut pada jin. Padahal sebenarnya manusia lebih menakutkan sifatnya dibandingkan jin. Ada juga yang melupakan hal gaib, sehingga ia bertindak semaunya. Tak lagi menghormati adat dan merusak alam, bahkan mengingkari keberadaan Tuhan," lanjutnya.
Pak Arif memang tak berubah. Meski Pras dan Pak Mar tahu bahwa yang hadir saat ini hanya qorin atau jin bawaan semasa hidup Pak Arif. Namun, auranya sama bahkan lebih kuat karakternya.
Tok tok tok
Seseorang mengetuk pintu dari luar ruang kepala sekolah. Sepertinya, Mbak Hennie, petugas resepsionis sekolah yang mengetuk pintu. Pak Mar langsung menuju pintu dan meninggalkan Pras di ruang tersebut.
"Pras, ingat selalu pesanku!" Pak Arif diam dengan wajah tanpa senyum.
"Takutlah hanya kepada Tuhan. Bukan kepada manusia, jin, setan, dan sejenisnya. Minta tolonglah hanya pada-Nya. Bukan kepada makhluk termasuk sosok yang kau anggap sakti. Kau akan menjadi penghubung di antara dua dunia. Sebagian manusia dan jin akan berusaha membunuhmu, sebagian lagi akan melindungimu, dan sebagian lagi tidak akan peduli kepadamu."
Asap itu kemudian perlahan menghilang masuk kembali menuju gerbang. Pras terlihat meneteskan air mata. Rindunya pada Pak Arif belumlah selesai. Apakah ia bisa mengemban amanah yang begitu berat ini? Siapakah yang akan menjadi musuhnya dan sosok apa yang akan melindunginya? Bagaimana cara menghadapi orang yang apatis terhadap dirinya?
Pertanyaan itu masih terus berputar dalam otaknya. Sementara itu, Ayu menatap tajam pada Laras yang mulai menampakkan sebagian wajah berdarahnya di kamar mandi. Sang jin Sakera entah kemana, ia tak terlihat lagi.
Penulis: Yoga Prasetya, guru dan pujangga.