"Mohon maaf, Pak. Apakah bapak memanggil saya?" Pras memulai dengan basa basi yang tentu sebenarnya tak perlu ditanyakan lagi.Â
"Ndak usah tegang gitu Pak Pras. Kamu kan sudah dua kali merasakan suasana seperti ini?" Pak Mar terlihat santai sembari sedikit menampakkan senyum. Senyum yang tersirat.Â
"Mak... maksud bapak?" Pras tampak bingung. Ia berharap Pak Mar tidak mengetahui soal kejadian lukisan perempuan di UKS dan datangnya kuntilanak merah tadi pagi.Â
Pak Mar berdiri lalu terjadi penampakan yang mengagetkan Pras. Di belakangnya muncul sosok lelaki berpakaian Madura dengan celurit di tangannya. Di pojok ruangan tiba-tiba ada sebuah gerbang tergembok yang sangat kelam. Gerbangnya bergerak seakan ada makhluk di dalamnya yang ingin keluar.
"Kamu bukan satu-satunya yang bisa melihat mereka, Pak Pras," ucap kepala sekolah.Â
"Ja... jadi Pak Mar..."Â
"Saya sejak kecil sudah bisa berkomunikasi dengan mereka. Jin Sakera di belakang saya adalah qorin leluhur keluarga yang banyak membantu sekolah ini aman dari gangguan makhluk tak kasatmata," jawab Pak Marjono. "Kebetulan kamu datang ke sekolah ini saat suasana sudah lebih nyaman," lanjutnya.Â
"Maksud bapak, dahulunya sekolah ini angker?"Â
Pak Mar tak menjawab tetapi tangannya menunjuk dinding yang perlahan muncul sebuah gambar. Mirip seperti cahaya LCD atau proyektor.Â
"Di masa kerajaan Singasari, tempat ini adalah sarangnya dedemit. Para makhluk halus itu kemudian pindah ke alas timur Jawa lantaran para kompeni Londo membangun markas dan pabrik di tempat ini. Ketika Indonesia merdeka, tempat ini diambil alih pihak swasta tetapi akhir tahun 1992 pabriknya menjadi bangkrut. Mungkin ada hubungannya dengan karma wafatnya Ayu," terang kepala sekolah sambil menatap mata Pras dalam-dalam.
"Ayu? Pak Mar tahu tentang Ayu, lukisan perempuan di UKS Sekolah?" Tanya Pras dengan rasa penasaran tinggi.Â