Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Romansa Kusuma (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kencan Kuntilanak Merah

21 Oktober 2020   07:42 Diperbarui: 21 Oktober 2020   07:50 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen olah pribadi (ig mbak Kunti @kisahlasmi)

"Selamat pagi Pak Pras. Pagi-pagi kok sudah melamun?" 

Suara dr. Dewi mengagetkan Pras, seorang guru musik di sekolah menengah pertama. Hingga pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya.

"Pak Pras sudah baikan? Kemarin kan pean izin tidak mendampingi anak-anak berkemah," sambung dr. Dewi. 

"Oh, iya dok, dokter Dewi. Sudah mendingan ini. Apakah saya boleh minta vitamin dok?" tanya Pras. 

"Dengan senang hati," ucap dokter Dewi sambil membuka jendela UKS. 

Tiba-tiba, Pras melihat sosok perempuan berbaju merah berlumuran darah muncul menembus jendela dan tubuh dr. Dewi. Dia mendekati Pras sambil mengeluarkan tawa khasnya. Dengan sekejap Pras berdiri dari duduknya dan secara refleks tangannya direntangkan ke depan. 

"Setop!!!" Ucap Pras.

"Hihihi, selamat datang di dunia kami anak muda," ucap sosok perempuan berbaju merah dengan lidah panjangnya yang menjulur.

Wajah Pras memucat sembari menyiratkan kata "APA MAUMU?" 

Ia melirik ke kiri ke kanan tetapi Ayu tak ada di sini. Sementara itu, dr. Dewi sedang sibuk mencarikan vitamin dan tak bisa melihat sosok perempuan itu. 

"Hihihi. Tenanglah pak guru. Aku sudah lama ingin menyapamu. Sejak tahun 2017, kau sudah menarik sukmaku," ucap sosok berbaju merah itu. 

"Tak perlu mencari Ayu, kau sudah kubawa ke rumahku yang tak mungkin bisa dimasuki Ayu. Hihihi," lanjutnya.

Pras yang tadinya ada di UKS kini berada di tempat antah berantah. Semacam gubuk berdinding kayu, suram, gemerlap lilin kemerahan, dan meja makan yang lengkap dengan kursi serta kudapan. Ia mencoba membaca ayat suci tetapi Si merah segera menghalanginya. 

"Tolong, dengarkan aku dulu!" Ucapnya pada Pras sambil meringis kepanasan. 

"Baik, sekarang segera kembalikan diriku," balas Pras. 

"Aku akan segera mengembalikan jiwamu tetapi ada  yang harus aku sampaikan padamu," mohon si merah. 

Pras hanya bisa mengiba. Kini, sosok perempuan berbaju merah berlumuran darah itu berubah menjadi cantik jelita. Namun, Pras tak tertarik. Ia tahu ini hanya jebakan. 

"Namaku, Laras. Sekarang kau berada di dalam pohon besar dekat parkiran guru dan karyawan. Aku sudah tinggal di tempat ini jauh sebelum sekolah ini dibangun," ucapnya. 

"Apa yang kau lakukan di sekolah ini?" Tanya Pras. 

"Mengganggu manusia," jawabnya singkat dengan mata tajam. 

Pras terkejut dengan jawaban Laras. Ia tak menyangka bahwa jawabannya sangat jujur, jelas, dan padat.

"Mengapa kau mengganggu manusia?" 

"Karena manusia sering lupa kepada Tuhan. Dan aku terlahir dari amarah yang tak bisa padam," Laras kini berdiri dan mencoba mendekati Pras. 

"Kalau kau mendekat selangkah lagi akan ku bakar dirimu!" Pras bertindak waspada kali ini. 

"Uh, tolong maafkan sifat alamiah ku ini." Laras mundur dan kembali duduk. 

"Sepertinya, Ayu akan segera menemukan kita." Sambungnya. 

"Baguslah kalau begitu, mari segera akhiri percakapan ini," balas Pras. 

"Kita bukan hanya bercakap tetapi kencan," tiba-tiba Laras tersipu malu. Ia mencoba menuangkan gelas berisi air dan menawarkan kue untuk mencairkan suasana.

Pras mencoba menerka apa yang baru saja diucapkan Laras. Suasana yang mencekam kini berubah menjadi merah muda penuh romansa. Laras terlihat cantik. Lebih cantik dari Ayu. 

"Kau benar-benar aneh, kadang kau menakutkan, cantik, amarah, jujur, dan sekarang menjadi begini," ucap Pras sambil menggaruk kepalanya. 

"Dalam tubuh yang berdarah-darah dan terlihat sakti, aku tetaplah makhluk lemah," ia mencoba curi pandang pada Pras. 

"Aku ingin mulai detik ini, kau tak lagi mengganggu manusia. Aku masih percaya bahwa ada secercah kebaikan di hatimu," kata Pras. 

Tanpa terasa Laras meneteskan air mata. Baru kali ini ada manusia yang ditemuinya memiliki hati seputih ini. Ia telah salah sangka mengira Pras akan segera menghancurkan dirinya atau membenci sosok jahatnya. 

"Hidup adalah pilihan, Pras. Aku memilih untuk mengganggu manusia. Tapi orang-orang sepertimu tidak akan bisa kurayu," ekspresi Laras yang sendu perlahan kembali tajam. 

Gubuk tertutup kayu ini bergerak-gerak seakan sedang didobrak sesuatu. Laras sepertinya sudah siap menyambut kedatangan Ayu. Ia kembali ke wujud menakutkan dengan lidah dan baju penuh darah. 

Pras memilih duduk bersila dan memejamkan mata  sembari memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa. Ayu yang berhasil masuk kini bertarung hebat dengan Laras. Bak cahaya putih dan api merah, mereka memorakporandakan tempat ini. Laras yang terlihat sangat sakti berhasil mencekik leher Ayu. 

Saat itulah Pras dengan khusyuk mengucap sepotong ayat suci. 

"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya semua yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui semua yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu Allah melainkan yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." 

Laras perlahan memudar. Hilang.

*****

Bel masuk berbunyi, pukul 06.40. Pras masih duduk di UKS. Dilihatnya Ayu berdiri di samping kanannya sambil memegang lehernya yang kemerah-merahan.

"Lho, darimana saja Pak Pras. Tak cariin mulai tadi sampek ke ruang guru. Eh, ternyata ada di sini. Ini vitaminnya," dr. Dewi menampakkan wajah cemberutnya. 

"Aduh, maaf dokter. Tadi, anu..." timpal Pras. 

"Ya udah cepat kembali ke ruang guru Pak. Tadi kayaknya juga dicari Pak Kepsek," ucap dr. Dewi sambil memberikan vitamin untuk Pras.

"Ada apa gerangan Pak Kepsek memanggilku?" tanya Pras dalam hati. 

Penulis: Yoga Prasetya. 

(Cerita ini merupakan episode keempat dari lanjutan Lukisan Perempuan di UKS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun