Mohon tunggu...
Yoga Permana N
Yoga Permana N Mohon Tunggu... Petani - Kosong

Pembajak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sesulit Apa Pembahasan RUU PKS?

7 Juli 2020   02:46 Diperbarui: 7 Juli 2020   02:49 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini kembali ramai perbincangan mengenai Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). Hal ini tak ayal lagi karena RUU tersebut diusulkan oleh Komisi VIII DPR agar dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Padahal sudah diundur juga tahun lalu, tapi sekarang diundur lagi. Huft, sangat menyebalkan memang dewan-dewan kita  yang mulia.

Lucunya alasan usul pengeluaran RUU PKS adalah karena pembahasannya sulit. Wow. Sesulit apa sih buat orang-orang di DPR sana yang notabenenya  berpendidikan tinggi untuk membahas RUU PKS ini Pak Haji Marwan Dasopang, M.Si?

Saya yakin lebih sulit lagi mempelajari sains saat bapak berada di program pascasarjana, atau mungkin mata kuliah yang pernah dipelajari oleh Bapak Haji Yandri Susanto, S.Pt. selaku ketua Komisi VIII DPR RI yaitu mata kuliah produksi ternak potong dan nutrisi ternak dasar yang biasanya membuat mahasiswa semester awal fakultas pertanian misuh-misuh.

Lagipula bagaimana bisa pembahasan RUU PKS ini masih dapat dibilang sulit? Padahal dalam melaksanakan tugasnya di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan, Komisi VIII DPR dapat mengadakan rapat kerja dengan lembaga atau instansi lainnya.

Seperti Kementrian Sosial, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Komisioner KPAI yang di mana instansi atau lembaga tersebut berkaitan dengan pembahasan RUU PKS dan yang pasti siap untuk mengedukasi bekerja sama dengan para anggota dewan yang mulia apabila memang memerlukan bantuan seperti kasus kesulitan yang saat ini menimpa mereka.

Seharusnya RUU PKS ini segera disahkan saja, melihat kekerasan seksual yang kini kian marak menghantui para perempuan dewasa maupun yang masih anak-anak. Apalagi menurut survei, selama pandemi virus korona ini berlangsung telah terjadi peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga juga kekerasan seksual secara signifikan. Tentunya kasus ini rata-rata dialami oleh perempuan dan anak-anak.

Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komnas Perempuan, peningkatan KDRT mencapai 75 persen. Kenaikan ini dipicu oleh stres, terganggunya jejaring perlindungan dan sosial, hilangnya pendapatan, dan menurunnya akses ke layanan publik.

Hal ini tentunya bukan sebuah masalah yang pantas untuk disepelekan. Tapi hidup ini memang berengsek, terkadang kita dipaksa untuk menikmatinya untuk menelan pil-pil pahit yang meremukkan asa.

RUU PKS yang selama ini kita harap-harap supaya segera disahkan, eh malah revisi undang-undang mineral dan batu bara (Minerba) yang disahkan, padahal jelas-jelas UU minerba tersebut mengancam nasib keselamatan rakyat dan lingkungan.

Parahnya lagi yang kini sedang dikebut malahan pembahasan mengenai Omnibus Law, yang juga berbahaya untuk kemaslahatan hidup masyarakat. Ironi negeriku memang ngeri,ngeri,ngeri. Sudah lumrah memang kalau perihal cinta kita semua pemula perihal oligarki kita selalu dibohongi, begitulah kelakuan dewan-dewan yang kita sayangi.

Pesanan-pesanan memang selalu diutamakan, tapi perihal kemaslahatan selalu dipenuhi belakangan. Begitulah jalan ninja Desa Senayan. Hampir do pekok kabeh kelakuanne kui, pengen tak hih!!!

Ada lagi yang bilang bahwa RUU PKS ini masih menjadi sebuah polemik di kalangan masyarakat. Padahal nyatanya yang menjadi polemik di kalangan masyarakat adalah tingkah-tingkah gerombolan senayan itu sendiri yang hampir selalu membuat bos-bosnya (masyarakat) menggelengkan kepala. Apalagi Pak Marwan sendiri yang bilang bahwa hingga saat ini pembahasan RUU PKS belum memungkinkan karena lobi-lobi dengan seluruh fraksi di DPR masih sulit dilakukan.

Jadi kalau secara logika permasalahan besarnya ada di masyarakat atau penghuni gedung mewah nan gagah yang ada di Senayan itu sih sebenarnya? Ya jelas di para penghuni gedung dong, yakali di masyarakatnya, eh tapi memang ada sih segelintir masyarakat yang tidak setuju sama RUU PKS ini. Hehehe.

Malahan ada lagi statement yang bilang bahwa usulan Komisi VIII DPR terkait penarikan RUU PKS dari Prolegnas prioritas 2020 ini sangat rasional. 

Maaf pak, bagiku ini sangat irasional, kenapa? Ya sudah jelas banyak fakta  dan bukti bahwa kekerasan seksual semakin marak, lah pembahasan dan pengesahannya malah diundur-undur lagi. Ya jelas sangat tidak masuk akal.

Yang masuk akal adalah segera mengesahkan RUU PKS ini untuk membantu atau melindungi para korban dan tentunya untuk memerangi kekerasan seksual. Perlu diingat juga, sesulit-sulitnya mata kuliah yang pernah kalian emban dan pembahasan RUU PKS ini, lebih sulit lagi menghilangkan trauma para korban, camkan itu! Dan untuk kalian yang menentang keras RUU PKS ini, fix kalian adalah kaum misoginis atau patriarkis akut. No debat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun