Mohon tunggu...
Yoga Wiandi Akbar
Yoga Wiandi Akbar Mohon Tunggu... Konsultan - Berusaha bermanfaat

Analis Hukum dan Alumni Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menelaah Kebebasan Berekspresi (Tinjauan Konstitusi Prancis)

1 November 2020   16:49 Diperbarui: 1 November 2020   17:03 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usai Timbul Kekerasan, Macron Klarifikasi Pernyataannya (copy image dari republika.co.id)

Pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menjadi topik yang cukup memanas secara global terkait kecaman pembunuhan seorang guru yang dipenggal seorang keturunan Chechnya akibat karikatur Nabi Muhammad. Kecaman atas pembunuhan dan kekerasan merupakan sebuah hal yang wajar dan penting sebagai pimpinan negara dalam menekan reaksi publik serta penegasan melawan terorisme, namun menjadi terkesan dipolitisir ketika mengklaim bahwa Islam butuh reformasi dan tendensi bahwa Islam merupakan agama teror.

Konteks menyatakan bahwa hak kebebasan berekspresi merupakan landasan konstitusional yang mendasar hal ini menjadi kontradiktif ketika kebebasan beragama atau tidak beragama merupakan hak konstitusional negara Prancis yang memang negara sekuler.

Konteks kebebasan beragama dengan kebebasan berekspresi menjadi friksi atau konflik ketika kebebasan berekspresi merambah ke ranah keagamaan tanpa dasar alas hak seseorang yang dibenarkan memaksakan pandangannya terhadap orang lain, khususnya agama yang kemudian "dilecehkan" dengan dalih kebebasan berekspresi. Hadirnya peran negara dalam mengatur masyarakat melalui hukum itulah kemudian dilakukan agar melindungi hak-hak individu dan menegakkan keadilan bagi masyarakat

Reaksi berbagai negara-negara khususnya Islam sudah dapat ditebak, pimpinan negara-negara Islam dan mayoritas Islam seperti Indonesia kemudian mengecam pernyataan tendensi dari Macron karena dianggap justru mematik benih kekerasan dan terorisme yang sebenarnya bertentangan dengan Islam sebagai agama yang justru menekankan perdamaian dan keselamatan.

Secara "individual" pandangan Macron bisa ditoleransi bahwa pengetahuan yang terbatas dan bisa dianggap angin lalu saja, namun ketika posisi seorang pimpinan negara yang pemeluk Islamnya salah satu terbesar di eropa maka hal ini menjadi tidak dapat diterima oleh berbagai pihak khususnya umat Islam.

Nabi Muhammad Sholollohualaihiwassalam merupakan panutan dan sakral bagi umat Islam. Mendorong pandangan Islam sebagai agama yang penuh teror serta penuh kekerasan seolah menegasikan nilai agama Islam yang penuh kedamaian serta toleran dengan tidak bijak selaku pimpinan negara.

Lalu kontribusi warga negara Prancis yang beragama Islam terhadap Prancis seolah dihilangkan oleh pernyataan Macron. Ada narasi yang perlu diperjelas oleh Presiden Macron, mau tidak mau publik telah menangkap hal yang tendensius. Kejelasan sikap dan kebijaksanaan dalam menjelaskan narasi terhadap langkah menanggulangi ataupun merespon tindakan terorisme perlu dilakukan oleh Presiden Prancis mengenai sikap terhadap umat Islam.

Penulis mencoba menelaah Konstitusi Prancis untuk melihat sejauh mana klaim kebebasan berekspresi menjadi klaim tafsir yang demikian "sempit" dari pandangan Macron tersebut bahwa hak kebebasan berekspresi merupakan yang tertinggi sehingga menimbulkan polemik.

Konstitusi Prancis yakni CONSTITUTION OF OCTOBER 4, 1958, Konstitusi Prancis, Undang-Undang Negara Prancis atau Hukum Dasar Negara Prancis mulai diadopsi pada tanggal 4 Oktober 1958.

Konstitusi ini dijuluki sebagai Konstitusi Republik Kelima, dan menggantikan konstitusi Republik Keempat. Charles de Gaulle adalah tokoh utama dalam memperkenalkan konstitusi baru, sementara isi konstitusi ditulis oleh Michel Debré. Sejak tanggal pengesahannya, konstitusi ini telah diamendemen sebanyak 18 kali, dan yang terbaru pada tahun 2008 (dilansir dari Wikipedia).

Sumber Konstitusi Prancis diperoleh dari Dewan Konstitusi Prancis (conseil-constitutionnel). Di dalam Konstitusi tersebut dinyatakan bahwa:

ARTICLE 1.: France shall be an indivisible, secular, democratic and social Republic. It shall ensure the equality of all citizens before the law, without distinction of origin, race or religion. It shall respect all beliefs. It shall be organised on a decentralised basis. Statutes shall promote equal access by women and men to elective offices and posts as well as to position of professional and social responsibility

(PASAL 1: Prancis merupakan Republik yang tak terpisahkan, sekuler, demokratis dan sosial. memastikan persamaan semua warga negara di depan hukum, tanpa membedakan asal-usul, ras atau agama. Menghormati semua kepercayaan. Ini harus diorganisir atas dasar desentralisasi. Anggaran dasar harus mempromosikan akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki ke jabatan dan jabatan pilihan serta posisi tanggung jawab profesional dan sosial (terjemahan bebas penulis)).

Kebebasan berekspresi dan sekularisme merupakan nilai dari Konstitusi Prancis, namun demikian menghormati semua kepercayaan, dan persamaan didepan hukum merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pasal 1 Konstitusi Prancis tersebut (tekstualnya), tendensi mengenai terorisme ke agama tertentu seharusnya tidak disematkan oleh Presiden Macron jika memang mendasarkan pada dasar bahwa Prancis adalah negara Sekuler, seharusnya kecaman pada kekerasan tersebut tidak kemudian tendensi karena Islam minoritas yang radikal. Alih-alih mengeluarkan statement tersebut, mungkin sebaiknya mengatakan bahwa radikalisme dan terorisme bukan merupakan landasan nilai dari agama manapun. Kebijakan pencegahan terorisme Prancis juga perlu ditinjau terhadap pemikiran kebebasan berekspresi, bagaimana kemudian Prancis juga mendorong bahwa penghormatan terhadap keyakinan atau kepercayaan agama juga menjadi nilai tertinggi yang sejajar dengan kebebasan berekspresi dan bukan adanya hubungan superioritas bahwa kebebasan berekspresi menjadi yang tertinggi membawahi kebebasan penghormatan kehidupan beragama masing-masing warga negaranya tanpa memandang agama apapun atau kepercayaan.

Penegasan kembali “laïcité” (sekularisme Prancis) sebagai jaminan kebebasan hati nurani (untuk percaya atau tidak percaya pada Tuhan) dan kebebasan beragama mengenai maksud dari Presiden Macron yang disampaikan oleh Olivier Chambard, Duta Besar Prancis untuk Indonesia memang merupakan penegasan yang penting, namun kemudian narasi tersebut pada akhirnya sudah terlanjur berkembang memanas diberbagai kalangan. Adanya aksi pemboikotan produk Prancis hingga menimbulkan keluarnya pernyataan resmi dari berbagai pimpinan negara-negara di dunia sudah dapat dikatakan lebih dari cukup bahwa ada sesuatu yang kurang tepat dari statement Presiden Prancis tersebut. Mengatakan bahwa adanya bias narasi terhadap pernyataan Presiden Macron tidak hanya sekedar dengan klarifikasi saja menurut pandangan penulis, maka kemudian reaksi bijak apakah yang seharusnya dapat dilakukan secara bijak oleh Presiden Macron yang dianggap mencederai umat muslim diseluruh dunia?

Dikutip dari Duta Besar Prancis (31 Oktober 2020 dilaman https://id.ambafrance.org/Apa-yang-dimaksud-oleh-Presiden-Macron-sebenarnya) majalah Charlie Hebdo yang telah menerbitkan kartun selama 50 tahun, bersifat provokatif terhadap semua kekuatan dan institusi, pemerintah, politik, agama dan lain-lain, tanpa mendorong kekerasan atau kebencian. Majalah ini menerbitkan karikatur tentang berbagai keyakinan, serta tiga agama monoteistik, tidak hanya tentang Islam. Beberapa karikatur, antara lain, menargetkan Paus dan agama Katolik. Charlie Hebdo telah berkali-kali dituntut ke pengadilan. Beberapa kali Charlie Hebdo divonis bersalah oleh pengadilan karena menargetkan individu atau kelompok masyarakat, tapi bukan karena mengolok-olok agama. Melihat langkah-langkah hukum yang dilakukan Prancis memang perlu diapresiasi, namun kemudian sikap politik dari pimpinan Prancis tersebut yang menjadi penting untuk disampaikan kepada publik di dunia khususnya umat Islam pada kasus ini.

Konstitusi Prancis:

ARTICLE 5.: The President of the Republic shall ensure due respect for the Constitution. He shall ensure, by his arbitration, the proper functioning of the public authorities and the continuity of the State. He shall be the guarantor of national independence, territorial integrity and due respect for Treaties.

(PASAL 5: Presiden Republik harus memastikan penghormatan terhadap Konstitusi. Dia harus memastikan, melalui arbitrase, berfungsinya otoritas publik dan kelangsungan Negara. Dia akan menjadi penjamin kemerdekaan nasional, keutuhan wilayah dan haknya menghormati Perjanjian (terjemahan bebas penulis))

Copy image: https://longbull13.wordpress.com/2015/06/16/les-nouveaux-loups-de-wall-street/liberte-egalite-fraternite-surveillance/
Copy image: https://longbull13.wordpress.com/2015/06/16/les-nouveaux-loups-de-wall-street/liberte-egalite-fraternite-surveillance/

Berdasarkan Pasal 5 tersebut menjadi kewajiban seorang Presiden pula bahwa dalam menjalankan penyelenggaraan negara berdasarkan konstitusi. Secara bijak dalam menjalankan negara dan penegakan Prinsip Liberte, Egalite dan Fraternite harus secara komprehensif dan utuh dalam menjalankan ketentuan konstitusi tersebut, tanpa menjadi tendensi mengarah pada fragmentasi cara berpikir yang kemudian terkesan mencederai umat Islam secara luas, sebagaimana kecaman dari Indonesia secara resmi disampaikan Presiden Joko Widodo (Kompas.com, 31 Oktober 2020). Kekerasan dan terorisme merupakan nilai yang bertentangan dengan semua bangsa-bangsa dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Bijak dalam berekspresi dan bernegara adalah hal yang kemudian menjadi perlu dibangun, tidak hanya kebebasan tanpa batas yang kemudian bertentangan dengan keberadaan adanya norma-norma dasar dan/atau “hukum” itu sendiri, sebagaimana dalam Konstitusi Prancis nyatakan mengenai penghormatan pada kepercayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun