Eh, di Lampung ikut-ikutan. Sosial media menjadi media paling empuk saling rebut ambisi untuk maju Pilkada Lampung (Pemilihan Gubernur). Lantas, apa yang harus dilakukan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Bukan curhat anggaran tidak dimiliki. Bukan juga mendiamkan kepala daerah saling mengujar kebencian. Bukan saling bertikai. Tapi cobalah sehatkan para pendukungnya. Sosial media di arahkan ke hal yang lebih positif. Lakukan pertemuan dan kampanye sederhana. Gerakan seluruh stake holder yang terkait. Agar Lampung tidak seperti Jakarta yang syarat kebencian dan permusuhan karena Pilkada.
Kominfo bisa bergerak. Meski dengan anggaran yang terbatas. Asal konsisten, terus dibimbing para penggiat sosial di Lampung untuk menjadi buzzer yang baik. Sehingga buzzer-buzzer keji akan tereliminasi sendirinya.
Apakah sosial media masih dijadikan tempat yang paling mudah untuk berseteru, saling tebar fitnah, dan sesatkan pikiran dengan opini terbalik yang tidak bisa dimengerti. Selamatkan Revolusi Mental melalui sosial media harus terus digalakan.
Karena apa? Sosial media teramat dekat saat ini dengan masyarakat. Deklarasi santun tidak hanya untuk para calon kepala daerah, tapi juga para penjilat-penjilatnya. Seharusnya, kominfo dan jajaran lainnya bisa lakukan ini, menggerakan penggiat sosial untuk aksi sehat dalam bersosial media. Termasuk komitmen para calonkada yang hendak mengikuti kontelasi pilkada.
Semoga, ada kelanjutan, selain netizen dan netizen berkumpul, ada juga Kominfo mengajak netizen berkumpul, untuk berpikir bagaimana nasib Lampung kedepan? Apakah akan menjadi daerah yang keras karena persinggungan di sosial media? Sangat menarik untuk ditunggu.
Hastag #ayoberubah dan #netizenlampung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H