Mohon tunggu...
Yoen Aulina Casym
Yoen Aulina Casym Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Manajemen Rumah Sakit

Dokter, Magister Administrasi Rumah Sakit lulusan FKM UI, Konsultan Manajemen Rumah Sakit, menyukai dunia kepenulisan karena hobby.\r\n\r\n"aku bukan penulis, aku hanya seorang yang suka menyusun kata ke dalam baris"

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ketika Aku Tahu Adikku Mengidap Kanker Ovarium

13 Juni 2018   11:25 Diperbarui: 13 Juni 2018   15:05 3694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thebluediamondgallery.com

Aku bawaannya selalu curiga kalau melihat orang yang semula gemuk tiba-tiba menjadi kurus dalam waktu singkat. Maklum, aku pernah berprofesi sebagai dokter.

Karena "mantan" profesiku itu, aku terbiasa menaruh perhatian pada setiap penurunan berat badan yang terjadi secara drastis, maka harap maklum kalau kemudian aku jadi berubah cerewet dan lantas mengurusi masalah timbangan berat badan itu secara serius. Pertanyaan dan saran akan mengalir secara lancar dari mulutku.

Meskipun pada 'zaman now' ini lagi musim diet yang bisa bikin beberapa orang kehilangan berat badan yang cukup banyak dalam waktu singkat.yang disebabkan karena mereka hanya mengonsumsi makanan rendah (bahkan ada yang sama sekali tidak mengandung) karbohidrat, dan meningkatkan konsumsi lemak serta protein. Meski begitu aku ya tetap saja enggak bisa langsung berkesimpulan kalau penurunan berat badan itu disebabkan karena diet semacam itu.

Adik bungsuku -Retta- adalah salah seorang yang selalu aku lempari pertanyaan, "Kok Etta kurus banget sih? Ke dokter deh, periksa lab". Padahal sih, sebenernya Retta enggak kurus-kurus banget, bahkan jauhlah dari definisi kurus. 

Kami sekeluarga, kakak-beradik berasal dari keluarga 'besar', baik dalam hal jumlah (kami berdelapan orang) maupun postur tubuh, rata-rata berat badan di atas 70-an kilogram dan Retta, walaupun sudah kelihatan lebih kurus dari biasanya, taksiranku BB-nya masih sekitar 80kg.

Jadi kalau orang lain yang melihat postur adikku saat ini, mustahil juga untuk berkomentar kalau Retta itu kurus banget.

Kurus yang aku maksud adalah penurunan berat badannya --menurut perkiraanku-- yang cukup banyak.

Retta tahu pasti apa yang menjadi kekhawatiran aku dan kakak-kakaknya yang lain, yang juga menjadi cerewet melihat perubahan tubuhnya.

Sehingga, terus terang, menjadikan penampilan ia menjadi lebih bagus dibandingkan sebelumnya atau dibandingkan aku yang overweight. Namun pengalaman membuat kami memiliki kecurigaan yang beralasan. 

Aku gak mempan dengan jawaban yang diberikan seperti, "Etta makannya emang sedikit, Ma. Pengen makan sih, tapi nggak nafsu aja rasanya, begah." Atau, "Etta diet, tapi bukan diet yang lagi booming itu!"

Tetap saja aku minta Retta untuk periksa gula. Awalnya aku memang takut dia kena DM, pasalnya ibuku dulu penderita DM dengan komplikasi yang cukup berat, sampai cuci darah.

"Etta sudah periksa Hb?"

Itu kecerewetanku yang lain menyangkut fisik Retta. Ia terlihat lebih pucat belakangan. Untuk keluhan ini aku sudah tahu kira-kira apa yang menjadi penyebabnya, yaitu menstruasi berkepanjangan. 

Retta memang sudah mengeluhkan pendarahan yang ia alami dan sudah pula melakukan pemeriksaan ke dokter spesialis kandungan. Sudah USG juga, kira-kira satu tahun lalu. Aku lupa apa yang dianjurkan oleh dokter waktu itu.

Aku sendiri memiliki pengalaman yang sama dengan adikku sekitar 10 tahun yang lalu saat berusia 47 tahun.

Karena pendarahan yang terus-menerus dan dari hasil pemeriksaan yang lebih dalam, dokter menganjurkan untuk mengangkat rahimku (histerektomi). 

Alhamdulillah hasilnya bukan sesuatu yang mendebarkan, aku hanya mengalami penebalan dinding rahim dan hasil pemeriksaan jaringannya nggak ditemukan sel kanker (sel ganas).

"Retta sakit, lemes banget dia, udah tiga hari di rumah saja nggak masuk kerja", begitu isi pesan yang dikirim adikku yang lain.

Pesan singkat itu membuat kakak-kakaknya menjadi cemas, ini sama sekali bukan lebay sih, soalnya sebulan yang lalu kakak sulungku meninggal dunia dan tiga bulan sebelumnya adik iparku meninggal dunia juga.

Retta bercerita, kalau tiga hari yang lalu ia sakit perut bagian bawah. "Sakitnya luar biasa, Etta sampe nangis padahal Etta termasuk orang yang kuat nahan rasa sakit, lho, Ma" katanya. "Di IGD sampe 5 jam, terus Etta dianjurin ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam".

Aku membaca hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan waktu ia di IGD. Hasil pemeriksaan darah: Hb-nya rendah, lainnya normal; hasil pemeriksaan urine: banyak lekosit dalam urine.

"Kata dokter IGD, ada infeksi saluran kemih, kenapa Etta sering banget infeksi saluran kemih ya? Minum udah banyak, nggak pernah nahan BAK" tanyanya heran.

Singkat cerita, adikku melaksanakan apa yang dianjurkan oleh dokter IGD untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter spesialis Penyakit Dalam.

Dari dokter Penyakit Dalam kemudian dirujuk ke dokter spesialis Kandungan karena dari USG terlihat ada benjolan berukuran cukup besar 6 x 10 cm di rongga panggul.

Dokter Kandungan menganjurkan pemeriksaan USG ulang, karena USG akan dilakukan oleh dokter yang terkenal canggih dalam hal USG, maka adikku baru dapat jadwal USG dua minggu lagi sejak mendaftar. 

Aku yang nggak sabar nunggu waktu dua minggu itu karena terus terang aku khawatir dengan kondisi yang dialaminya.

Hasil USG, Hasil laboratorium, dan penurunan berat badan membuat aku curiga, walaupun dokter mengatakan kemungkinannya adalah kista. 

Maka kami memutuskan untuk melanjutkan pemeriksaan di RS Khusus Kanker Dharmais. Hasil pemeriksaan CT Scan dan Pemeriksaan Laboratorium Penanda Tumor (Tumor marker) Ovarium menunjukkan kecurigaan ke arah keganasan ovarium. Dua hari setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan operasi.

Dokter Spesialis Kandungan sudah menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang akan dilakukan tergantung dari apa yang ditemukan saat operasi dan hasil potong beku.

Bisa saja yang dilakukan hanya pengangkatan massa tumornya, tapi ada kemungkinan bahwa rahim, kedua indung telur, kelenjar getah bening, usus buntu juga akan diangkat, untuk itu persetujuan untuk tindakan yang dokter obsgyn jelaskan tersebut sudah diminta di awal. 

Pada saat operasi, aku dipanggil ke ruang operasi dan dijelaskan apa-apa yang ditemukan dan karena kemungkinan terburuk sudah kami diskusikan sebelumnya, aku menyetujui advice medis dokter obsgyn untuk mengangkat rahim dan lain-lainnya. Dengan catatan, menunggu hasil pemeriksaan potong beku, yang ternyata hasilnya: Adenocarcinoma.

Setelah menjalani operasi, selanjutnya Retta harus menjalankan kemoterapi.

****

Terus terang, kenyataan bahwa Retta terkena kanker ovarium itu sungguh sangat mengagetkan dan sama sekali nggak pernah terpikirkan baik olehku (pada awalnya), maupun oleh Retta. Apalagi oleh adik-adikku yang lain, yang awam. 

Kecurigaanku akan keganasan mulai muncul ketika membaca hasil USG lalu dikaitkan dengan beberapa keluhan yang pernah dialami Retta.

Aku mulai membaca literatur tentang kanker ovarium dan mendapati beberapa gejala yang juga dialami Retta, oleh karena itu aku lantas membawanya berobat ke RS Dharmais.

Selama melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikan diagnosis, kami mulai mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan, termasuk kemungkinan terberatnya kalau-kalau benjolan itu adalah kanker.

Ketika hasil pemeriksaannya persis seperti yang aku takutkan, kanker ovarium stadium 2, terbersit perasaan bersalah di hati, kenapa aku bisa "kecolongan"? kok nggak bisa tahu lebih awal.

Ternyata, kanker ovarium memang sulit ditemukan dalam keadaan dini. Hanya sekitar 20 persen kanker ovarium yang ditemukan pada stadium awal, lebih lagi kanker ovarium dini sering tidak menimbulkan gejala.

Beberapa tanda kanker ovarium seperti kembung, perasaan begah (seperti cepat kenyang), nyeri perut bagian bawah, dan buang air kecil lebih sering dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit lain sehingga kadang tidak menjadi perhatian yang serius pada awalnya.

Ketika gejala-gejala tersebut ternyata disebabkan dan merupakan gejala kanker ovarium, maka biasanya stadiumnya sudah lebih tinggi dari stadium awal.

Oleh karena itu, Jika Anda mengalami keluhan-keluhan seperti di atas yang mirip dengan gejala kanker ovarium dan keluhan itu dirasakan hampir setiap hari selama lebih dari beberapa minggu, segeralah ke dokter dan lakukan pemeriksaan lebih serius Enggak ada salahnya Anda minta pemeriksaan USG

Jika anda sudah menikah bisa dilakukan pemeriksaan TVUS (Trans Vaginal Ultrasound), ini adalah salah satu screening yang dapat dilakukan. Setidaknya mendeteksi sejak dini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun