Seiring dengan meningkatnya ketidakpastian dan tantangan baru yang dihadapi organisasi dalam lingkungan yang dinamis, sejumlah besar perusahaan terfokus pada penciptaan visi organisasi yang jelas, membentuk budaya organisasi yang menguntungkan, dan menginspirasi motivasi batin karyawan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
Salah satu pendekatan yang mewujudkan pola manajemen tersebut adalah kepemimpinan spiritual, yang menggabungkan visi, harapan/iman, dan cinta altruistik untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain agar memiliki rasa kelangsungan hidup spiritual (Chen et al., 2013)
Richard L. Daft dalam bukunya yang berjudul The Leadership Experience mendefinisikan kepemimpinan spiritual sebagai tampilan nilai, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk secara intrinsik memotivasi diri sendiri dan orang lain menuju rasa ekspresi spiritual melalui panggilan dan keanggotaan.
Fry (2003) memasukkan spiritualitas sebagai aspek yang telah lama diabaikan ke dalam teori kepemimpinan, dan akhirnya mengusulkan konsep kepemimpinan spiritual, yang menekankan pada memotivasi diri sendiri dan orang lain secara intrinsik melalui nilai, sikap, dan perilaku pemimpin.
Secara konseptual, kepemimpinan spiritual terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
1. Visi
Pemimpin spiritual memulai dengan menciptakan visi yang dapat membuat karyawan mengalami pengalaman rasa terpanggil dan memberi makna pada pekerjaan mereka. Visi mengacu pada masa depan yang bermakna, menyebabkan karyawan merasakan nilai diri dan tujuan hidup intrinsik. Â Visi yang tepat akan memiliki daya tarik yang luas, mencerminkan cita-cita yang tinggi, dan menetapkan standar keunggulan.
2. Harapan/Iman
Pemimpin spiritual juga melibatkan harapan dan keyakinan untuk membantu organisasi mencapai hasil yang diinginkan. Iman ditunjukkan melalui tindakan. Iman berarti percaya pada kemampuan untuk unggul, menjalankan pengendalian diri, dan berjuang untuk keunggulan untuk mencapai yang terbaik pribadi. Harapan/keyakinan seorang pemimpin mencakup ketekunan, daya tahan, tujuan yang terbentang, dan harapan yang jelas akan kemenangan melalui usaha.
3. Cinta Alturistik
Pemimpin spiritual membangun budaya perusahaan berdasarkan cinta altruistik. Cinta altruistik mencakup pengampunan, kepedulian yang tulus, kasih sayang, kebaikan, kejujuran, kesabaran, keberanian, dan penghargaan, yang memungkinkan orang mengalami rasa keanggotaan dan merasa dipahami.
Dampak Kepemimpinan Spiritual
Perilaku kepemimpinan spiritual memungkinkan karyawan memiliki rasa terpanggil yang memberikan makna hidup yang lebih dalam melalui pekerjaan. Kepemimpinan spiritual juga memberikan rasa keanggotaan melalui komunitas kerja di mana seseorang merasa dipahami dan dihargai. Hasilnya bagi organisasi adalah peningkatan komitmen dan produktivitas.
Kepemimpinan spiritual dapat mengurangi atau menghilangkan emosi dan konflik negatif di tempat kerja dan memberikan landasan yang lebih kuat untuk kesejahteraan pribadi. Empat jenis utama emosi destruktif tersebut adalah:
(1) Fear (ketakutan) = kecemasan dan kekhawatiran.