Mohon tunggu...
Yoean Octarhaiezky Perdana
Yoean Octarhaiezky Perdana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akuntansi | NIM 55523110015 | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 12 || Pajak Internasional || Diskursus Persamaan Math pada Controlled Foreign Corporation (CFC) || Prof. Apollo

3 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 3 Desember 2024   18:15 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Controlled Foreign Company (CFC) adalah istilah yang merujuk pada perusahaan asing yang dikendalikan oleh pemegang saham atau entitas domestik dalam suatu negara tertentu. Perusahaan ini biasanya berbasis di yurisdiksi luar negeri, yang sering kali memiliki tarif pajak lebih rendah atau bahkan bebas pajak (tax haven). Tujuan utamanya adalah untuk mengelola kewajiban pajak secara lebih efisien bagi pemiliknya. Skema Controlled Foreign Company (CFC) dalam Penghindaran Pajak sering digunakan oleh perusahaan atau individu untuk mengurangi beban pajak melalui pengalihan pendapatan ke negara dengan tarif pajak rendah (tax haven). Strategi ini memanfaatkan perbedaan aturan perpajakan antarnegara untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi di negara asal.

Dalam konteks hukum pajak internasional, konsep CFC digunakan untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional atau individu dengan cara mengalihkan laba ke negara dengan tarif pajak lebih rendah. Oleh karena itu, banyak negara memiliki peraturan CFC yang bertujuan untuk mengenakan pajak terhadap pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan asing yang dikendalikan, seolah-olah pendapatan tersebut diterima langsung oleh pemilik domestiknya.

Secara umum, OECD (2023) mendefinisikan CFC sebagai perusahaan asing yang secara langsung maupun tidak langsung dikendalikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri. Definisi lain menyebutkan bahwa CFC adalah sebuah entitas bisnis yang terdaftar dan menjalankan kegiatan operasi di jurisdiksi yang berbeda dari entitas yang mengontrolnya (Chen, 2022). Otoritas perpajakan mungkin menerapkan kriteria yang berbeda – beda untuk menentukan sifat dari pengendalian. Namun, OECD (2023) sendiri menyatakan bahwa CFC rules merupakan turunan dari BEPS action 3 report tentang Controlled Foreign Company.

Di Indonesia, pengaturan mengenai CFC diatur secara jelas dalam Undang – undang Pajak Penghasilan dan aturan turunannya. Pasal 18 ayat (2) Undang – undang PPh antara lain mengatur bahwa:

Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
  • secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.

CFC Rules (Controlled Foreign Company Rules) di Indonesia saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.03/2019. Peraturan ini bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang memiliki kepemilikan di badan usaha asing (CFC). Melalui aturan ini, Indonesia berupaya mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan asing yang dikendalikan oleh WPDN. CFC dalam PMK 93 didefinisikan sebagai badan usaha di luar negeri yang sekurang-kurangnya 50% sahamnya dimiliki langsung atau tidak langsung oleh WPDN, baik secara individu maupun bersama-sama dan pendapatan pasif yang diperoleh oleh CFC dapat dikenakan pajak di Indonesia, meskipun pendapatan tersebut belum dibagikan kepada WPDN sebagai dividen. Pendapatan pasif yang dimaksud dapat berupa dividen, bunga, royalti, sewa dan keuntungan dari penjualan aset atau investasi.

Secara umum pengaturan Controlled Foreign Company bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak, menjaga basis pajak domestik dan mendorong transparansi. Begitu pula dengan adanya PMK Nomor 93/PMK.03/2019 yang bertujuan untuk m engurangi praktik pengalihan laba (profit shifting) melalui penahanan laba di luar negeri, m mastikan bahwa penghasilan yang dihasilkan oleh WPDN melalui entitas asing tetap dikenakan pajak di Indonesia, dan mewajibkan WPDN melaporkan kepemilikan mereka atas CFC secara jelas.

Penerapan PMK 93 mulai berlaku pada tahun pajak 2019 dimana terdapat perubahan fundamental dengan PMK sebelumnya yaitu PMK Nomor 107/PMK.03/2017 dalam Pasal 2 yang telah mengkategorikan jenis penghasilan CFC. Pemerintah Indonesia melalui ketentuan ini masih menggunakan pendekatan deemed dividend dalam upaya mengatribusi penghasilan ke yurisdiksi induk. Perubahan terdapat pada dasar pengenaan deemed dividend yang berubah dari laba setelah pajak menjadi jumlah neto setelah pajak atas penghasilan tertentu BULN Nonbursa terkendali langsung. Aturan baru memberikan penegasan penghasilan CFC yang disebut dalam peraturan dengan ‘penghasilan tertentu’ meliputi dividen, bunga, sewa, royalti dan capital gain. Klasifikasi terhadap substantial passive income dalam PMK 93 juga diikuti dengan pendefinisian pengecualian penghasilan CFC yang kemungkinan tidak menimbulkan risiko BEPS.

Deemed Dividend dalam konteks pajak Indonesia adalah konsep yang menganggap pendapatan tertentu sebagai dividen meskipun dividen tersebut belum secara fisik dibagikan kepada pemegang saham. Dalam pengaturan perpajakan, khususnya terkait Controlled Foreign Company (CFC) yang diatur dalam PMK Nomor 93/PMK.03/2019, deemed dividend diterapkan untuk mengenakan pajak atas penghasilan badan usaha asing yang dikendalikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN), meskipun laba tersebut tidak ditarik atau dibagikan sebagai dividen.

Karakteristik dari Deemed Dividend:

  • Pendapatan Fiktif: Pendapatan dianggap sebagai dividen oleh otoritas pajak, meskipun belum dibayarkan secara aktual kepada pemegang saham.
  • Laba setelah pajak: Deemed dividend dihitung berdasarkan laba bersih setelah pajak yang diperoleh badan usaha asing.
  • Pajak atas laba CFC: Pajak dikenakan pada WPDN atas laba CFC di luar negeri, untuk mencegah penahanan laba di yurisdiksi pajak rendah atau bebas pajak (tax haven).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun