Mohon tunggu...
Yocelyn Shakila
Yocelyn Shakila Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Menyesal Cabut Saat Jam Pelajaran Bahasa Indonesia

19 September 2024   19:46 Diperbarui: 19 September 2024   19:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

by: Yocelyn Shakila

"Aduh, kok bisa dikunci sih?" keluh Kafka teman Ciara sambil mengetuk pintu kelas yang tertutup rapat. Raut wajahnya terlihat sangat panik.

Di luar kelas segerombolan anak termasuk Ciara berdiri cemas. Mereka baru saja pergi ke kamar mandi dan bersantai di kantin setelah pelajaran tahfidz berakhir. Tanpa menyadari bahwa pintu kelas sudah dikunci dari dalam. Mereka tidak kembali tepat waktu. Akibatnya, mereka terjebak di luar ketika Buk Tin masuk tanpa aba-aba.

Buk Tin tiba-tiba muncul dan melihat mereka yang terjebak di luar. "Kalian ini kemana saja? Ibuk sengaja telat masuk kelas 15 menit, kalian malah main-main di luar!" Suara Buk Tin menggelegar seperti toa. Membuat telinga Ciara terasa nyeri.

"Kami sudah mengetuk-ngetuk pintu Bu, tapi tidak ada yang membuka," sahut Kafka dengan cemas, suaranya bergetar.

"Baik, kalau begitu kalian harus hormat di bawah tiang bendera! Ini akibatnya jika tidak disiplin," tegas Buk Tin, menyuruh mereka untuk menjalani hukuman.

Ketika Buk Nay wali kelas melihat hukuman tersebut, ia merasa tidak tega. Ia mendekati Buk Tin dan berbicara lembut, "Buk Tin, mungkin hukuman ini terlalu berat. Anak-anak sudah cukup menderita. Bagaimana kalau kita pertimbangkan hukuman yang lebih ringan?"

Setelah beberapa menit berbincang, Buk Tin keluar dari ruang guru dengan ekspresi yang lebih lembut. "Baiklah, hukuman kalian hanya 20 menit. Padahal, saya berniat menyuruh kalian berdiri hormat di bawah tiang bendera selama dua jam pelajaran."

Saat hukuman selesai, Buk Tin mempersilakan mereka masuk ke kelas. Namun, ketegangan tidak sepenuhnya reda. Sesampainya di dalam kelas, Buk Tin berkata, "Sekarang kalian semua harus membuat surat perjanjian yang ditandatangani oleh wali kelas. Ini untuk memastikan kalian tidak akan terlambat lagi." Ucap Buk Tin dengan penuh penekanan.

Ciara menatap surat perjanjian itu dengan rasa bersalah yang mendalam. "Maaf, Bu. Kami tidak akan mengulangi lagi," ujar Ciara dengan suara penuh penyesalan. Dalam hati, ia merasa sangat sedih dan bertekad untuk tidak pernah terlambat lagi di jam pelajaran Bahasa Indonesia. Ia tahu bahwa kesalahan ini akan menjadi pelajaran berharga yang harus diingatnya selamanya.

Pada hari Rabu pagi Denis dan teman-temannya asyik bermain bola di dalam kelas. Hingga bola tersebut mengenai kaca jendela dan pecah. Suara pecahan kaca menarik perhatian. Segera Pak Ronal, Pak Dani, dan Ibu Rika datang ke kelas. Ibu Rika sebagai wali kelas, sangat marah dan memarahi semua anak laki-laki di kelas.

"Sampai kapan kalian akan terus seperti ini? Sudah berapa kali Ibu bilang jangan bermain bola di dalam kelas? Kalian ini bandel sekali dan tidak mau mendengarkan Ibu!" bentak Ibu Rika, nada suaranya semakin tinggi.

Denis yang tampak merasa bersalah mencoba menjelaskan "Maaf, Bu. Kami tidak sengaja, kami hanya ingin bermain sebentar."

"Tidak ada kata tidak sengaja dalam hal ini! Kalian harus bertanggung jawab atas tindakan kalian!" jawab Ibu Rika dengan tegas, wajahnya memerah karena marah.

Amarah Ibu Rika semakin memuncak. "Kalian semua harus merenungi tindakan kalian! Ibu sudah berusaha keras untuk kalian, dan ini balasan dari kalian?" serunya, mengungkapkan kekecewaannya. Semua siswa terdiam. Tiba tiba suasana kelas menjadi sangat tegang.

Denis dipanggil ke ruang wakil. Ibu Rika memarahi seluruh siswa dan mengungkapkan kekecewaannya. Ia bahkan sampai menangis di hadapan kami. "Kalian tahu betapa beratnya tugas Ibu sebagai wali kelas? Ibu sudah berusaha keras untuk kalian, tapi kalian tidak menghargai usaha Ibu," tangis Ibu Rika.

Salah seorang siswa bertanya cemas, "Bu, apa yang akan terjadi pada kami?"

Ibu Rika menjawab dengan suara bergetar, "Katakan kepada wakil untuk mengganti wali kelas sekarang juga. Ibu akan menceritakan seluruh perbuatan kalian kepada wakil."

Anak-anak kelas Neira terdiam dan merenungi kesalahan mereka. Mereka berjanji satu sama lain untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut lagi. Serta berharap bisa memperbaiki keadaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun