by: Yocelyn Shakila
"Aduh, kok bisa dikunci sih?" keluh Kafka teman Ciara sambil mengetuk pintu kelas yang tertutup rapat. Raut wajahnya terlihat sangat panik.
Di luar kelas segerombolan anak termasuk Ciara berdiri cemas. Mereka baru saja pergi ke kamar mandi dan bersantai di kantin setelah pelajaran tahfidz berakhir. Tanpa menyadari bahwa pintu kelas sudah dikunci dari dalam. Mereka tidak kembali tepat waktu. Akibatnya, mereka terjebak di luar ketika Buk Tin masuk tanpa aba-aba.
Buk Tin tiba-tiba muncul dan melihat mereka yang terjebak di luar. "Kalian ini kemana saja? Ibuk sengaja telat masuk kelas 15 menit, kalian malah main-main di luar!" Suara Buk Tin menggelegar seperti toa. Membuat telinga Ciara terasa nyeri.
"Kami sudah mengetuk-ngetuk pintu Bu, tapi tidak ada yang membuka," sahut Kafka dengan cemas, suaranya bergetar.
"Baik, kalau begitu kalian harus hormat di bawah tiang bendera! Ini akibatnya jika tidak disiplin," tegas Buk Tin, menyuruh mereka untuk menjalani hukuman.
Ketika Buk Nay wali kelas melihat hukuman tersebut, ia merasa tidak tega. Ia mendekati Buk Tin dan berbicara lembut, "Buk Tin, mungkin hukuman ini terlalu berat. Anak-anak sudah cukup menderita. Bagaimana kalau kita pertimbangkan hukuman yang lebih ringan?"
Setelah beberapa menit berbincang, Buk Tin keluar dari ruang guru dengan ekspresi yang lebih lembut. "Baiklah, hukuman kalian hanya 20 menit. Padahal, saya berniat menyuruh kalian berdiri hormat di bawah tiang bendera selama dua jam pelajaran."
Saat hukuman selesai, Buk Tin mempersilakan mereka masuk ke kelas. Namun, ketegangan tidak sepenuhnya reda. Sesampainya di dalam kelas, Buk Tin berkata, "Sekarang kalian semua harus membuat surat perjanjian yang ditandatangani oleh wali kelas. Ini untuk memastikan kalian tidak akan terlambat lagi." Ucap Buk Tin dengan penuh penekanan.
Ciara menatap surat perjanjian itu dengan rasa bersalah yang mendalam. "Maaf, Bu. Kami tidak akan mengulangi lagi," ujar Ciara dengan suara penuh penyesalan. Dalam hati, ia merasa sangat sedih dan bertekad untuk tidak pernah terlambat lagi di jam pelajaran Bahasa Indonesia. Ia tahu bahwa kesalahan ini akan menjadi pelajaran berharga yang harus diingatnya selamanya.
Pada hari Rabu pagi Denis dan teman-temannya asyik bermain bola di dalam kelas. Hingga bola tersebut mengenai kaca jendela dan pecah. Suara pecahan kaca menarik perhatian. Segera Pak Ronal, Pak Dani, dan Ibu Rika datang ke kelas. Ibu Rika sebagai wali kelas, sangat marah dan memarahi semua anak laki-laki di kelas.