Mohon tunggu...
Yohanes Bara
Yohanes Bara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Founder TOBEMORE Learning Center Bekerja di Majalah BASIS dan Majalah UTUSAN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diam, Tak Berlari

18 Maret 2019   12:34 Diperbarui: 18 Maret 2019   12:54 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kartika Dian Fransiska

Rasa sakit tak perlu ditolak, ia sama baiknya dengan rasa enak. Seperti orang yang sedang berlatih angkat beban untuk membesarkan otot, ia akan mengalami doms yang sangat tidak nyaman setiap malam. Doms adalah rusaknya otot lama dan diganti dengan otot baru yang terus menyesuaikan porsi latihan.

Rasa sakit tak perlu ditolak, ia sama baiknya dengan rasa enak.

Demikian pada meditasi, selalu ada "doms" pada batin kita yang mengubahnya menjadi semakin kuat. Salah satunya adalah sensasi rasa sakit ketika berlatih meditasi. Cukup disadari saja, sama seperti pikiran yang terus berlari, sadari sedang merasakan sakit -- pegang -- lepaskan. Tak perlu terhanyut merasakan rasa pegal atau keram itu. Sama seperti pikiran yang terus berlari, engkau akan menemukan bahwa akhirnya rasa pegal dan keram itu akan hilang dengan sendirinya.

Diam, tinggal dalam diam

Pikiran yang terus berlari dan rasa sakit adalah tahap paling awal yang mengantarmu pada keheningan. Pada satu tahap, engkau akan tahu cara dan dengan mudah dapat mengendalikan pikiran yang terus berlari itu dan juga rasa sakit.

Persis setelah engkau bisa mengendalikannya, engkau masuk dalam keheningan.

Pikiran masih tetap menyala tapi tak memikirkan apa-apa, batin masih tetap bergerak tapi tak ke mana-mana. Pikiran dan batin seperti ada pada ruang kosong tapi bukan kekosongan (lamunan). Engkau sepenuhnya sadar sedang berada dalam keheningan.

Gambaran yang muncul bisa rupa-rupa, angkasa penuh bintang, lautan luas, bumi, pemandangan hutan yang luas, gelap, terang, bisa apa saja. Tetapi kondisi batin selalu sama, tenang, rileks, penuh kendali. Inilah yang disebut keheningan.

Pada tahap ini, yang perlu dilatih adalah mempertahankan keheningan itu. Bagi pemula, biasanya masih berkutat pada pikiran yang berlari dan rasa sakit. Bagi yang sudah melampaui, ia perlu berlatih untuk lebih lama dalam keheningan.

Mempertahankan keheningan itu tak bisa dipaksa sekaligus tak bisa pasrah. Seperti memegang gelas, ia akan pecah ketika kita menggenggam sekencangnya, atau akan jatuh jika tak menggenggam dengan baik. Mempertahankan keheningan sama dengan memegang sesuatu, dipegang dengan pas.

Mempertahankan keheningan sama dengan memegang sesuatu, dipegang dengan pas.

Bagi yang sudah bisa memegang "gelas" dengan pas, ia akan terlepas dari segala jerat-jerat fisik dan batin selama meditasi dan bisa berlama-lama bermeditasi. Tetapi yang paling penting bukan lamanya meditasi, sebab batin yang sudah mengalami keheningan harus segara bangun untuk bekerja. Untuk itulah ketengan batin digunakan, ia bukan candu bagi pencari ketenangan batin.

Sekali pun engkau pada akhirnya, setelah melakukan berbagai cara, tetap tidak menemukan keheningan, itu bukan suatu masalah. Keheningan bukanlah tujuan meditasi, keheningan hanya bonus pagi pelaku meditasi. Proses meditasi yang susah payah dilakukan itu juga merupakan keheningan dalam arti lain.

Keheningan adalah tempat kita berjumpa dengan diri, sehingga apa yang hendak kita putuskan, rencanakan, dan jalankan adalah hal-hal yang muncul dari kesadaran batin yang dalam. Dan dengan begitu adalah sesuatu yang paling murni dan tepat untuk dilakukan, bukan spontanitas yang menimbulkan berbagai gejolak batin yang sering kali menimbulkan penderitaan batin, penderitaan yang diciptakan sendiri, tanpa kesadaran.

Selamat bermeditasi, selalu luangkanlah 15 menit sehari untuk hening.

Yohanes Bara Wahyu R
Cangkringan, 17 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun