Jalan keheningan adalah jalan menemukan batin yang tenang, batin yang tenang itu adalah batin yang bergerak dengan penuh kesadaran. Kesadaran, kini menjadi sesuatu yang semakin sulit ditemukan di tengah dunia yang riuh dengan berbagai media sosial dan gaya hidup yang semakin mengagungkan ego dan eksistensi diri.
Kesadaran, kini menjadi sesuatu yang semakin sulit ditemukan di tengah dunia yang riuh dengan berbagai media sosial dan gaya hidup yang semakin mengagungkan ego dan eksistensi diri.
Demi ego, seseorang memakai topeng tebal, menampilkan yang bukan dirinya. Selalu menunjukkan kebahagiaan dan kesenangan pada khalayak dan selalu termenung kering ketika sedang menyendiri. Jiwa yang terus berlari dari satu aktivitas ke aktivitas lain demi mendapatkan apresiasi.
Hening adalah salah satu cara untuk berada pada kini dan di sini, sesuatu yang jarang sekali ditemukan oleh manusia modern. Ia banyak tertambat luka dan duka masa lalu, terbuai impian di masa depan. Ia juga tak pernah di sini, raganya di sini tetapi pikirnya berlari dari satu tempat ke tempat lain.
Ia juga tak pernah di sini, raganya di sini tetapi pikirnya berlari dari satu tempat ke tempat lain.
Padahal, realita yang yang paling nyata adalah kini dan di sini. Kini, saat di mana kita sungguh-sungguh berada, bukan di masa lalu yang sudah dilewati atau masa depan yang tak pernah kita alami. Di sini, raga tempat kita berada, bukan di mana pun yang tidak ada keberadaan kita.
Hening melalui meditasi membawa jiwa dan batin berada pada kini dan di sini, berada pada realita yang sungguh-sungguh ada dan paling nyata, bukan kemarin, besok, atau di mana pun.
Diam, tak berlari
Saat hening, paling alami yang akan kita rasakan adalah pikiran berlari ke sana kemari tanpa kontrol pemiliknya. Pikiran yang berlari itu bisa "dipegang" dan diajak berdiam diri. Ketika muncul pikiran demi pikiran yang liar itu, sadari. Sadari bahwa engkau sedang memikirkan hal itu, pegang pikiran itu dengan menyadari mengapa aku berpikir hal itu, lalu dengan sadar pula lepaskan pikiran itu.
Pikiran demi pikiran yang entah dari mana datangnya itu akan muncul puluhan bahkan ratusan kali dalam benak kita. Sejumlah itu pula kita harus sadari -- pegang -- lepaskan. Bahkan dalam waktu detik, pikiran bisa berubah-ubah dengan cepatnya, kita seperti menonton film yang dipercepat dan menampilkan banyak adegan dalam waktu singkat. Sadari -- pegang -- lepaskan.
Pikiran demi pikiran yang entah dari mana datangnya itu akan muncul puluhan bahkan ratusan kali dalam benak kita.
Selalu kembali pada kini dan di sini, ke mana pun pikiran berlari, selalu sadari saat ini aku sedang hening, di sini (rasakan sensasi tempat engkau berhening). Juga dapat dibantu dengan merasakan napas, rasakan setiap hembusan dan tarikan napas. Bernapaslah dengan tarikan maksimal, sampai engkau tak bisa menarik udara, dan hembuskan sampai udara dalam dada dan perutmu habis. Teruslah lakukan napas panjang selama meditasi.
Sadari -- pegang -- lepaskan.
Diam, tak bergerak
Padahal, sensasi sakit pada tubuh, selalu muncul dari batin. Saat gelisah leher kita jadi tegang, saat sedang deadline migrain muncul, saat ketakutan badan menjadi lemas, bahkan sebagian orang sengaja menggunakan psikosomatis ini sebagai "senjata", misalnya tiba-tiba sesak napas dan pingsan saat ia takut menghadapi sesuatu. Sakit fisik selalu muncul dari batin.
Sakit fisik selalu muncul dari batin.
Maka, sensasi selanjutnya yang dirasakan saat meditasi adalah rasa sakit. Rasa sakit itu membuyarkan konsentrasi dan ketenangan batin, misalnya keram yang muncul setelah sejam bersila meditasi, pikiran kita fokus pada rasa sakit itu dan tak jadi masuk dalam keheningan. Karena raga tak terbiasa melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran, spontan saja mengubah posisi tubuh untuk menghilangkan rasa sakit, dan seketika itu keheningan ikut hilang.