Posesif adalah gambaran nyata betapa mengerikannya seseorang yang mengalami defisit afeksi, segala dalam hidupnya bukanlah untuk kemerdekaan dan kebahagiaan, namun pemenuhan rasa ingin dihargai, dihormati, dan diapresiasi. Akan terus dilakukan selama ia mendapat penghargaan, penghormatan, dan apresiasi, namun destruktif jika ia tak mendapatkan. Seperti ketika Lala menolak kuliah di Bandung, Yudhis justru semakin beringas.
Tak mudah menyembuhkan defisit afeksi, perlu daya upaya mengurai sejarah hidup hingga menemukan akar lukanya, yang sering kali justru oleh orang tua ketika ia kecil. Menurut psikologi, luka yang menyebabkan defisit afeksi itu terjadi pada usia 0 hingga 5 tahun, usia yang sulit diingat-ingat, apalagi diurai. Namun dengan bimbingan ahli dalam bidang ini, defisit afeksi akan dapat diselesaikan.
Mengapa defisit afeksi harus disembuhkan? Sebab sikap selalu ingin dipuji, dihargai, dan diapresiasi ini akan terus hingga tua. Mudah saja tahu seseorang itu "Yudhis" atau bukan. Lihatlah begitu banyak orang yang galau mencari perhatian di media sosial, menghitung jumlah like dan tanggapan, dan akan murung jika tidak mendapatkannya.
Jika melakukan sesuatu dengan tujuan ingin dipuji, dihargai, dihormati, diapresiasi maka jelas sedang mengalami defisit afeksi. Ditambah lagi bersikap destruktif jika tak mendapatkan pujian, penghargaan, penghormatan, dan apresiasi. Jelas, sedang menjadi "Yudhis".
Yohanes Bara
Bekerja di Majalah BASIS dan Majalah UTUSAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H