Nama saya Yoakim Zordan Halawa. Saya dipanggil Zordan
Saya salah seorang putera daerah Nias yang nun jauh di pelosok barat sana, yang konon katanya pulau yang tak terlihat pada atlas se-Asia. Mungkin benar adanya seperti itu, namun meski begitu, tidak mengurangi rasa bangga saya terhadap daerah saya ini yang saya labeli dengan julukan “Ufuk Jingga Tersembunyi”. Saya juluki demikian karena Nias menyimpan segudang potensi untuk dikembangkan sebagai tempat para wisatawan berlabuh untuk menikmati kekayaan & keindahan alam yang khas, yang hanya bisa dinikmati di daerah ufuk barat.
Namun sayangnya, potensi ini masih tersembunyi, belum tersentuh secara maksimal lewat media-media kekinian sebagai ajang sumber informasi di kalangan anak-anak zaman now, yang mengedepankan melihat perkembangan sosialita dan entertaimen di media sosial daripada pengenalan budaya dan geografi mengenai bangsanya sendiri.
Saya meninggalkan pulau itu meninggalkan orang tua, saudara serta semua orang yang disayangi demi mengadu nasib mengejar cita-cita di daerah yang tak pernah saya datangi sebelumnya yaitu Bali. Hal itu bisa terjadi karena saya merasa bahwa pendidikan yang didapatkan dari luar daerah lebih bagus dari pendidikan dari daerah sendiri seperti salah satunya di kabupaten Nias selatan terdapat sebuah perguruan tinggi swasta yang menurut saya perlu pembinaan lebih dari pemerintah pada fasilitas sarana dan prasarana kampus yang masih tidak lengkap dan perlunya perbaikan.
Harusnya hal seperti inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah guna meningkatkan daya tarik siswa siswi lulusan daerah untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi yang ada di daerah masing masing serta meringankan biaya hidup dan biaya pendidikan. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan diluar daerah dengan harapan membawa ilmu baru yang tidak didapatkan oleh mahasiswa di sana serta dapat mengimplementasikannya untuk pendidikan daerah saya kedepannya.
Saat ini saya sedang kuliah di Universitas Mahasaraswati Denpasar. Sekarang sudah Semester VI program studi Akuntansi. Pada semester ini saya sedang mengikuti program unggulan pemerintah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (KEMENDIKBUDRISTEK) yaitu “KAMPUS MERDEKA” dengan sub kegiatan “KAMPUS MENGAJAR” dan saat ini sedang mengikuti program tersebut dengan penempatan di SD Negeri Ketawang, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Di tengah kejenuhan belajar daring sejak pandemi Covid-19, tiba-tiba ada info bahwa Kementerian Pendidikan sedang merekrut mahasiswa untuk menjadi agen perubahan bangsa dengan mengabdikan diri untuk mengajari anak-anak sekolah regenerasi selanjutnya setelah masa ini karena di tangan merekalah tujuan dan harapan bangsa ini diserahkan.
Awalnya keraguan ada dalam pikiran untuk tidak mendaftarkan diri dikarenakan wabah penyakit yang sedang melanda bumi yang mengharuskan segala bentuk kegiatan dilaksanakan secara virtual. Hingga pada akhirnya memutuskan untuk mendaftarkan diri dan ikut seleksi dengan membelakangi setiap resiko yang akan ada dengan tujuan utama ialah “Belajar dan mengabdikan diri” dengan ilmu yang sudah didapatkan selama ini. Di sisi lain, saya juga merasa berutang budi dan tanggung jawab besar untuk negeri ini atas perjuangan para pejuang terdahulu yang telah gugur dalam mempertahankan NKRI dan pendidikan anak bangsa seperti yang sudah saya dapatkan. Hal itu menjadi pemacu adrenalin diri untuk ikut dalam program ini.
Berbicara tentang Kampus Mengajar yang sedang diikuti saat ini, Kampus Mengajar merupakan ajang di mana mahasiswa melakukan suatu terobosan baru dalam membantu pendidikan bangsa, sebagai generasi millenial yang akan membuat perubahan bangsa. Mahasiswa juga membantu pemerintah dan guru-guru sebagai garda terdepan dalam pemerataan pendidikan nasional, mahasiswa juga berkesempatan dalam mengabdikan dirinya untuk negeri.
Dalam acara Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Global Dialogue, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa “Dunia masih kekurangan simber daya dan kesiapan dalam menghadapi pandemi Covid-19, serta rencana masa depan dimana dampak yang dialami saat ini di seluruh dunia. Masih ada 300 miliar penduduk dunia yang masih belum bisa mengakses internet dan mengoperasikan media-media pembelajaran daring termasuk Indonesia”.
Dalam meningkatkan pemerataan pendidikan di Indonesia ini, perlu kita ketahui bersama permasalahan pendidikan di Indonesia pada umumnya ialah keterbatasan jumlah guru terampil, sarana dan prasarana yang tidak memadai, minimnya bahan pembelajaran seperti buku bacaan, mahalnya biaya pendidikan, mutu pendidikan yang rendah, dan banyak lagi lainnya.
Banyak upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi hal itu, namun saat ini masih belum bisa dikatakan berhasil karena beberapa diantaranya masih belum tersentuh dan terealisasi, seperti keterbatasan jumlah guru di setiap sekolah, sarana prasarana yang tidak memadai dan sebagainya. Untuk menindak lanjuti hal itu, pemerintah sudah banyak berusaha memberikan beberapa upaya yang mampu mengangkat kualitas dan mutu pendidikannya seperti menyediakan sekolah gratis mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), membangun serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai termasuk sarana olahraga untuk setiap sekolah baik yang ada di perkotaan maupun pedesaan sesuai kebutuhannya, memberikan beasiswa kepada siswa yang berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu, serta subsidi biaya pendidikan bagi sekolah yang diprioritaskan pada daerah-daerah yang kemampuan ekonominya lemah. Namun, dengan tersedianya itu semua tanpa tenaga pendidik yang cukup memadai dalam melaksanakannya apakah efektif? Tentu jawabannya tidak.
Hal ini diperkuat dari testimoni mahasiswa yang sudah terjun ke setiap instansi pendidikan saat ini. Contohnya menurut tim Kampus Mengajar yang saat ini ditugaskan di SD Negeri Ketawang, menyatakan bahwa adanya kekurangan guru di sekolah dikarenakan sekolah tidak diberi wewenang dalam melakukan pengangkatan guru honor. Hal ini dikarenakan saat ini sedang berlangsung juga program Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK) di mana penerimaan seleksi program tersebut digolongkan berdasarkan gelombang dan tentunya hal ini juga menggangu aktivitas di sekolah apabila pemerintah setempat tidak cepat dalam menanganinya.
Dalam menanggapi hal tersebut, pemerintah memberikan salah satu wujud kepedulian pada bangsa dengan menerjunkan mahasiswa untuk mendampingi dan mengumpulkan berbagai data yang dapat digunakan untuk menunjang pendidikan di setiap daerah lebih-lebih mereka yang ada di berbagai pelosok tanah air.
Hadirnya program Kampus Mengajar ini diharapkan agar mahasiswa dapat membantu tenaga pendidik dalam meningkatkan meningkatkan Literasi dan Numerasi siswa di mana mereka yang masih belum bisa membaca, menulis, serta berhitung, lebih-lebih bagi mereka yang masih terbatas akan penalaran sesuatu. Di sekolah penempatan saya saat ini, masih saja ada siswa yang masih belum bisa membaca padahal siswa tersebut sudah kelas 3 dan juga ada siswa yang harusnya sudah lulus namun karena selalu tinggal kelas karena tidak bisa membaca dan hingga saat ini siswa tersebut masih duduk di kelas 3. Kasus yang sama juga terdapat di kelas 5. Di mana siswa tersebut juga seharusnya sudah lulus, namun karena dari segi literasinya masih belum bisa dikatakan baik, sehingga siswa tersebut masih duduk di kelas 5. Anak ini dari segi membaca dan menulis lancar tetapi dalam memahami maksud dari setiap pelajaran masih kurang. Oleh karena itu mahasiswa berperan untuk mendampingi mereka satu persatu serta memperkenalkan program-program nasional yang telah dirancang oleh pemerintah. Selain itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan guru yang terampil, mahasiswa juga berperan dalam mendampingi, khususnya bagi mereka yang belum mengetahui sistem pendidikan terbaru yang diluncurkan oleh pemerintah, seperti Kurikulum Merdeka, pengenalan aplikasi media belajar, dan penerapan adaptasi teknologi yang semakin canggih.
Mengapa perlu dilaksanakan pemerataan pendidikan? Karena anak anak regenerasi penerus bangsa harus dipersiapkan dan dibentuk sebaik mungkin agar siap dalam menghadapi setiap tantangan yang akan datang dalam hidupnya, lebih-lebih melawan pemikiran yang pasif dan miskin inovasi. Kedepannya ini pemerintah menginginkan generasi yang siap pakai dalam segala aspek lebih lebih pada persaingan yang akan semakin ketat ke depan. Seperti yang telah disampaikan oleh Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim “Indonesia membutuhkan generasi penerus bangsa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan kelas dunia yang mahir dalam memanfaatkan dan mengembangkan teknologi dan tetap mengamalkan nilai-nilai Pancasila untuk mengungguli kemajuan negara-negara di dunia”.
Melihat pentingnya transformasi digital dan peningkatan pemerataan pendidikan di Indonesia maka pemerintah melakukan berbagai macam tindakan yang dapat membantu pemulihan pemerataan pendidilan bangsa. Namun pada kenyataannya, hingga saat ini progarm tersebut masih banyak belum terealisasi. Banyak bukti nyata yang ditemukan oleh mahasiswa di lokasi, di mana terdapat sekolah memiliki guru olahraga yang memang ahli dan berlatar belakang pendidikan olah raga, namun fasilitas sarana dan prasarana olahraga tidak lengkap dan memadai sehingga siswa hanya paham akan teorinya, namun dari segi praktek hasilnya nihil. Hal ini terjadi dikarenakan pemerataan pemberian fasilitas sarana dan prasarana dari pemerintah masih belum merata. Dampaknya sangat berakibat fatal juga dalam kelancaran proses belajar siswa karena selalu belajar teori tidak disertai dengan praktek yang cukup akibat kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan praktek tersebut.
Jika berbicara tentang pemerataan, tentunya segala sesuatu yang diberikan oleh pemerintah dalam memberikan fasilitas bagi sekolah misalnya pembagunan laboratorium komputer, pegiriman buku bacaa, pembangunan gedung baru/renovasi, harusnya dilakukan secara merata dan menyeluruh pada sekolah sekolah yang mana sekolah tersebut diketahui membutuhkan bantuan pemerintah. Namun saat ini belum ada titik terang atas respon pemerintah. Jika pemerinyah selalu memprioritaskan pendidikan di kota, maka bagaimana nasib pendidikan di desa yang menginginkan pendidikan layaknya bseperti anak kota.
Jika pemerataan ini dilakukan secara cepat, benar, dan tepat pada sasarannya, literasi siswa akan lebih terbuka lebar, dimana mereka yang tinggal didesa yang tidak mengenal apa itu teknologi seperti komputer, laptop dan sebagainya, siswa pasti akan dengan banga dan semangat untuk belajar dan mengenal lebih luas tentang teknologi. Di daerah ini siswa rata rata tidak mengenal komputer meski ada beberapa yang tau karena saudaranya ada yang kuliah dan memang dikatakan mampu. Lalu bagaimana mereka yang dari keluarga tidak mampu? Tentunya mereka membutuhkan uluran bantuan untuk di perkenalkan pada kemajuan teknologi sekarang ini.
Berbicara sarana dan prasarana sekolah tentunya juga masih sama kasusnya belum merata dimana saat ini banyak sekali sekolah yang memerlukan perbaikan gedung baik pembuatan gedung baru maupun renovasi yang saat ini tidak dilaksanakan merata. Hal ini juga ada hubungannya dengan biaya operasional sekolah (BOS) yang di terima oleh sekolah dari pemerintah seperti pembuatan gedung baru atau renovasi tidak dapat dianggarkan pada BOS. masalah lainnya, pada administrasi perpustakaan yang sekolah miliki, namun kelengkapan buku-buku masih belum memadai. Dan sekolah ini tidak dapat melakukan penambahan buku dikarenakan anggaran dana yang diterima oleh sekolah sangat sedikit ditambah lagi beberapa larangan yang tidak mempebolehkan penganggaran belanja dalam mengisi buku di perpustakaan sekolah. Kalaupun bisa dianggarkan, dorongan dana yang diterima oleh sekolah tidak mencukupi.
Pembatasan anggaran diterima oleh sekolah berdasarkan jumlah siswa juga kurang efektif menurut guru dan masyarakat sekitar (Khususnya Sekolah Dasar) karena jika dilihat dari data statistik jumlah siswa yang mendaftar pertahunnya, sangatlah menurun dalam 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan bukan karena kurangnya minat siswa untuk sekolah pada setiap instansi atau memandang kemajuan sekolah itu, tapi ini disebabkan oleh program pemerintah juga yang menekan angka kelahiran populasi manusia di Indonesia yang sering kita kenal dengan program “Keluarga Berencana (KB) dikatakan berhasil karena jumlah angka kelahiran semakin menurun.
Jika pemerintah mengikuti peraturan pemberian BOS pada setiap sekolah berdasarkan jumlah siswa, sepertinya perlu dikaji kembali. Karena sekolah tidak bisa menjamin untuk meningkatkan jumlah siswa yang mendaftar di sekolah tiap tahunnya. Masalah lainnya dari segi literasi siswa masih kurang, di mana dalam menghargai sesama bahkan guru lebih lebih pada kedisiplinan, siswa masih saja banyak menyepelekan hal itu. Dan dalam hal ini, guru juga tidak bisa terlalu tegas dalam mendidik siswa dalam memberikan tekanan, dimana dulunya dalam sistem pengajaran jika siswa yang bandel tidak mematuhi aturan, maka gurunya bertindak dalam memukul fisik anak guna untuk mengingatkan pentingnya mematuhi aturan. Namun dengan sistem pendidikan sekarang ditambah lagi peraturan perundang-undanga tentang hak perlindungan anak maka guru tidak dapat menindak setiap siswa yang tidak mematuhi perintah.
Berdasarkan penilaian guru dan beberapa masyarakat setempat yang diwawancarai lebih setuju jika metode pengajaran yang lama di terapkan kembali, karena kebanyakan anak didik sekarang lebih menyepelekan setiap aturan karena tidak ada tindakan tegas dari pihak guru sebab terikat peraturan perundang-undangan tersebut. Sehubungan dengan itu, untuk menindak lanjutinya pemerintah inisiatif melakukan sebuah program yang dapat membantu pemerintah sekaligus membantu perbikan pendidikan bangsa, maka dibuatlah gagasan dalam meluncurkan program Kampus Mengajar. Program ini sudah berjalan hingga beberapa angkatan yaitu angkatan Kampus Mengajar 1 dan 2 sudah berakhir dan berhasil hingga saat ini sedang berlangsung program Kampus Mengajar angkatan 3. Angakatan saat ini sudah berjalan, dimana saat perekrutan peserta yang diharapkan adalah 30.000 mahasiswa seluru Indonesia.
Antusias mahasiswa yang tersebar di seluruh Indonesia sangat tinggi hingga peserta yang ikut seleksi angkatan ke 3 ini hingga 57.000 lebih mahasiswa yang mendaftar dan ikut pada ajang seleksi. Setelah tes terlaksana mahasiswa yang lolos pada tes pertama sebanyak 27.000 mahasiswa, namun seiring berjalannya waktu beberapa di antaranya masih ada yang belum bisa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh penyelenggara kegiatan hingga akhirnya total mahasiswa yang ditugaskan pada angkatan ke 3 ini sebayak 16.713 mahasiswa yang telah disebarkan di berbagai Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di seluruh Indonesia dimana jumlah sekolah yang sudah dikunjungi oleh mahasiswa untuk mengabdi yaitu 3.313 SD dan 566 SMP.
Berbicara benefit yang didapatkan dari program Kampus Mengajar ini, saya, selaku peserta program ini merasakan banyak sekali manfaat dan benefit lewat program ini. Pertama, mendapat pengakuan konversi 20 SKS, pengetahuan dan pengalaman baru yang tidak kita dapatkan di bangku perkuliahan. Seperti mengajar langsung di lapangan, teman baru, lingkungan yang baru, tunjangan biaya hidup, jaminan kesehatan dan masih banyak lagi privillege lainnya. Lebih-lebih bisa mengabdikan diri untuk bangsa dan negara. Sebagai agen perubahan yang menjadi penggerak pendidikan untuk regenerasi selanjutnya, kapan lagi kalau bukan sekarang dan melalui program ini? Kegiatan ini sudah pasti memiliki keseruannya tersendiri, namun tidak lepas pada tanggung jawabnya untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk pengabdian sebagai mahasiswa. Untuk mewujudkan jati diri mahasiswa sebagai agen perubahan bagi pendidikan bangsa, tentunya memerlukan persiapan yang matang untuk menghadapi segala bentuk yang akan dihadapi ke depannya.
Selain itu, mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai literasi dan numerasi itu sendiri, administrasi sekolah, dan adaptasi teknologi. Mengacu pada konsep itu, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan aspek tersebut untuk dijabarkan sebagai program kerja yang akan dilaksanakan di sekolah penempatan masing-masing.
Banyak kesempatan dan keterampilan yang bisa dikembangkan oleh mahasiswa dalam program ini di mana dalam setiap individu mahasiswa terdapat ribuan ide dan gagasan yang baik untuk membantu perbaikan negeri ini. Sesuatu yang mungkin tidak terbayangkan berapa ide yang akan dilakukan oleh ribuan mahasiswa yang ikut program kampus mengajar pada perbaikan pemerataan pendidikan di Indonesia ini. Harapan kita bersama, dengan hadirnya kampus mengajar ini dapat mengangkat kualitas dan mutu pendidikan di indonesia.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Purworejo menyebut program kolaborasi mahasiswa dengan sekolah dalam kampus mengajar saat ini sangat membantu karena program kampus mengajar yang dicanangkan Mendikbudristek Nadiem Makarim dinilai berhasil membekali soft skill mahasiswa dan memiliki dampak positif bagi sekolah sehingga program ini terus berlanjut sebab program ini memberikan manfaat bagi mahasiswa dan siswa. Hal ini terlihat di mana Mahasiswa bisa menambah soft skill, sebaliknya siswa bisa meningkatkan kualitas mutu pendidikan berkat kehadiran mahasiswa program kampus mengajar. Ada tiga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ditempatkan di Sekolah Dasar Negeri Ketawang, yaitu Yoakim Zordan Halawa (Universitas Mahasaraswati Denpasar), Cindy Nurul Afwa (Universitas Muhamadiyah Purworejo) dan Gabriel Ishanti ( Institut Seni Indonesia Denpasar).
Kepala Sekolah SDN Ketawang berharap dengan adanya program kampus mengajar ini dapat memajukan kualitas Pendidikan di SDN Ketawang. “Kami harapkan para mahasiswa berkolaborasi dengan para guru untuk meningkakan kualitas pendidikan di SD kami. Siswa di SD kami berjumlah 90 siswa sementara guru berjumlah 8 dan akreditasi saat ini B,” ungkap kepala sekolah.
Program Kampus Mengajar ini saya nilai sangat efektif untuk mengangkat derajat pendidikan bangsa dan lebih pasti dalam meneliti setiap persoalan yang terjadi di lapangan, meski dalam perekrutan peserta ada berbagai kendala contohnya keterlambatan penerjunan mahasiswa, pencairan biaya hidup mahasiswa yang sudah dijanjikan dan sebagainya seharusnya di perbaiki lagi agar pada generasi mahasiswa Kampus Mengajar selanjutnya tidak merasakan hal yang sama dan lebih efektif dalam setiap tahapannya.
Mengacu pada tujuan utama Kampus Mengajar ini yaitu “Hak belajar tiga semester di luar program studi” dalam meningkatkan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul dan berkepribadian, sangatlah efektif karena dengan program ini, mahasiswa akan lebih berjiwa kepemimpinan, berinovasi, siap kerja, dan lain-lain atas dasar ilmu yang didapatkan di lapangan
#Belajarsambilberdampak
#Mahasiswakampusmerdeka
#Haripendidikannasional
#KampusMengajar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H