Mohon tunggu...
YM. Lapu
YM. Lapu Mohon Tunggu... Freelancer - Puisi, Merangkai Rasa Memeluk Jiwa

Kata-Kata Tumpah Dari Kepalaku Berceceran Dan Luber Kemana-Mana Berserakan,Kemudian menjadi kepingan di sudut ruang (yml)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cinta Dalam Diam || Rasa Yang Tak Terucap

2 Februari 2025   21:31 Diperbarui: 2 Februari 2025   21:31 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B


*

Langit sore di kota Bandung tampak merona jingga saat Aksa duduk sendirian di bangku taman kampus. Matanya tak lepas dari seorang gadis yang sibuk membaca buku di sudut perpustakaan terbuka. Gadis itu, Nayla, adalah seseorang yang diam-diam telah mengisi hatinya sejak lama.

Aksa bukan tipe yang pandai mengungkapkan perasaan. Ia hanya mampu mencintai Nayla dalam diam, memperhatikan dari kejauhan, dan menghafal kebiasaannya---cara Nayla menyelipkan rambut ke belakang telinga saat membaca, bagaimana matanya berbinar ketika membicarakan sastra, atau kebiasaannya menggigit ujung pensil saat berpikir.

Baca juga: Cinta Tak Berbalas

"Kenapa nggak langsung ngomong aja, Sa?" suara Raka, sahabatnya, mengusik lamunannya.

Aksa tersenyum tipis. "Nggak semudah itu, Rak. Gue nggak mau merusak apa yang udah ada."

Raka menghela napas. "Tapi kalau lo terus diam, bisa jadi lo bakal nyesel."

Baca juga: Sepi Tak Diam

Aksa tahu itu benar. Namun, ia juga tahu bahwa Nayla terlalu berharga untuk dihancurkan dengan ketidaksiapan. Ia memilih untuk tetap mencintai dalam diam---meski mungkin suatu hari, keheningan itu akan menjadi penyesalan yang tak terhindarkan.

**

Hari-hari berlalu, dan Aksa tetap menjadi bayangan yang tak terlihat di dunia Nayla. Ia selalu ada---tanpa benar-benar hadir. Entah itu di perpustakaan, di kantin kampus, atau sekadar saat Nayla sibuk mencatat di kelas. Namun, Nayla tetap tak menyadari keberadaannya.

Baca juga: Yang Terucap

Suatu sore, hujan turun deras. Aksa berdiri di depan perpustakaan, memperhatikan Nayla yang tampak bingung karena tak membawa payung. Ia menggenggam payungnya erat, ada dorongan dalam hatinya untuk melangkah, menawarkannya, tapi kakinya terasa berat.

Namun, sebelum Aksa bisa bergerak, seseorang lebih dulu menghampiri Nayla.

"Bareng gue aja, Nay," ucap Dio, teman sekelas mereka yang dikenal ramah dan humoris. Dengan senyum hangat, Dio membukakan payungnya, dan tanpa ragu, Nayla melangkah di sampingnya.

Aksa hanya bisa melihat punggung mereka menjauh. Ada sesak di dadanya, tapi ia tetap berdiri di tempatnya---seperti biasa. Ia selalu ada, namun tak pernah cukup berani untuk membuat Nayla menyadari keberadaannya.

Raka yang sejak tadi memperhatikan, menepuk pundaknya pelan. "Lo nunggu sampai kapan, Sa?"

Aksa menghela napas panjang, matanya masih menatap bayangan Nayla yang semakin jauh.

"Mungkin gue memang nggak pernah ada di dunianya," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Hujan masih deras, tapi kali ini, ada sesuatu yang lebih dingin di dalam hati Aksa.

(Bersambung...)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun