Malam-malam berikutnya terasa seperti mimpi bagi Laila. Armand, yang dulu hanya hidup dalam kenangan, kini nyata di hadapannya. Ia membawa cerita-cerita dari tempat-tempat yang jauh, tentang perjuangan, kerinduan, dan tekad yang membara untuk kembali.
Namun, meski bahagia, Laila tak bisa mengabaikan sesuatu yang terselip di balik senyuman Armand. Pria itu tampak lebih pendiam dari yang ia ingat, sering termenung di jendela yang sama tempat Laila dulu menunggunya. Ada beban yang tak diungkapkan, seolah ada sesuatu yang ia sembunyikan.
"Armand," tanya Laila suatu malam, ketika mereka duduk bersama di beranda. "Apa yang sebenarnya terjadi selama ini? Kenapa kau tak pernah mengirim kabar?"
Armand menarik napas panjang. Matanya menatap jauh ke arah langit, di mana rembulan bersinar lembut. "Laila, aku ingin kau tahu bahwa aku tak pernah melupakanmu. Tapi ada hal-hal yang tak bisa kujelaskan saat itu."
Laila menggenggam tangannya, memberikan kekuatan yang hanya bisa diberikan oleh cinta yang tulus. "Katakan padaku. Aku ingin tahu semuanya."
Armand menunduk sejenak sebelum akhirnya bicara. "Ketika aku pergi, aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan kembali sebagai seseorang yang pantas untukmu. Aku bekerja siang dan malam, menyisihkan setiap rupiah untuk masa depan kita. Tapi, di tengah perjalanan, aku jatuh sakit."
Laila terkejut, tapi ia tetap diam, membiarkan Armand melanjutkan.
"Dokter bilang aku mengidap penyakit yang sulit disembuhkan. Aku tidak ingin membebanimu, Laila. Jadi aku memilih diam, berharap kau melanjutkan hidup tanpaku."
Air mata mulai menggenang di mata Laila. "Armand, bagaimana kau bisa berpikir aku akan melupakanmu? Apa pun yang terjadi, aku ingin ada di sisimu."
Armand tersenyum tipis, meski matanya mulai basah. "Aku tahu. Itu sebabnya aku kembali. Aku tidak ingin waktu yang tersisa ini kulewatkan tanpa kau di sisiku."
Malam itu, di bawah rembulan yang masih setia bersinar, mereka berbagi tangis dan tawa. Laila tak peduli apa pun yang akan terjadi; bagi dirinya, cinta yang ia rasakan untuk Armand adalah jawaban dari segala keraguan.
Hari-hari mereka selanjutnya diisi dengan kebahagiaan kecil yang tulus. Mereka menanam bunga di taman kecil, membaca buku bersama di bawah pohon mangga, atau sekadar duduk berdua, menikmati hening yang terasa damai.
Namun, waktu memang tak bisa dilawan. Ketika akhirnya Armand berpulang, ia melakukannya di pelukan Laila, dengan senyum yang penuh kelegaan. Ia tahu, cinta mereka abadi, melampaui batas kehidupan.
Kini, setiap malam, Laila duduk di balik jendela yang sama. Ia tak lagi menunggu, melainkan mengenang. Dan di setiap sinar rembulan yang masuk melalui celah jendela, ia merasa kehadiran Armand, seperti bisikan lembut yang selalu berkata: "Aku di sini, bersama cintamu, untuk selamanya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H