Mohon tunggu...
YM Chanel
YM Chanel Mohon Tunggu... Guru - Guru Kampung

YM Chanel berbagi gagasan dan ilmu kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kita Punya Segalanya Tetapi Tidak Punya Komitmen

3 Maret 2023   22:04 Diperbarui: 3 Maret 2023   22:36 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mutu pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sorotan sejak Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat melakukan kunjungan kerja ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT beberapa waktu lalu. 

Gubernur mempertanyakan kenapa kita punya uang, sumberdaya, singkatnya punya segalanya tetapi mutu pendidikan di NTT tidak mengalami kemajuan yang signifikan. 

Salahnya di mana sehingga sekolah di daerah ini tidak bisa masuk 200 besar di Indonesia dan tembus universitas favorit seperti Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada.

Pertanyaan yang dilontarkan gubernur ini beralasan, karena hampir 50% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT digelontorkan ke Dinas P & K. Namun sampai dengan saat ini tidak ada satupun SMA/SMK yang masuk 200 besar di Indonesia dalam hal prestasi akademik dan masuk ke universitas favorit di Indonesia. Padahal gubernur sudah meminta hal ini berulang kali karena pihkanya tidak mau orang luar menganggap NTT tidak maju.

Dalam dialog dengan pengawas, kabid dikmen dan stafnya serta kepala dinas, gubernur meminta agar menunjuk dua sekolah untuk dibina menjadi sekolah unggul. 

Dalam dialog tersebut disepakati dua sekolah itu adalah SMA Negeri 1 Kupang dan SMA Negeri 6 Kupang. Kedua SMA ini akan diintervensi dengan dana yang besar agar bisa menghasilkan siswa yang dapat menembus universitas favorit di Indonesia. 

Tidak boleh ada yang menghalangi niat ini dan harus berhasil sehingga gubernur tidak menanggung semua kesalahan yang dilakukan yang membuat NTT dipandang sebelah mata.

Tulisan ini tidak hendak menyoroti masuk sekolah jam 5 pagi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dua sekolah di atas untuk menjadi sekolah unggul. Karena hal ini sudah banyak orang yang menyorotinya dari berbagai sudut pandang. 

Saya hanya ingin menyoroti pernyataan gubernur bahwa "kita punya segalanya tetapi komitmen kita yang kurang bahkan tidak ada". 

Justru disinilah menurut saya titik soal kenapa pendidikan kita di NTT tidak maju seperti daerah lain di Indonesia. Maka seharusnya pernyataan gubernur seperti ini yang viral sehingga kita lebih jernih mencari jalan keluar terbaik untuk memperbaiki mutu pendidikan di NTT.

Sentuhan Cinta

Mengurus pendidikan adalah mengurus manusia. Untuk itu tidak boleh hanya melayani secara administratif saja. Melainkan harus menggunakan sentuhan cinta dalam pelayanan kita. Kenapa sentuhan cinta yang kita lakukan terhadap anak kandung kita tidak kita salurkan juga untuk orang-orang yang kita layani dalam medan pendidikan. 

Dalam pembelajaran misalnya, seorang guru juga penting untuk dapat memiliki rasa cinta terhadap peserta didiknya. Perasaan cinta guru terhadap seluruh peserta didiknya merupakan hal yang amat penting dan dianggap sebagai alat utama dalam pendidikan.

Kondisi ini menjadi tragis ketika para pendidik senantiasa disibukkan dan dituntut untuk menguasai bahan ajar atau mengembangkan metode dan teknologi pembelajaran tertentu, tetapi mereka justru melupakan pentingnya rasa cinta terhadap peserta didik. 

Penguasaan bahan ajar dan metode dan teknologi pembelajaran oleh guru memang penting, tetapi jika proses pendidikan harus melupakan aspek cinta sebagai alat utamanya maka pendidikan akan terasa menjadi kering dan kehilangan ruhnya.

Tampaknya disinilah pentingnya pendidik untuk dapat mengembangkan rasa cintanya secara konstruktif dalam berhubungan dengan siswanya, yang diwujudkan dalam bentuk rasa empati, memperhatikan kebahagiaan, kesejahteraan dan perkembangan dari para peserta didiknya. 

Selain itu melakukan berbagai upaya dan turut membantu para peserta didiknya untuk menjadi manusia yang bahagia dan sejahtera dan berkemajuan. Melaui proses pendidikan yang didasari rasa cinta, pada gilirannya dapat mengantarkan seseorang memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, tetapi juga memiliki karakter yang baik.

Komitmen Bersama

Tampaknya masalah pendidikan di NTT berawal dari komitmen kita yang kurang. Dalam praksis pendidikan komitmen menjadi entri point untuk meraih kebahasilan-keberhasilan selanjutnya. 

Sebab seunggul apapun teknologi yang digunakan dalam pembangunan pendidikan itu, atau sebaik dan selengkap apapun sarana yang dipergunakan dan sebaik manapun konsep dan teori yang akan kita laksanakan dalam pembangunan pendidikan ini, tanpa didukung oleh komitment dan keikhlasan dari semua pihak, tidak akan memiliki arti banyak.

Untuk itu, antara kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pemerintah harus membangun komitmen yang kuat, jika kita ingin pendidikan di NTT unggul dan sedikit demi sedikit menyamai daerah lain di Indonesia. 

Jika kita mencita-citakan pendidikan yang unggul sebagaimana harapan Gubernur Laiskodat yang adalah komponen pemerintah, maka cita-cita ini harus juga menjadi harapan dan cita-cita kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua. Dengan demikian semua energi yang kita miliki tercurah untuk mewujudkan hal ini.

Kelemahan kita selama ini yang menjadi bumerang terpuruknya pembangunan pendidikan kita adalah semua komponen pendidikan berjalan sendiri-sendiri. Contoh soal, Visi dan misi kepala sekolah untuk menjadikan sekolah unggul misalnya, bagi sebagian komunitas sekolah adalah visinya kepala sekolah bukan visi bersama. Seharusnya visi dan misi ini menjadi milik bersama, sehingga semua bahu-membahu, gotong royong, kerja sama untuk mewujudkannya.

Itu baru rumusan visi dan misi, belum lagi prilaku konkret yang ditunjukan oleh para steakholder pendidikan ini. Jika kita mencita-citakan sekolah unggul, maka prilaku konkret kita harus seiring. 

Misalnya, jika pemerintah menyediakan banyak dana untuk mengintervensi pendidikan, maka kepala sekolah tidak boleh mengelolah sekolah secara biasa-biasa; sedangkan guru harus masuk tepat waktu, ramah kepada anak, mengajar dengan menyenangkan, tidak hanya sekedar memenuhi kewajiban mengajar; sementara orang tua harus  mendampingi anak belajar; menayakan perkembangan belajar anak; dan murid harus disiplin dan sopan santun terhadap guru; dan semangat dalam belajar serta berprestasi.

Jika prilaku kongkret ini menjadi budaya dalam komunitas sekolah kita, maka cita-cita untuk mewujudkan sekolah unggul dengan prestasi siswa yang membanggakan bukan hanya isapan jempol. Karena prilaku-prilaku kongkret yang ditunjukan ini berpihak pada peserta didik. Ibarat tanaman, prilaku kongkret ini adalah pupuk yang digunakan untuk merawat dan menumbuhkembangkan potensi anak untuk menjadi manusia yang unggul dan berkarakter baik.  

Olehnya momentum ini adalah kesempatan untuk bersama-sama berbenah demi mewujudkan mutu Pendidikan yang unggul di NTT. Kegaduhan yang sudah telanjur terjadi ini, hendaklah menjadi titik balik bagi semua komponen pendidikan untuk menata ulang komitmen, agar menjadi lebih kuat dan bersinergi satu sama lain. Sehingga harapan gurbernur bahwa sekolah-sekolah di NTT bisa masuk 200 besar Indonesia, atau tembus kuliah di UI dan UGM, bisa tercapai satu dua tahun kedepan. Semoga!***   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun