Performa luar biasa Arsenal masih berlanjut. Tim besutan Mikel Arteta ini masih konsisten meraih kemenangan di Liga Inggris. Tidak hanya menang, cara bermain mereka juga menunjukkan kekompakan tim, determinasi tinggi dan rasa lapar akan kemenangan.
Ya, setidaknya itulah yang mereka tunjukkan saat memenangi duel kandang melawan Manchester United dalam lanjutan Premier league Minggu malam (22/1) waktu Indonesia. Mereka menang secara dramatis dengan skor 3-2 dengan dominasi yang tak terbantahkan.
Pertanyaan sekarang adalah, siapa yang bisa menghentikan Arsenal? Sudah separuh musim dan mereka masih tetap nyaman di peringkat pertama. Arsenal bahkan unggul 5 poin dari juara bertahan Manchester City, dengan masih menyisakan satu pertandingan pula.
Dan memang sepertinya, sejauh ini hanya Man City lah yang secara objektif bisa mengganggu jalan Arsenal menuju juara Liga Inggris.
Yang membedakan City dan Arsenal adalah rasa lapar. Kita tahu, Arsenal terakhir menjadi juara Premier League adalah musim 2003-2004 atau 19 tahun yang lalu. Sementara Man City adalah pemenang trofi Liga Inggris empat kali dalam lima tahun terakhir.
Dominasi di liga domestik itu tidak diikuti City dengan kejayaan di Liga Champions Eropa. Jadi bisa saja, rasa lapar City sekarang lebih kepada kejayaan Eropa dibandingkan dengan liga lokal.
Namun demikian, skuad Man City sudah dipersiapkan untuk juara di semua kompetisi. Kedalaman skuad yang cukup untuk membuat dua tim yang sama kuat jelas menguntungkan City dalam persaingan kompetisi panjang liga.
Ditambah, tidak semua pemain City sudah merasakan jadi juara Premier League. Salah satunya adalah Erling Haaland yang sudah mencetak 25 gol di 19 penampilannya di Liga Inggris. Ia tentu mau jadi juara Liga Inggris.
Sementara bagi Arsenal, masalah konsistensi adalah hal yang sering gagal mereka atasi di setiap musim. Sehingga saat Arsenal tancap gas di awal musim, wajar kalau banyak yang masih meragukan mereka.
Banyak orang memprediksi Arsenal akan mulai jeblok setelah paruh kedua. Inkonsistensi pemain-pemain muda Arsenal diperkirakan akan mulai muncul setelah jeda Piala Dunia atau di bulan Januari.
Nyatanya, setelah Piala Dunia Arsenal malah menyapu 5 pertandingan Premier League dengan kemenangan dan hanya sekali saja ditahan seri 0-0 oleh Newcastle United. Dari lima kemenangan tersebut mereka raih atas dua tim besar.
Minggu lalu mereka away ke kandang Tottenham Hotspurs dan menggasak tuan rumah dengan skor 2-0. Dan minggu ini mereka memainkan partai kandang melawan seteru klasik mereka Manchester United. Hasilnya Man United mereka pecundangi dengan skor 3-2.
Duel Manchester United vs Arsenal di Premier League kali ini memang lebih istimewa dari beberapa tahun terakhir. Ya, dua tim ini musim 22/23 memang seperti bangun lagi dari tidur panjangnya.
Man United dengan pelatih barunya musim ini, Erik Ten Hag sedang berbenah dan menunjukkan progres. Semantara Arsenal di tahun keempat kepelatihan Mikel Arteta seperti menemukan performa terbaik yang selama ini mereka cari.
Kita tahu, era 90an dan awal 2000an persaingan antara kedua tim ini sangatlah legendaris. Dua tim kala itu bisa dikatakan adalah penguasa Liga Inggris. Dua pelatih hebat, Sir Alex Ferguson di MU dan Arsene Wenger di Arsenal. Juga dua kapten penuh kharisma, Roy Keane yang membela setan merah dan Patrick Vieira untuk pasukan meriam London.
Manchester United bertandang ke Emirates Stadium dengan bekal kurang bagus. Rentetan kemanangan mereka terhenti oleh tim medioker Crystal Palace di tengah pekan. Keunggulan satu gol gagal mereka pertahankan dan harus kebobolan di menit akhir dan hanya mendapat satu poin.
Tidak hanya gagal menang, MU harus kehilangan Casemiro yang mendapatkan kartu kuning saat melakukan profesional foul kala menghadapi Palace. Gelandang bertahann asal Brasil itu dianggap sebagai sosok penting bagi peningkatan performa United belakangan.
Sialnya, MU tidak memiliki back up yang sepadan untuk Casemiro. Fred dan Scott McTominay tdiak bisa menggantikan peran vital Casemiro di lini tengah.
Dan demikianlah. Scott McTominay yang dipercaya Ten Hag mengisi posisi gelandang bertahan sangat kerepotan menghadapi Martin Odegaard maupun Granit Xhaka. Lini tengah Arsenal benar-benar digdaya.
Arsenal bermain cepat dan terus menekan sedari awal. Namun Manchester United yang mencoba mendelay permainan tapi selalu gagal justru unggul lebih dulu. Marcus Rashford membuat gol dari tendangan jarak jauh di menit ke 17.
Tak butuh waktu lama, tujuh menit berselang Arsenal yang memang gencar melakukan serangan sudah bisa menyamakan kedudukan. Sundulan Eddie Nketiah yang berdiri bebas di kotak penalti membuat David de Gea tidak bisa berbuat apa-apa.
Sepanjang pertandingan memang Arsenal berkali-kali mengacak-acak kotak penalti Man United. Sementara MU mengandalkan serangan bali mmelalui Marcus Rashford di sisi kiri. Antony yang bermain di sayap kanan hanay beberapa kali terlihat melakukan tusukan, itu pun tidak pernah menembus kotak penalti.
Seperti saat melawan Crystal Palace, MU kembali menurunkan striker barunya, Wout Weghorst. Ya, memang tidak ada opsi lain di penyerang tengah karena Anthony Martial untuk kesekian kalinya cedera. Dan kalu pun tidak cedera performa Mas Martial pun masih belum maksimal.
Sebenarnya ada opsi untuk menaruh Rashford di tengah dan memainkan Alejandro Garnacho di sayap kiri. Tapi itu tidak dilakukan Ten Hag, Garnacho baru masuk di menit 91 setelah MU kebobolan gol ketiga.
Weghorst bermain 90 menit dengan kontribusi hanya sebatas sebagai papan pantul, pressing bek Arsenal dan menarik perhatian bek Arsenal untuk membuat Rashford bisa melakukan aksinya.
Bukayo Saka membuat Arsenal unggul di menit 53 melalui tendangan dari luar kotak penalti. Lalu de ja vu babak pertama, tendangan jarak jauh dibalas dengan sundulan beberapa menit kemudian.
Adalah Lisandro Martinez, bek MU yang melakukan sundulan unik memanfaatkan kemelut hasil tendangan penjuru yang melambung melampaui kiper Aaron Ramsdale, coba diantisipasi pemain bertahan Arsenal namun bola tetap masuk ke gawang untuk membuat skor 2-2.
Skor 2-2 jelas sekali dua tim mengambil sikap yang berbeda. Man United tampak ingin mempertahankan hasil tersebut sedang Arsenal seperti kesetanan tanpa henti memburu gol kemenangan.
Menit-menit berikutnya serangan Arsenal tanpa henti mengacak-acak pertahanan MU. Dan usaha tanpa henti itu akhirnya membuahkan hasil di menit 90 saat Eddie Nketiah yang tanpa pengawalan di depan David de Gea membelokkan arah bola mengecoh sang kiper.
Reviu VAR menyatakan tidak ada yang salah dengan gol Nketieh. Brace buat Nketieh sekaligus menjawab keraguan dari banyak orang yang menyebut Arsenal akan sulit membuat gol setelah Gabriel Jesus cedera.
Pertandingan yang luar biasa, duel panas MU-Arsenal seperti telah kembali. Ya, mungkin Man United masih perlu membenahi lini tengah dan depannya untuk bisa membuat duel klasik jadi semakin menggairahkan.
Walau pun, dari segi hasil Arsenal musim ini sebenarnya tidak terlalu superior atas MU karena di pertandingan pertama di Old Trafford, Man United pun menang dengan skor 3-1. Namun, posisi di klasemen memang menunjukkan Arsenal musim ini memang istimewa.
Secara objektif, Manchester United masih harus melanjutkan proses pembenahannya. Hal objektif yang bisa dikejar saat ini adalah masuk empat besar Liga Inggris dan juara di turnamen minor macam FA Cup dan Piala Liga atau Liga Eropa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI