Saya khawatir anak-anak muda yang tidak berkembang di kemudian hari ini merasa peak atau puncak penampilannya dicapai pada saat ia meraih juara di kelompok usia.
Maksudnya, glorifikasi ataupun pengakuan resmi dalam prestasi olahraga adalah ketika anda memenangi sebuah turnamen.
Apalagi turnamen itu dirasakan begitu berarti oleh banyak orang. Seperti saat Evan Dimas dan kawan-kawan juara AFF U19. Euforianya sungguh luar biasa, saya takut euforia tersebut membuat mereka yang harusnya baru mulai belajar lalu jadi sudah merasa di berada puncak.
Walaupun bisa juga, juara di masa muda dan tetap konsisten sampai masa tua. Banyak juga contohnya, misal LIonel Messi.
Jadi ya.., Tidak gampang puas adalah kata kunci selanjutnya.
Tidak hanya pemain, suporter bola juga seharusnya tidak gampang puas, apalagi larut dan berlebihan dalam menyikapi euforia sebuah turnamen kelompok umur.
Komunitas sepakbola Indonesia harusnya punya target jangka panjang yang selaras, yaitu timnas senior yang lolos dan bersaing di Piala Dunia.
Dengan mindset jangka panjang tersebut, suporter juga bisa jadi lebih dewasa dan tidak gampang puas kalau nanti kita misal juara AFF U19.
Suporter yang dewasa otomatis treatment masyarakat kepada anak-anak muda ini akan jadi wajar, tidak lebay.
Tapi ya, bisakah kita tidak lebay?
Ya, terlalu sering gagal mungkin lantas membuat kita jadi mengalami semacam ilusi kognitif secara massa. Nyatanya. juara kelompok umur dianggap sudah memenangi segalanya. Ini terjadi di 2013.