Mohon tunggu...
heru suti
heru suti Mohon Tunggu... Administrasi - Merdeka

Menulis untuk menghasilkan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nrima Ing Pandum: Dari Sujiwo Tejo Sampai Cristiano Ronaldo

21 Agustus 2021   08:48 Diperbarui: 21 Agustus 2021   09:00 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: jatengonline.com

Akhir-akhir ini saya lumayan suka kembali mendengarkan radio. Entah itu secara tradisional untuk radio lokal (biasanya di mobil) maupun secara streaming untuk radio nasional atau bahkan internasional melalui internet.

Bukan hanya di mobil, di rumah pun sering saya menikmati radio di banyak waktu, untuk secara khusus didengarkan maupun untuk rungon-rungon (didengarkan sambil beraktivitas lainnya). Walau saat ini banyak platform audio digital tapi radio masih salah satu yang menjadi pilihan.

Dibanding mendengarkan playlist lagu yang bisa selalu kita rencanakan sebelumnya, radio memiliki unsur surprise yang kita tidak bisa sepenuhnya mengontrol apa yang akan kita dengar. Kalau di playlist kita bisa sepenuhnya mengatur lagu-lagu apa saja yang ingin didengar, bisa skip bagian ini atau skip bagian itu maka di radio kita sepenuhnya pasrah mendengarkan, entah itu suara penyiar entah itu lagu yang mereka putarkan ataupun iklan.

Ya, intinya terkadang pasrah menerima saja apa yang tersaji buat kita itu menyenangkan. Ada unsur  kejutan, ada sesuatu yang mungkin baru yang semula tidak kita rencanakan tapi ternyata nikmat.

Nah ini, pasrah itu bisa menimbulkan kesenangan juga. Poin pentingnya: pasrah itu bisa menyenangkan...

Dalam filosofi Jawa kita mengenal ungkapan yang cukup terkenal tentang kepasrahan : Nrima ing pandum. Nrima artinya menerima, pandum berarti pemberian. Maksudnya ya ikhlas menerima apa yang diberikan Tuhan pada kita.

Menerima itu ya tentu maksudnya mau dengan ikhlas menjalani apa yang diberikan Tuhan. Dasar pemahamnnya adalah keyakinan bahwa segala yang diberikan oleh Tuhan adalah pasti yang terbaik buat kita. Karena itulah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menerima pemberian Tuhan dengan senang hati dan riang gembira.

Namun, nrima ing pandum ini kadang digunakan sebagai pembenaran untuk membolehkan kemalasan. Lha semuanya kan sudah digariskan, ya sudah gini saja. Saya adalah salah satu pelaku yang sering menggunakan kepasrahan untuk membenarkan kemalasan.

Tapi eh tapi, bermalasan yang berlebihan itu sebenarnya bukan definisi yang benar dari nrima ing pandum.

Menerima apa yang diberikan Tuhan seharusnya ya tahu apa yang diterimanya. Manusia diberikan kehidupan, tubuh dengan panca indera dan akal pikiran dan ditempatkan di bumi yang penuh dengan sumber kenikmatan.

Menerima lalu mengenali, mengenali lalu menjalani...

Lalu...,

Level yang lebih tinggi dari nrima/pasrah diungkapkan oleh Presiden Jancukers Sujiwo Tejo dalam unggahan di Instagramnya. Beberapa waktu lalu Mbah Tejo mengunggah foto lukisan wajah Budi Dalton yang ia buat.

Lukisan itu khusus ia persembahkan buat budayawan Sunda, orang yang tidak kalah eksentriknya dengan Mbah Tejo, Budi Dalton. Lukisan tersebut dibuat setelah mereka berpodcast dan berkesenian bersama di kanal youtube Sujiwo Tejo. Ah, senang rasanya melihat tokoh budaya Jawa dan Sunda berkolaborasi bersama...

Dalam captionnya, Mbah Tejo mengungkapkan seperti ini (saya kutip utuh dari akun instagram @president_jancukers):

Hiburanku setiap nglukis tokoh begini: Aku punya bayangan sendiri tentang tokoh tersebut di mata batinku... lalu kuserahkan pada tubuh terutama jari-jari untuk mewujudkannya yang belum tentu jadinya persis dengan bayangan batin. Sebab Tuhan selalu campur tangan dengan mengirim "kecelakaan-kecelakaan" seperti pas nggores garis tiba-tiba jari kedutan... atau coretan melenceng jauh karena sambil ngusir nyamuk, dan lain-lain. Dulu yang begituan membuatku marah. Sekarang aku pasrah.. semua kesulitan itu tak kumaki-maki.. malah garis-garisnya kuikuti kemudian. Kuikuti..kuikuti... teruuss kuikuti untuk nyenengin Tuhan.

Tadinya, Presiden Pacantel (Budi Dalton) ini akan kukasih kaca mata hitam. Aku hapus matanya yang sudah jadi. Tapi stip penghapus ketelisut. Sampai beberapa batang rokok stip tetap tak ketemu. Ya udah, kuhapus aja pakai jempol. Eh ternyata malah jadi mata beliau ketika muda. Heheu.., itulah keterlibatan dan keisengan Tuhan.. Aku suka Tuhan. Kalian?

Saya tertegun membaca tulisan di instagram tersebut, Tuhan memang selalu baik pada kita. Hanya saja, kita memang sering tidak mau mengenali pandum yang Dia berikan.

Percaya pada kebaikan Tuhan lalu menerima pandum-Nya dengan senang hati. Menerima, tidak sekedar menerima, tapi ada aksi yang mendukung penerimaan itu.

Ah iya itu.., aksi sebagai lanjutan dari penerimaan, ini baru benar.

Kalau begini maka Cristiano Ronaldo bisa dijadikan contoh yang baik dalam hal nrima ing pandum. Ia mendapatkan pandum berupa bakat bermain bola, ia manfaatkan dengan baik itu bakat dengan cara melatihnya dengan gairah tinggi setiap hari.

Lha iya, yang namanya contoh ya ambil yang paling top lah biar greget..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun