Kemiskinan selalu mejadi topik yang mungkin tidak pernah hilang ditelinga masyarakat Indonesia, jumlah dan berbagai fenomena kemiskinan membuatnya selalu menduduki isu yang sudah umum diperbincangkan dimana-mana termasuk apa yang orang lain bicarakan tentang mereka yang mengalami kondisi ekonomi yang serba kekurangan.
Sebenarnya miskin dan kemiskinan itu apa sih? Apa standar kemiskinan? Siapa yang bisa disebut sebagai orang miskin?
Menurut soerjono soekanto misalnya, kemiskinan artinya sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Pada tulisan ini penulis ingin memberikan catatan singkat tentang stigma negatif pada orang dengan kondisi ekonomi yang dibawah atau mengalami kemiskinan.
Berdasarkan pada pengertian menurut soekanto diatas dapat di katakan orang miskin ini adalah mereka yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai taraf kehidupan kelompok.
Yang menjadi problem hari ini disamping kondisi ekonomi itu sendiri adalah moralitas dimasyarakat tentang cara mereka melihat kemiskinan, beberapa mengasumsikan bahwa kemiskinan hanyalah kondisi ekonomi saja, beberapa melihat dengan kacamata yang cukup ekstrim.
Kemiskinan bisa dilihat dari berbagai persfektif, mulai yang melihat ini sebagai suatu yang biasa saja sampai dianggap sebagai suatu yang diskriminatif.Â
Meskipun standar kemiskinan pada beberapa kelompok masyarakat berbeda, sebagian mereka dianggap miskin meskipun mereka tidak menganggap dirinya miskin, menarik ! artinya apa yang kita anggap miskin belum tentu pasti mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk.
Berikut 3 stigma negatif tentang kemiskinan :
1. Mereka tidak begitu memperdulikan pendidikan
Pada beberapa percakapan sehari-hari maupun disosial media, pandangan negatif pada mereka yang mengalami kemiskinan sering kita temui, misalnya mereka tidak peduli dengan pendidikan, dianggap ketidakberhasilan mereka secara ekonomi salah satunya karena kurang memedulikan pendidikan yang berimbas pada ilmu yang mereka dapat, skill yang mereka peroleh, izajah yang mereka dapatkan seperti orang lain yang jauh lebih layak. Padahal stigma ini tidak selamanya benar!