Mohon tunggu...
Yhunk Yuliani
Yhunk Yuliani Mohon Tunggu... Pemerhati -

Konselor yang ingin menyambung silaturrahim lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menilik Cara Anggota DPR Menjaga Kehormatan Dirinya

21 Februari 2018   14:58 Diperbarui: 21 Februari 2018   15:22 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal ini dapat berimplikasi pada berkurangnya peran masyarakat sebagai pengawas kinerja anggota dewan yang seharusnya merupakan perwakilan suara-suara mereka. Mengapa berkurang? karena pasal tadi bisa menimbulkan rasa takut di hati masyarakat kalau-kalau kritik mereka akan ditindak secara hukum.

Selain itu, tampak ada logika yang kurang tepat di sini. Majelis Kehormatan Dewan adalah alat kelengkapan dewan yang berfungsi untuk menjaga marwah kehormatan DPR. Memangnya, apa yang membuat DPR kehilangan kehormatan? Kinerja anggota yang buruk serta anggota-anggota DPR yang korup atau kritikan-kritikan kurang mengenakkan dari masyarakat? lagipula memangnya apa yang membuat masyarakat menyampaikan kritik kurang mengenakkan? kinerja DPR itu sendiri bukan? Kalau kinerja bagus, anggota-anggota DPR tidak lagi ada yang korup, bukankah kritikan tidak mengenakkan dari masyarakat akan jauh berkurang? 

Dan juga, bukankah sudah ada KUHP yang mengatur masalah penghinaan terhadap pejabat/pegawai negeri yang merupakan delik aduan? mengapa MKD malah ikut campur dalam hal ini? Hal ini justru akan menampakkan citra bahwa DPR berusaha menutupi kesalahannya dari kritik dengan membuat ancaman hukum. Citra yang seperti ini tentunya malah mengurangi kepercayaan dan rasa hormat masyarakat terhadap  lembaga negara yang bernama DPR yang malah bertolak belakang dengan fungsi Majelis Kehormatan Dewan itu sendiri.

Lalu, pasal kedua yang ingin saya bahas adalah pasal yang menunjukkan bahwa DPR memiliki kekuatan yang bersifat memaksa. Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia".

Sejak kapan DPR bisa seenaknya memerintahkan kepolisian? Kepala divisi Humas Polri sendiri, irjen. Pol. Setyo Wasisto, mengatakan bahwa DPR tidak berhak menjalankan fungsi yuridis untuk memanggil orang. Dengan melakukan tindakan pemanggilan orang menggunakan aparat kepolisian berarti DPR telah melakukan tindakan yang seharusnya menjadi peran penegak hukum. Hal ini melanggar prinsip trias politika yang membagi pemerintahan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Selanjutnya, pasal yang ketiga adalah pasal 245 ayat (2) yang berbunyi " Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan". 

Pasal ini yang membuat saya berkata bahwa DPR sangat teguh pendirian. Mengapa seperti itu? Di UU MD3 sebelumnya, yakni UU No. 17 Tahun 2014 ada pasal sejenis yang kutipan akhirnya "mendapat persetujuan tertulis dari Majelis Kehormatan Dewan". Pasal ini selanjutnya diuji materi oleh Mahkamah Konstitusi dan menghasilkan keputusan bahwa kutipan pasal ini tidak berlaku hukum apapun selama tidak diartikan "mendapat persetujuan tertulis dari presiden". Namun sepertinya DPR tetap teguh pendirian dan ngotot ingin memasukkan kontribusi MKD untuk berusaha melindungi anggotanya dari tindakan hukum. Lagipula,  seharusnya MKD tidak menyasar lingkup pidana karena fokus mereka ada di etik anggota dewan.

Saya pribadi sebagai mahasiswa berharap bahwa nantinya Mahkamah Konstitusi bisa membatalkan kekuatan hukum dari pasal-pasal tersebut setelah uji materi. Uji materi MK memang tidak sebentar. Kita pantau terus perkembangannya sambal menunggu putusan yang terbaik dari MK. 

Segenap mahasiswa maupun masyarakat, semoga kita tidak gentar untuk tetap memantau dan mengevaluasi kinerja DPR meski berada dalam bayang-bayang salah satu pasal UU MD3 ini. Kita juga bisa menandatangani petisi yang menolak UU MD3 ini untuk memberikan tekanan kepada wakil-wakil kita di parlemen sana.

Teruntuk mahasiswa termasuk diri saya sendiri, semoga idealisme kita saat ini tetap bertahan hingga nanti kita menduduki jabatan-jabatan elit pemerintahan. Semoga idealisme kita nantinya tidak terpengaruh kepentingan-kepentingan pribadi ataupun golongan.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun