Mohon tunggu...
Yohannes Krishna Fajar Nugroho
Yohannes Krishna Fajar Nugroho Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Video Editor dan Junior Public Relations

It's ok to be different.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ERP Vs Mobil Listrik Kontradiksi Kebijakan di Awal Tahun 2023

12 Januari 2023   08:30 Diperbarui: 12 Januari 2023   13:58 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRL Commuter Line sebelum Pandemi Covid 19. Dokpri

Trans Jakarta saat ini juga cukup membantu dalam mengatasi kemacetan di DKI Jakarta, namun yang masih menjadi kendala adalah headway yang masih terlalu jauh antar bus satu dan lainnya. Untuk MRT dan LRT adalah moda transportasi yang paling modern daripada Commuter Line dan Trans Jakarta, hanya saja MRT dan LRT belum menjangkau seluruh wilayah DKI Jakarta.

KRL Commuter Line sebelum Pandemi Covid 19. Dokpri
KRL Commuter Line sebelum Pandemi Covid 19. Dokpri

Melihat beberapa kondisi di atas, Aturan ERP akan tepat guna jika memang pemerintah ingin memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum, namun pemerintah sebagai regulator juga harus mendukung perbaikan dan merapikan fasilitas fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing penyedia jasa angkutan itu. Untuk MRT dan LRT sudah cukup mengakomodir jumlah penumpang di setiap stasiun. Commuter Line dan Bus Trans Jakarta harus menjadi fokus utama pemerintah untuk mengurangi kemacetan. 

Paling tidak, pemerintah juga harus memikirkan kemungkinan lain yang terjadi apabila pengguna kendaraan pribadi tidak ingin berpindah dan menerima Aturan ERP. Pembayaran tarif ERP inilah yang harus dipikirkan dengan masak masak supaya tidak menyebabkan permasalahan baru.

Tapi apabila mereka lebih memilih bermacet-macetan dibanding berdempet-dempetan artinya hal itu harus diterima oleh pengguna kendaraan pribadi yang tidak mau beralih ke transportasi umum. Karena biar bagaimanapun saya menyadari bahwa itu adalah pilihannya sebagai manusia yang punya kehendak bebas. Yang penting jangan uring-uringan saat melakukan transaksi di gate ERP. 

Ternyata masalah tidak selesai disitu. Saya melihat ada ketidaksesuaian dengan ERP yang dinarasikan oleh Pemprov DKI Jakarta, dengan kebijakan subsidi mobil listrik yang bertujuan supaya orang orang banyak membeli mobil listrik yang tidak mengeluarkan emisi. Jika memang begitu saya ragu bahwa kemacetan akan teratasi dengan Aturan ERP, karena tidak akan mengurangi jumlah pengguna kendaraan roda 4 di Ibu Kota. 

Boleh jadi kemacetan di DKI Jakarta akan semakin parah jika dua kebijakan itu benar-benar dilaksanakan, apalagi masih banyak orang berpendapat bahwa pemilik kendaraan roda 4 adalah orang yang sukses yang beranggapan bahwa semakin banyak punya mobil akan semakin terpandang di masyarakat. Padahal Ibu Menteri Keuangan tidak punya mobil pribadi. Jadi timbul pertanyaan yang menggelitik saya dari dua wacana ini. 

Sebenarnya ingin mengurangi kemacetan atau ingin menjual mobil listrik? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun